Islam telah mensyari’atkan sembelihan qurban kepada kaum muslimin dan menjadikannya sebagai salah satu ibadah mereka. Namun masih banyak kaum muslimin yang tidak tahu atau salah faham dalam pelaksanaan dan hukum-hukum sekitarnya. Banyak diantara mereka yang mampu dan enggan melaksanakannya atau merasa itu sesuatu yang tidak disyari’atkan atau menunggu kiriman sembelihan qurban dari luar daerah atau luar negeri.
Oleh karena itu sudah sepantasnya bagi kita untuk mengetahui hukum-hukum sekitar ibadah ini agar dapat beribadah diatas ilmu dan yakin. Mudah-mudahan dengan ini kita dapat mencapai keridhaan Allah Ta’ala. Hukum Qurban.Qurban merupakan salah satu sembelihan yang disyariatkan sebagai ibadah dan amalan mendekatkan diri kepada Allah. Hal inilah yang dinyatakan Ibnul Qayyim dalam pernyataan beliau: “Sembelihan-sembelihan yang menjadi amalan mendekatkan diri kepada Allah dan ibadah adalah Al Hadyu, Al Adhhiyah (Qurban) dan Al Aqiqah”.1
Demikianlah pensyariatannya sudah merupakan ijma’ (consensus) yang disepakati kaum muslimin.2 Namun tentang hukumnya masih diperselisihkan para ulama dalam beberapa pendapat.
01Wajib bagi yang mampu, inilah pendapat Abu Hanifah dan Maalik. Madzhab inipun dinukil dari Rabi’ah Al Ra’yi, Al Auzaa’ie, Al Laits bin Sa’ad3 dan salah satu riwayat dari Ahmad. Bin Hambal4. Pendapat ini dirojihkan oleh Ibnu Taimiyah5 dan Syeikh Ibnu Utsaimin berkata: “Pendapat yang mewajibkan bagi orang yang mampu adalah kuat, karena banyaknya dalil yang menunjukkan perhatian dan kepedulian Allah padanya”6.
02Sunnah atau sunnah muakkad bagi yang mampu, inilah pendapat Jumhur Ulama7 dan Al Hafidz ibnu Hajar menukil pernyataan Ibnu Hazm yang menyatakan: “Tidak shohih dari seorangpun dari para sahabat yang menyatakan kewajibannya. Yang benar Qurban tidak wajib menurut Jumhur dan tidak ada perselisihan bahwa ia merupakan salah satu syiar agama”.8
03Fardhu Kifayah, ini merupakan satu pendapat dalam madzhab Syafi’i
Dalil pendapat pertama adalah:
- Hadits Al Bara’ bin ‘Aazib, beliau berkata:
- Hadits Jundab bin Abdillah bin Sufyaan Al Bajalie, beliau berkata:
- Hadits Anas bin Malik, beliau berkata:
- Hadits Jaabir bin Abdillah, beliau berkata:
- Hadits Abu Hurairoh, beliau berkata:
- Hadits Mikhnaf bin Sulaim, ia berkata:
Orang yang mewajibkan berhujjah dengan hadits ini dengan menyatakan bahwa Rasululloh Shallallahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan Abu Burdah untuk mengulangi penyembelihannya jika telah melakukannya sebelum sholat. Hal seperti ini tidak dikatakan kecuali dalam perkara wajib saja.
Hadits-hadits ini jelas menunjukkan kewajiban Qurban, sebab ada padanya dua penunjukkan wajib, pertama bentuk perintah dan kedua perintah mengulangi. Tentunya sesuatu yang tidak wajib tidak diperintahkan untuk mengulanginya.
Ketiga hadits diatas dikomentari Ibnu Hajar dalam pernyataan beliau: “Orang yang mewajibkan kurban berdalil dengan adanya perintah mengulangi penyembelihan. Mak hal ini dibantah dengan menyatakan bahwa yang dimaksud adalah penjelasan syarat penyembelihan kurban yang disyariatkan. Ini seperti pernyataan orang yang sholat sunnah dhuha sebelum matahari terbit: ‘Jika matahari sudah terbit maka ulangi sholat kamu’.”.10
Hadits ini jelas menunjukkan ancaman kepada orang yang memiliki kemampuan dan enggan menyembelih kurban. Tentunya Rasululloh tidaklah berbuat demikian kecuali menunjukkan kewajibannya.Pendapat yang tidak mewajibkan menyatakan bahwa hadits ini hadit yang mauquf saja sehingga tidak dapat dijadikan hujjah dalam perkara ini. Hal ini dijawab oelh Syeikh Al Albanie dalam pernyataan beliau: “Hadits ini diriwayatkan secara mauquf oleh Ibnu Wahab, namun ziyadah Tsiqah ini diterima. Abu Abdurrahman AL Muqri’ diatas tsiqah (sangat tsiqah (kredibel))”12Kemudian pendapat yang tidak mewajibkan menjawab: oke, anggap saja haditsnya hasan, namun juga tidak tegas dalam menunjukkan kewajibannya, sebagaiaman diaktakan Ibnu Hajar: “Yang menjadi dasar kuat yang dipegangi pendapat yang mewajibkan adalah hadits Abu Hurairoh ini. Namun diperselsihkan apakah marfu’ atau mauquf?. Mauquf lebih dekat kepada kebenaran, sebagaiaman pendpat Al Thohawie dan selainnya. Walaupun marfu’ hadits ini juga tidak tegas dalam menunjukkan kewajibannya”.13
Al hafidz ibnu Hajar berkata: Demikian juga orang yang menwajibkan berhujah dengan hadits Mikhnaf bin Sulaim ini yang diriwayatkan Ahmad dan imam yang empat dengan sanad yang kuat. Namun tidak ada hujjah disana , karena shighahnya tidak tegas menunjukkan wajib secara muthlak dan juga disebutkan bersamanya Al ‘Atiroh yang tidak diwajibkan orang yang berpendapat mewajibkan kurban”15
Sedangkan dalil pendapat kedua adalah:
- Hadits Ummu Salamah, beliau berkata:
- Hadits Jaabir, beliau berkata:
- Atsar Abu Bakr dan Umar, sebagaiman diriwayatkan oleh Abu Sariehah Al Ghifarie, beliau berkata:
Imam Al Syafi’ie berkata: “Ini adalah dalil yang menunjukkan kurban tidak wajib, dengan dasar sabda Nabi : وَأَرَادَ . Beliau menjadikannya diserahkan kepada kehendak. Seandainya wajib tentulah beliau menyatakan: ‘Maka janganlah memotong rambutnya sampai menyembelih’.”17.
Pendapat yang mewajibkan membantah dalil ini dengan menyatkan: “Hadits ini tidak menunjukkan tidak wajibnya kurban secara muthlak, karena kami mewajibkan dengan syarat mampu. Demikian juga hadits ini dapat difahami dengan makna orang yang ingin menyembelih dengan sebab memiliki kemampuan, maka jangan mengambil dari rambut dan kukunya sampai menyembelih, dengan dalil riwayat lain yang diriwayatkan imam Muslim yang tidak menyebutkan kata أَرَادَ , yaitu sabda rasululloh:
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Orang yang tidak mewajibkan tidak memiliki nash dalam hal ini, karena pokok dasar mereka adalah hadits umu salamah ini. Mereka menyatakan: ‘Kewajiban tidak disandarkan kepada kehendak (irodah)’. Ini adalah pernyataan global, karena memang kewajiban tidak diserahkan kepada kehendak hamba, sehingga diketakan: Jika kamu mau berbuatkah, namun terkadang kewajiban disandarkan kepada syarat untuk menjelaskan hukumnya, seperti firman Allah:
Mereka menyatakan: “ Seandainya qurban diwajibkan, tentunya orang yang meninggalkannya berhak dihukum dan tidak bisa dianggap cukup, lalu bagaimana dengan sembelihan Rasululloh tersebut? sehingga sabda beliau :
Seandainya Qurban diwajibkan, tentulah keduanya orang yang lebih pantas mengamalkan nya, akan tetapi keduanya memahami hukum Qurban tersebut tidak wajib.
Pendapat yang Rajih
Syeikh Muhammad Al Amien Al Syingkitie berkata: “Saya telah menerliti dalil-dalil sunnah pendapat yang mewajibkan dan yang tidak mewajibkan dan realitanya dalam pandangan kami, bahwa tidak ada satupun dalil kedua pendapat tersebut yang tegas pasti dan selamat dari bantahan baik yang menunjukkan wajib atau tidak wajib”. Kemudian berkata : “yang rojih bagi saya dalam perkara seperti ini yang tidak jelas penunjukan nash-nash kepasa satu hal tertentu dengan tegas dan jelas adalah berusaha sekuat mungkin keluar dari khilaf. Sehingga berkurban bila mampu, karena Nabi bersabda: Tinggalkanlah yang ragu kepada yang tidak ragu. Sepatutnya seorang tidak meningalkannya bila mampu, karena menunaikannya itu yang sudah pasti menghilangkan tanggung jawabnya. Wallahu A’lam”.23
Yang rojih –Wallahu A’lam - dalam permasalahan ini adalah pendapat Jumhur ulama. Karena seandainya tidak ada satu dalil hadits nabi pun yang secara pasti menunjukkan kerojihan salah satu pendapat tersebut, namun amalan Abu Bakar dan Umar dapat dijadikan factor merojihkan pendapat jumhur. Sebab hal ini merupakan pengamalan perintah Rasululloh dalam hadits Irbadh bin Saariyah yang berbunyi:
Mudah-mudahan bermanfa’at.
1
Lihat Abdulaziz bin Muhammad Alisalman, Ithaaf Al Muslimin Bimaa
Tayassara Min Ahkam Al Dien –Ilmun wa Dalilun, cetakan kedua tahun 1403
H, tanpa penerbit hal. 2/505.
2 Lihat Ibnu Qudamah,
Al Mughnie, hal 11/94.dan Ibnu Hajar, Fathul Barie Bi Syarhi Shohih Al
Bukhorie, tanpa cetakan dan tahun, Al Maktabah Al Salafiyah 10/3
3
lihat DR. Ahmad Muwaafie, Taisier Al Fiqhi Al Jaami’ Lilikhtiyaaraat Al
Fiqhiyah Lisyeikh Al Islam Ibnu Taimiyah, cetakan pertama tahun 1416 H,
Dar ibnu Al Jauzie, Dammaam, KSA 3/1210
4 lihat
makalah Abu Bakar Al Baghdadie yang berjudul Juzun Fi Udhhiyah Wa Hukmu
Ikhrojiha ‘An Balad Al Mudhohie, Majalah AL Hikmah, tanpa edisi dan
tahun hal 22.
5 Lihat Taisier Al Fiqh op.cit 3/1208 menukil dari Majmu’ Fatawa 23/162.
6
lihat Ibnu Utsaimin, Syarhu Al Mumti’ ‘Ala Zaad Al Mustaqni’, Tahqiq
Kholid bin ‘Ali Al Musyaiqih dan Sulaiman Aba khoil, cet 1 taun 1416H,
Muassasah Aasaam , Riyadh, KSA, 7/519.
7 Lihat Al
Nawawie, Majimu’ Syarhu Al Muhadzdzab, tahqiq Muhammad Najieb A
Muthi’ie, tanpa cetakan dan tahun, Daar Ihya’ Al Turats Al Arabie 8/354
8 Lihat Fathul barie op.cit 10/3
9 Diriwayatkan Imam Muslim no. 1964.
10 Fathul Barie 10/4.
11
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 3123 dan AL Khothib 8/338 dari Zaid
bin AL Hubaab dan AL Haakim 2/389 dan Ahmad 2/321 dari Abdullah bin
Yazied Al Muqri’ dan Abu Bakar Al Syaerozie dalam Sab’at Majaalis min
Al Amani dari Muhammad bin Sa’ied. Mereka bertiag meriwayatkan dari
Abdullah bin ‘Iyaasy dari Abdurrahman Al A’roj dari Abu Hurairoh secara
marfu’. Diambil dari Takhriej Ahadits Musykil Al Faqr karya Al Albanie,
cetakan pertama tahun 1405 H Al Maktab AL Islamie, Baerut hal. 67-68
12 Takhriej Ahadits Musykil AL faqr, op.cit hal 68.
13 Fathul Barie op.cit 10/3.
14
Hadist ini diriwayatkan oleh Ahmad 4/215, Abu Daud no. 2788, At
Tirmidzie no.1518, Al Nasaa’I 7/167 dan Ibnu Majah no.3125. Haditsini
dishohihkan AL Albanie dalam Al Misykah no. 1478 dan Shohih Al Jaami’
15 Fathul Barie op.cit 10/4.
16 Diriwayatkan Muslim no. 5089.
17 Lihat Majmu’ Syarhu Al Muhadzdzab, op.cit 8/356.
18 Diriwayatkan imam Muslim no.5093
19 Majmu’ Al Fatawa 23/164.
20
Syeikh Al Albani berkata: Hadits Shohih diriwayatkan Abu Daud (2810)
dan At Tirmidzie 1/287. lihat Irwa’ Al Gholil 4/349 no. 1138.
21
Muhammad bin Ali Al Syaukani, Nailul Author Min ahadits Sayidil Ahyaar
Syarhu Muntaqa Al Akhbaar , tahqiq Muhammad Saalim Hasyim, cetakan
pertama tahun 1415H, Daar AL Kutub Al Ilmiyah , Baerut. Hal 5/117.
22
Diriwayatkan Al Baihaqie dalam Sunan AL Kubro 9/295 dan dishohihkan Al
Albanie. Lihat irwa’ Al Gholiel Fi Takhriej Ahaadits Manaar Al Sabiel,
karya Syeikh AL Albanie cetakan ke-2 tahun1405 H Al Maktab Al Islamie
no. 1139 hal 4/355
23 Muhammad Al Amien bin Muhammad
Al Mukhtar Al Jaknie Al Syinqithie, Adhwaa’ Al Bayaan Fie Iedhah Al
Qur’an bil Qur’an, tanpa tahun dan cetakan , ‘Alam Al Kutub, Baerut
5/618.