Mukmin dan Pohon Kurma (1)
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ الشَّجَرِ شَجَرَةً لَا يَسْقُطُ وَرَقُهَا وَإِنَّهَا مَثَلُ الْمُسْلِمِ فَحَدِّثُونِي مَا هِيَ فَوَقَعَ النَّاسُ فِي شَجَرِ الْبَوَادِي قَالَ عَبْدُ اللَّهِ وَوَقَعَ فِي نَفْسِي أَنَّهَا النَّخْلَةُ فَاسْتَحْيَيْتُ ثُمَّ قَالُوا حَدِّثْنَا مَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ هِيَ النَّخْلَةُ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya ada di antara pepohonan, satu pohon yang tidak gugur daunnya. Pohon ini seperti seorang muslim, maka sebutkanlah kepadaku apa pohon tersebut?” Lalu orang menerka-nerka pepohonan wadhi. Abdullah Berkata: “Lalu terbesit dalam diriku, pohon itu adalah pohon kurma, namun aku malu mengungkapkannya.” Kemudian mereka berkata: “Wahai Rasulullah beri tahukanlah kami pohon apa itu?” Lalu beliau menjawab: “ia adalah pohon kurma.”
Takhrij
Hadits ini diriwayatkan oleh imam Bukhari dalam shahihnya kitab Al Ilmu, bab Qaulul Muhadits Hadatsanaa no. 61 (1/145-Fathul Baariiy) dan Muslim dalam shahihnya kitab Sifatul Munafiqin bab Mitslul Mukmin Matsalun Nakhlah no. 7029 (17/151- Syarah Nawawiy)
Syarah Mufradat (Kosakata) Hadits
1. إِنَّ مِنْ الشَّجَرِ شَجَرَةً لَا يَسْقُطُ وَرَقُهَا وَإِنَّهَا مَثَلُ الْمُسْلِمِ : Terdapat persamaan dan penyerupaan seorang muslim dengan pohon yang tidak gugur daunnya, yaitu pohon kurma.
2. فَوَقَعَ النَّاسُ فِي شَجَرِ الْبَوَادِي : Akal pikiran mereka menerawang kepada pepohonan di wadhi. Setiap orang menafsirkannya dengan salah satu jenis pepohonan tersebut, namun lupa dengan pohon kurma. (Syarah Shohih Muslim, 17/152 dan lihat juga Fathul Baariiy 1/146)
3. الْبَوَادِي : bentuk jamak dari Badiyah yang bermakna dataran luas yang ada padanya tumbuhan dan air. (Lihat Mu’jamul Waasith, 1/45)
4. قَالَ عَبْدُ اللَّهِ : Abdullah ini adalah Abdullah bin Umar, sahabat yang meriwayatkan hadits ini dari Rasulullah.
5. فَاسْتَحْيَيْتُ : sebab malu beliau, karena paling kecil dari para sahabat yang hadir waktu itu, sebagaimana dijelaskan dalam riwayat Bukhari di kitab Al Ath’imah: “Aku adalah orang kesepuluh dan aku yang paling kecil.”
6. هِيَ النَّخْلَة: pohon kurma. Tentulah pohon ini memiliki keistimewaan sehingga dijadikan sebagai permisalan bagi seorang muslim. Tidak hanya ini saja bahkan Allah memberikan permisalan kalimat thoyibah dengan pohon ini dalam firman-Nya:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَآءِ تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللهُ اْلأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabbnya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS. Ibrahim 24-25)
Ibnu Hajar berkata: “Imam Bukhari telah membawakan hadits ini juga dalam tafsir firman Allah:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً
Sebagai isyarat dari beliau bahwa yang dimaksud dengan pohon yang baik itu adalah pohon kurma. Memang telah ada riwayat yang tegas dari hadits yang dikeluarkan oleh Al Bazaar dari jalan periwayatan Musa bin ‘Uqbah dari Naafi’ dari Ibnu Umar, beliau menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat ini dan bersabda: “Apakah kalian tahu pohon apakah itu?” Ibnu Umar menyatakan: “Jelas itu adalah pohon kurma, namun usiaku yang kecil menahanku untuk berbicara.” Lalu Rasulullah berkata: “ia adalah pohon Kurma.” (Fathul Baariiy, 1/146)
Dengan demikian, Pohon yang baik di sini ditafsirkan dengan pohon kurma dan ini adalah pendapat banyak ulama salaf, di antaranya: Ibnu Abbas, Mujahid, Masruq, Ikrimah, Ad Dhohaak, Qatadah dan Ibnu Zaid. (Lihat makalah Syaikh Abdirrozzaaq Al ‘Abaad dalam Majalah Al Jaami’ah Al Islamiyah edisi 107 tahun 29, 1418-1419 hal 205). Pendapat ini dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan Ibnu Hibbaan dari jalan periwayatan Abdul Aziz bin Muslim dari Abdullah bin Dinaar dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda:
مَنْ يُخْبِرُنِيْ عَنْ شَجَرَةٍ مِثْلُهَا مِثْلُ الْمُؤْمِنِ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِيْ السَّمَاءِ
“Siapakah yang dapat menyebutkan kepadaku satu pohon yang menyerupai seorang mukmin, pokok batangnya kokoh dan cabangnya menjulang ke langit?”. (Dibawakan Ibnu Hajar dalam Fathul Baariy 1/147)
Semua ini menunjukkan pohon kurma memiliki keutamaan, ketinggian dan keistimewaan. Semua ini telah ditunjukkan dalam ayat di atas. Namun cukuplah dengan dijadikan sebagai permisalan seorang muslim menunjukkan ketinggian dan keistimewaannya.
Syarah Hadits
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ini memberikan permisalan dan menyerupakan seorang muslim dengan pohon kurma. Tentunya hal ini menunjukkan adanya sisi kesamaan antara keduanya. Memang mengenal dan mengetahui sisi kesamaan ini perlu mendapat perhatian yang cukup, apalagi Allah telah menjelaskan hal ini agar manusia selalu ingat kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَآءِ تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللهُ اْلأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
“Tidakkah kamu kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabbnya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS. Ibrahim: 24-25)
Di antara sisi kesamaan muslim dengan pohon kurma adalah (sisi kesamaan ini diambil dan disadur dari makalah yang berjudul Taammulaat Fi Mumatsalatul Mukmin Bin Nahlah, tulisan Syeikh DR. Abdurrozaq bin Abdil Muhsin Al ‘Abbaad dalam majalah Al Jaami’ah Al Islamiyah edisi 107 tahun 29, 1418-1419 hal 209-221. dengan penambahan dan pengurangan):
1. Pohon kurma mesti memiliki akar, pangkal batang, cabang, daun dan buah, demikian juga pohon keimanan, memiliki pokok, cabang dan buah. Pokok imam adalah rukun iman yang enam dan cabangnya adalah amalan saleh dan aneka ragam ketaatan dan ibadah. Sedangkan buahnya adalah semua kebaikan dan kebahagiaan yang didapatkan seorang mukmin di dunia dan akhirat.
Imam Ahmad berkata: “perumpamaan iman seperti pohon, karena pokoknya adalah syahadatain, batang dan daunnya demikian juga. Sedangkan buahnya adalah sikap wara’ (hati-hati). Tidak ada kebaikan pada pohon yang tidak berbuah dan tidak ada kebaikan pada orang yang tidak punya sifat wara.’” (As-Sunnah karya Abdullah bin Ahmad, 1/316)
Imam Al Baghawiy menyatakan: “Hikmah dari penyerupaan iman dengan pohon adalah pepohonan tidak dikatakan sebagai pohon (yang baik) kecuali memiliki tiga hal. Memiliki akar yang kuat, batang yang kokoh dan cabang yang tinggi. Demikian juga iman, tidak sempurna iman kecuali dengan tiga hal, yaitu pembenaran hati, ucapan lisan dan amalan anggota tubuh.” (Tafsir Al Baghowi, 3/33)
Demikian juga Ibnul Qayyim mengomentari hal ini dalam pernyataan beliau: “Ikhlas dan Tauhid adalah satu pohon di hati, cabangnya adalah amalan dan buahnya adalah kehidupan yang baik di dunia dan nikmat yang abadi di akhirat. Sebagaimana buah-buahan surga tidak terputus dan tidak tercegah mengambilnya, maka buah tauhid dan ikhlas di dunia pun demikian. Adapun kesyirikan, dusta dan riya adalah satu pohon di hati, buahnya di dunia perasaan takut, sedih, duka, kesempitan dan kegelapan hati dan buahnya di akhirat buah zaqqum dan adzab yang abadi. Kedua pohon ini telah dijelaskan Allah dalam surat Ibrahim.” (Al Fawaa’id hal. 214-215)
2. Pohon kurma tidak akan bertahan hidup kecuali dengan disiram dan dipelihara. Disiram dengan air, jika tidak maka akan kering dan jika ditebang maka mati. Demikian juga seorang mukmin tidak dapat hidup yang hakiki dan istiqomah kecuali dengan siraman wahyu. Oleh karena itulah Allah menamakan wahyu dengan ruh dalam firman-Nya:
وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ رُوحًا مِّنْ أَمْرِنَا مَاكُنتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلاَ اْلإِيمَانُ وَلَكِن جَعَلْنَاهُ نُورًا نَّهْدِي بِهِ مَن نَّشَآءُ مِنْ عِبَادِنَا وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh/ wahyu (al-Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Asy-Syuuro: 52)
dan firman-Nya:
يُنَزِّلُ الْمَلاَئِكَةَ بِالرُّوحِ مِنْ أَمْرِهِ عَلَى مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ أَنْ أَنذِرُوا أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاتَّقُونِ
“Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, yaitu: ‘Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada Ilah (yang hak) melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku.” (QS. Al-Anfaal: 2)
Karena kehidupan hakiki bagi hati tidak ada tanpa wahyu. Sehingga tanpa wahyu manusia dikatakan mayit walaupun bergerak di antara manusia. Allah ta’ala berfirman:
أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِّنْهَا كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْكَافِرِينَ مَاكاَنُوا يَعْمَلُونَ
“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya.” (QS. Al-An-’aam:122)
Di sini jelas sekali sisi persamaannya. Pohon kurma hanya hidup dengan disiram air dan hati seorang mukmin hanya hidup dengan siraman wahyu.
3. Pohon kurma sangat kokoh, sebagaimana firman-Nya:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَآءِ تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللهُ اْلأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabbnya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS. Ibrahim 24-25)
Demikian juga iman jika telah mengakar di dalam hati, maka menjadi sangat kokoh dan tidak goyah sedikitpun, seperti kokohnya gunung yang besar menjulang. Imam Al Auzaa’iy ditanya tentang iman, apakah bertambah? Beliau menjawab: “Ya, sampai membesar seperti gunung.” Ditanya lagi, apakah berkurang? Beliau menjawab: “Ya, sampai tidak sisa sedikit pun.” (Diriwayatkan oleh Al-Laalikaa’iy dalam Syarah Ushul I’tiqad 5/959)
Demikian juga imam Ahmad bin Hambal ditanya tentang hal yang serupa dan menjawab: “Bertambah sampai mencapai lebih tinggi dari langit yang tujuh dan berkurang sampai menjadi paling rendah dari bumi yang ketujuh”. (dibawakan oleh Abu Ya’la dalam Thobaqatul Hanabilah, 1/259)
4. Pohon kurma tidak dapat tumbuh di sembarang tanah, bahkan hanya tumbuh di tanah tertentu yang subur saja. Pohon kurma di sebagian tempat tidak tumbuh sama sekali, di sebagian lainnya tumbuh namun tak berbuah dan di sebagian lain tumbuh berbuah tapi sedikit buahnya. Sehingga tidak semua tanah cocok untuk pohon kurma. Demikian juga iman, ia tidak kokoh pada semua hati. Dia hanya akan kokoh pada hati orang yang Allah berikan hidayah dan lapang dada menerimanya. Sehingga pantaslah bila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ
“Permisalan petunjuk dan ilmu yang aku dapatkan dari Allah adalah seperti permisalan air hujan yang deras menimpa bumi. Ada di antara tanah bumi itu Naqiyah, menerima air lalu menumbuhkan rumput dan tumbuhan yang banyak. Ada juga ajaadib, menampung air lalu Allah memberikan manfaat kepada manusia. Mereka minum, mengambil dan bercocok tanam. Air hujan ini juga menimpa sejenis tanah lain yaitu Qii’aan yang tidak menerima air dan tidak menumbuhkan rerumputan. Demikian itulah permisalan orang yang berilmu (faqih) dalam agama dan mengambil manfaat darinya. Ia mengetahui dan mengajarkannya dan permisalan orang yang tidak menganggapnya sama sekali dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku bawa.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Pohon kurma tidak dapat bercampur dengan tumbuhan pengganggu dan tumbuhan asing yang bukan jenisnya. Mereka ini dapat mengganggu dan melemahkan pertumbuhannya serta mengganggunya dalam menyerap air. Oleh karena itu diperlukan perawatan khusus dan selektif dari pemiliknya. Demikian juga seorang mukmin, mesti mendapatkan hal-hal yang dapat melemahkan iman dan keyakinannya. Juga mendapatkan perkara yang dapat mendesak iman dari hatinya. Oleh karena itu diperlukan introspeksi (muhasabah) dalam setiap waktu dan bersungguh-sungguh menjaganya. Juga berusaha selalu menghilangkan segala sesuatu yang mengotorinya, seperti was-was, mengikuti hawa nafsunya dan lain-lainnya. Allah berfirman:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Ankabut: 69)
Pohon kurma memberikan hasilnya setiap waktu, sebagaimana firman Allah :
تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا
“Pohon itu memberikan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Rabbnya.” (QS. Ibrahim: 24-25)
Buah pohon ini dimakan waktu siang dan malam, baik di musim dingin atau di musim panas. Dinamakan dalam bentuk kurma (tamr) atau busr atau Ruthab (Busr adalah kurma yang belum matang menjadi ruthab sedangkan Ruthob adalah kurma matang yang masih belum meleleh atau mengeras). Demikian juga seorang mukmin amalan mereka naik pada pagi dan sore hari. Rabi’ bin Anas menyatakan: “Makna firman Nya: كُلَّ حِين adalah setiap pagi dan sore hari, karena buah kurma selalu dapat dimakan di waktu malam dan siang, baik musim dingin atau panas, baik berupa kurma, busr atau ruthab, demikian juga amalan seorang mukmin naik pada pagi dan sore harinya.” (Disampaikan oleh Al Baghowiy dalam tafsirnya 3/33)
Ibnu Jarir Ath Thobary menyatakan dalam tafsir ayat ini: “Pendapat yang rojih menurutku adalah pendapat yang menyatakan, makna كُلَّ حِين dalam ayat ini adalah pagi dan sore, setiap saat, karena Allah menjadikan hasil pohon ini setiap saat dari buahnya untuk perumpamaan amalan dan perkataan seorang mukmin. Padahal sudah pasti amalan dan perkataan basik seorang mukmin diangkat kepada Allah setiap hari, bukan setiap setahun atau setengah tahun atau dua bulan sekali. Jika demikian, maka jelaslah kebenaran pendapat ini. Jika ada yang bertanya: “Pohon kurma mana yang menghasilkan buah setiap saat buah yang dimakan pada musim panas dan dingin? Jawabnya: adapun di musim dingin, maka Thol’ (mayang kurma) adalah buahnya dan di musim panas, maka balkh, busr, Ruthob dan kurma adalah buahnya. Jadi semuanya adalah buahnya.” (Tafsir Thobary, 8/210)
5. Pohon kurma memiliki barakah dalam semua bagiannya. Semua bagiannya dapat dimanfaatkan. Demikian juga seorang mukmin, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ بَيْنَا نَحْنُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جُلُوسٌ إِذَا أُتِيَ بِجُمَّارِ نَخْلَةٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ الشَّجَرِ لَمَا بَرَكَتُهُ كَبَرَكَةِ الْمُسْلِمِ فَظَنَنْتُ أَنَّهُ يَعْنِي النَّخْلَةَ فَأَرَدْتُ أَنْ أَقُولَ هِيَ النَّخْلَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ثُمَّ الْتَفَتُّ فَإِذَا أَنَا عَاشِرُ عَشَرَةٍ أَنَا أَحْدَثُهُمْ فَسَكَتُّ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هِيَ النَّخْلَةُ
“Dari Abdullah bin umar beliau berkata: “Ketika kamu duduk-duduk di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba-tiba diberikan jamaar (jantung kurma). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata: ‘Sesungguhnya terdapat satu pohon, barakahnya seperti barakah seorang muslim’. Lalu aku menerka itu adalah pohon kurma lalu ingin aku sampaikan dia adalah pohon kurma, wahai Rasulullah. Kemudian aku menengok dan mendapatkan aku orang kesepuluh dan paling kecil, lalu aku diam. Rasulullah berkata: ‘Ia adalah pohon kurma.’” (diriwayatkan oleh Bukhari dalam shohihnya, 3/444)
Ibnu Hajar berkata: “Barokah pohon kurma ada pada semua bagiannya, senantiasa ada dalam setiap keadaannya. Dari mulai tumbuh sampai kering, dimakan semua jenis buahnya, kemudian setelah itu seluruh bagian pohon ini dapat diambil manfaatnya sampai-sampai bijinya digunakan sebagai makanan ternak. Demikian juga serabutnya dapat dijadikan sebagai tali serta yang lainnyapun demikian. Hal ini sudah jelas. Demikian juga barokah seorang muslim meliputi seluruh keadaannya. Juga manfaatnya terus menerus ada untuknya dan untuk orang lain sampai setelah matinyapun.” (Fathul Bari 1/145-146)
-bersambung insya Allah-
***
Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Artikel www.muslim.or.id
Mukmin dan Pohon Kurma (2)
6. Pohon kurma disifatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam لَا يَسْقُطُ وَرَقُهَا. Sisi persamaannya dengan muslim dijelaskan dalam riwayat Al Haarits bin Abi Usamah dari hadits Ibnu Umar dari periwayatan yang lainnya dengan lafazh:
كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ إِنَّ مَثَلَ الْمؤْمِنِ كَمَثَلِ الشَجَرَةِ لَا تَسْقُطُ لَهَا أَنْمُلُةٌ أَتَدْرُوْنَ مَا هِيَ قَالُوا لاَ قَالَ هِيَ النَّخْلَةُ لَا تَسْقُطُ لَهَا أَنْمُلُةٌ وَ لَا تَسْقُطُ لَمُؤْمِنٍ دَعْوَةٌ
Kami berada bersama Rasulullah pada satu hari, lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya permisalan seorang mukmin seperti permisalan pohon yang tidak gugur daunnya. Tahukah kalian pohon apa itu?” Mereka berkata: “Tidak” Lalu beliau menjawab: “Ia adalah pohon kurma tidak gugur daunnya dan seorang mukmin tidak gugur do’anya.” (Lihat Fathul Bari, 1/145)
Jadi jelaslah sisi persamaan antara keduanya. Telah dimaklumi doa telah disyariatkan dan dijanjikan akan dikabulkan sebagaimana firman Allah:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan Rabbmu berfirman: Berdoalah kepada-Ku,niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. 40:60)
Akan tetapi do’a akan dikabulkan dengan kesempurnaan syarat dan tidak adanya penghalang. Terkadang tidak dikabulkan karena tidak sebagian syaratnya atau keberadaan sebagian penghalangnya. Adabnya yang paling penting adalah kehadiran hati, pengharapan terkabulnya do’a dan tekad/azam dalam masalah tersebut. (lihat tentang hal ini dalam Jami’ Al Ulum wal Hikaam hal. 368)
Ibnul Qayyim memberikan makna lain terhadap hadits ini dengan menyatakan hal ini menunjukkan kekonsistenan pohon kurma menjadikannya sebagai pakaian dan perhiasan, sehingga tidak gugur pada musim dingin dan panas. Demikian juga seorang mukmin senantiasa konsisten memakai pakaian ketaqwaan dan perhiasannya sehingga menghadap rabbnya. (Miftah Daris Sa’adah, 1/116)
7. Pohon kurma disifatkan dalam ayat dengan thoyiibah (baik). Ini meliputi baik dalam pemandangan, gambar dan bentuk. Juga meliputi baik dalam rasa, buah dan manfaat. Demikian juga seorang mukmin memiliki sifat baik dalam segala urusan dan keadaannya, baik dzahir ataupun bathin. Oleh kerena itu ketika kaum mukminin masuk syurga langsung disambut para malaikat penjaganya dengan menyatakan:
وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَآءُوهَا وَفُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا سَلاَمٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ
“Dan orang-orang yang bertakwa kepada Rabbnya dibawa ke surga berombong-rombongan (pula).Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu! maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya.” (QS. Az-Zumar :73)
Dan firman-Nya:
الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلاَئِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلاَمٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka):”Salaamun’alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. Al-Anfaal [16]: 32) serta firman Allah:
إِنَّ اللهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا اْلأَنْهَارُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِن ذَهَبٍ وَلُؤْلُؤًا وَلِبَاسُهُمْ فِيهَا حَرِيرٌ وَهُدُوا إِلَى الطَّيِّبِ مِنَ الْقَوْلِ وَهُدُوا إِلَى صِرَاطِ الْحَمِيدِ
Sesungguhnya Allah mamasukkan orang-orang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Di surga itu mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas dan mutiara, dan pakaian mereka adalah sutera. Dan mereka diberi petunjuk kepada ucapan-ucapan yang baik dan ditunjuki(pula) kepada jalan (Allah) yang terpuji. (QS. Al-Hajj: {22]: 23-24)
8. Pohon kurma disifatkan dengan sabda Rasulullah:
إِنَّ مَثَلَ الْمؤْمِنِ كَمَثَلِ النَّخْلَةُ ماَ أَخَذَتَ مِنْ شَيْئٍ نَفَعَكَ
“Sesungguhnya permisalan mukmin seperti pohon kurma. Tidaklah kamu mengambil sesuatu darinya, niscaya bermanfaat bagimu.” (Diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam Mu’jamul Kabir, 12/ no.13514 dan Al Hafidz Ibnu Hajar menyatakan: “Sanadnya shohih”). Pohon kurma seluruhnya bermanfaat, demikian juga seorang mukmin ketika bergaul dengan teman dan sekitarnya. Ia tidak menampakkan kecuali akhlak yang mulia, adab budi pekerti yang luhur, muamalah baik, memberikan kebaikan dan tidak mengganggu mereka. Selalu memberikan manfaat kepada mereka dalam seluruh pergaulannya.
9. Pohon kurma memiliki perbedaan mencolok, satu dengan lainnya. Perbedaan dalam bentuk, jenis dan buahnya. Pohon kurma tidak hanya satu tingkat dalam kebagusan dan kualitas, sebagaimana firman Allah:
وَفِي اْلأَرْضِ قِطَعٌ مُّتَجَاوِرَاتٌ وَجَنَّاتٌ مِّنْ أَعْنَابٍ وَزَرْعٌ وَنَخِيلٌ صِنْوَانٌ وَغَيْرُ صِنْوَانٍ يُسْقَى بِمَآءٍ وَاحِدٍ وَنُفَضِّلُ بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ فِي اْلأُكُلِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لأَيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
“Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon kurma yang bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebagian tanam-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rad [13]: 4)
Demikianlah pohon kurma berbeda dalam rasa, bentuk dan jenisnya, sebagiannya lebih baik dari sebagian yang lainnya.
Demikian juga keadaan antar kaum mukminin. Kaum mukminin bertingkat-tingkat keimanannya dan tidak satu tingkat dalam iman. Allah berfirman:
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُم مُّقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللهِ ذَلِكَ هُوَالْفَضْلُ الْكَبِيرُ
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” (QS. Faathir [35]: 32)
10. Pohon kurma termasuk pohon yang paling sabar menghadapi angin dan terpaannya serta lainnya dari badai angin. Terkadang menerpanya dan terkadang menggulungnya. Kebanyakan tumbuhan tidak mampu sabar bertahan dari kekeringan air seperti kesabaran pohon kurma. Demikian juga seorang mukmin selalu sabar dalam menghadapi bala, mala petaka dan musibah. Berkumpul pada seorang mukmin kesabaran dengan ketiga jenisnya, yaitu sabar dalam ketaatan Allah, sabar dari kemaksiatan dan sabar menghadapi takdir yang menyedihkan. Allah berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ اْلأَمْوَالِ وَاْلأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ الَّذِينَ إِذَآ أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا للهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ أُوْلآئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتُُ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُوْلآئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadam, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:”Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah [2]: 155-157)
Dan firman-Nya:
قُلْ يَاعِبَادِ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَاحَسَنَةٌ وَأَرْضُ اللهِ وَاسِعَةٌ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Rabbmu. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: [39]:10)
11. Pohon kurma semakin tua semakin bertambah baik dan tinggi kualitasnya. Demikian juga seorang mukmin jika panjang usianya maka bertambah kebaikan dan amal sholehnya. Imam At Tirmidziy meriwayatkan dari sahabat Abdullah bin Busr, beliau berkata:
أَنَّ أَعْرَابِيًّا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ خَيْرُ النَّاسِ قَالَ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ
Seorang a’robiy bertanya kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah siapakah orang yang terbaik?” Rasulullah menjawab: “Orang yang panjang umur dan baik amalannya.” (Sunan Tirmidzi 4/565 dan dishohihkan Al Albaniy dalam Shohih Sunan At Tirmidzi, 2/271)
12. Pohon kurma tidak pernah berhenti memberi manfaat walaupun gagal berbuah. Manusia dapat mengambil pelepah, daun dan serabutnya untuk kemanfaatan yang banyak. Demikian juga seorang mukmin tidak pernah lepas dari kebaikan. Selalu mengeluarkan kebaikan dan terjaga dari berbuat kejelekan, sebagaimana sabda Rasulullah:
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِخَيْرِكُمْ مِنْ شَرِّكُمْ قَالَ فَسَكَتُوا فَقَالَ ذَلِكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَقَالَ رَجُلٌ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنَا بِخَيْرِنَا مِنْ شَرِّنَا قَالَ خَيْرُكُمْ مَنْ يُرْجَى خَيْرُهُ وَيُؤْمَنُ شَرُّهُ وَشَرُّكُمْ مَنْ لَا يُرْجَى خَيْرُهُ وَلَا يُؤْمَنُ شَرُّهُ
“Maukah kalian aku beritahu orang terbaik dari terjelek dari kalian?” Lalu beliau mengulanginya tiga kali. Lalu seorang bertanya: “Wahai Rasulullah beritahulah kami tentang orang terbaik dari terjelek dari kami” Rasulullah menjawab: “Orang terbaik dari kalian adalah orang yang diharapkan kebaikannya dan aman dari kejelekannya dan orang terjelek adalah orang yang tidak diharapkan kebaikannya dan manusia tidak aman dari kejelekannya.” (Diriwayatkan Imam At Tirmidziy dalam sunannya no. 2263 dan Ahmad no. 8456 dan dishohihkan Al Albani dalam Shohih Al Jaami’, no. 332)
Imam Ikrimah menafsirkan firman Allah: كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ dengan menyatakan: “Dialah pohon kurma yang senantiasa memberi manfaat.” (disampaikan At Thobariy, 8/205)
Demikian juga seorang mukmin senantiasa memberi manfaat sesuai dengan bagian dan kekuatan imannya.
13. Pohon kurma mudah memetik buahnya, karena pohon kurma terkadang pendek sehingga mudah memetiknya dan terkadang tinggi besar. Walaupun besar masih mudah memanjatnya dibanding memanjat pohon lain yang setingginya, karena terdapat tangga dan tempat memijak sampai ke atas. Demikian juga seorang mukmin mudah mengambil kebaikan darinya.
14. Buah kurma termasuk buah yang paling bermanfaat, karena ruthabnya dimakan sebagai buah-buahan dan manis. Juga kurma yang telah kering menjadi makanan pokok, lauk dan buah serta dapat dihasilkan darinya cuka dan pemanis. Kurma juga dibuat sebagai obat dan minuman. Kemanfaatannya sudah cukup jelas bagi yang menggunakannya. Demikian juga mukmin memiliki keumuman manfaat dan keanekaragaman kebaikan dan kebagusannya.
Ditambah lagi buah kurma memiliki rasa manis dan iman pun memiliki rasa manis yang tidak dapat merasakannya kecuali orang yang memiliki iman yang benar. Oleh karena itu Rasulullah bersabda:
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Tiga perkara, jika seorang memilikinya niscaya merasakan manisnya iman, menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari yang lainnya dan mencintai seseorang hanya karena Allah serta benci kembali kepada kekufuran sebagaimana benci dilemparkan kedalam api.” (Mutafaqun ‘alaihi)
Imam Abu Muhammad bin Abi Jamroh menyatakan: “Diibaratkan dengan rasa manis dalam hadits ini, karena Allah menyerupakan iman dengan pohon dalam firman-Nya:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ
Kalimat di dalam ayat ini adalah kalimat ikhlas dan pohonnya adalah pokok iman, cabangnya adalah mengikuti perintah dan menjauhi larangan. Sedang daunnya adalah kebaikan yang diperhatikan seorang mukmin, buahnya adalah ketaatan.” (Lihat Fathul Bari, 1/60)
15. Kesamaan sifat pohon kurma dengan sifat mukmin sehingga Ibnul Qayyim menyatakan: “Sebagian orang ada yang telah menyamakan manfaat-manfaat ini (manfaat pohon kurma) dengan sifat muslim. Mereka menjadikan setiap manfaat darinya dihadapkan dengan satu sifat muslim. Ketika sampai pada duri pohon kurma, maka dihadapkan kepada sifat keras dan tegas terhadap musuh Allah dan orang fajir. Sehingga kekerasan dan ketegasan terhadap mereka (para musuh tersebut) seperti kedudukan duri pohon kurma dan sikap mereka terhadap mukmin yang takwa seperti kedudukan ruthab yang manis dan lembut. Allah berfirman:
أَشِدَّآءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيْنَهُمْ
“Keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (QS. 48:29) (Miftah dari Sa’adah, 1/120-121)
Oleh karena itu para ulama yang terkenal keras dan tegas dalam membantah orang-orang batil dinamakan duri di leher mereka.
Demikianlah di antara kesamaan yang ada. Para pensyarah hadits ini memberikan beberapa kesamaan yang lainnya, namun semuanya lemah dan sebagiannya batil. Imam Ibnu Hajar telah meringkasnya di kitab Fathul Bari dengan menyatakan: “Adapun orang yang menganggap letak persamaan antara muslim dengan pohon kurma dari sisi: jika dipotong kepalanya ia akan mati, atau karena pohon kurma tidak berbuah tanpa perkawinan, atau ia mati dengan ditenggelamkan, atau bau putiksarinya seperti mani manusia atau ia minum dari bagian atasnya. Semuanya ini lemah, karena sisi kesamaan tersebut juga untuk seluruh manusia tidak khusus kepada muslim. Yang lebih lemah lagi adalah pernyataan bahwa pohon kurma diciptakan dari tanah sisa penciptaan adam, karena hadits yang menunjukkannya tidak shahih, Wallahu A’laam.” (Lihat 1/147)
Dengan demikian telah kita ketahui iman adalah pohon mubarakah yang memiliki manfaat dan faedah besar serta buah hasil. Iman memiliki tempat khusus penanaman dan siraman khusus, juga memiliki pokok, cabang dan buah. Tempatnya adalah hati seorang mukmin, siramannya adalah wahyu dan pokoknya adalah rukun iman yang enam. Sedangkan cabangnya adalah amalan sholeh dan ketaatan yang beraneka ragam yang dilakukan seorang mukmin dan buahnya adalah semua kebaikan dan kebahagiaan yang dirasakan seorang mukmin di dunia dan akherat. Inilah di antara buah dan hasil iman. Wallahu a’lam bis showaab.
Faedah yang Diambil dari Hadits
Di antara faedah yang diambil dari hadits ini adalah:
- Orang yang diberi teka-teki hendaknya memperhatikan indikator yang menunjukkan jawabannya.
- Ujian seorang alim terhadap santrinya tentang sesuatu yang belum jelas dan menjelaskannya jika mereka belum paham.
- Motivasi untuk memamahami ilmu. Imam Bukhari membuat bab untuk hadits ini bab Fahm fil Ilmu.
- Dhorbul Amtsal dan asybah (membuat contoh) untuk menambah pemahaman.
- Tanya jawab.
- Penggambaran makna untuk mengokohkan pemahaman.
- Tasybih sesuatu dengan sesuatu tidak mesti harus sama dalam setiap sisi.
- Imam memberikan permasalahan kepada anak buahnya untuk menguji ilmu yang dimiliki mereka. (Bukhari).
- Ulama besar terkadang tidak tahu sesuatu yang diketahui orang yang di bawahnya, karena ilmu itu pemberian Allah.
- Malu dianggap baik selama tidak melepas maslahat yang ada.
- Tauqiir (menghormati) orang yang lebih tua.
***
Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Artikel www.muslim.or.id
Orang Mukmin Tidak Pernah Stres!
Sebagai hamba Allah, dalam kehidupan di dunia manusia tidak akan luput dari berbagai cobaan, baik kesusahan maupun kesenangan, sebagai sunnatullah yang berlaku bagi setiap insan, yang beriman maupun kafir. Allah Ta’ala berfirman,
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan
(yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (Qs Al Anbiya’: 35)
Ibnu Katsir –semoga Allah Ta’ala merahmatinya– berkata, “Makna ayat ini
yaitu: Kami menguji kamu (wahai manusia), terkadang dengan bencana dan
terkadang dengan kesenangan, agar Kami melihat siapa yang bersyukur dan
siapa yang ingkar, serta siapa yang bersabar dan siapa yang beputus
asa.” (Tafsir Ibnu Katsir, 5/342, Cet Daru Thayyibah)
Kebahagiaan hidup dengan bertakwa kepada Allah
Allah Ta’ala dengan ilmu-Nya yang Maha Tinggi dan Hikmah-Nya yang Maha Sempurna menurunkan syariat-Nya kepada manusia untuk kebaikan dan kemaslahatan hidup mereka. Oleh karena itu, hanya dengan berpegang teguh kepada agama-Nyalah seseorang bisa merasakan kebahagiaan hidup yang hakiki di dunia dan akhirat. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
“Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul-Nya yang mengajak kamu kepada suatu yang memberi (kemaslahatan) hidup bagimu.” (Qs al-Anfaal: 24)
Ibnul Qayyim -semoga Allah Ta’ala merahmatinya- berkata, “Ayat ini menunjukkan bahwa kehidupan yang bermanfaat hanyalah didapatkan dengan memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka barangsiapa yang tidak memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya, maka dia tidak akan merasakan kehidupan (yang baik). Meskipun dia memiliki kehidupan (seperti) hewan yang juga dimiliki oleh binatang yang paling hina (sekalipun). Maka kehidupan baik yang hakiki adalah kehidupan seorang yang memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya secara lahir maupun batin.” (Kitab Al Fawa-id, hal. 121, Cet. Muassasatu Ummil Qura’)
Inilah yang ditegaskan oleh Allah Ta’ala dalam banyak ayat al-Qur’an, di antaranya firman-Nya,
مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia), dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs ِAn Nahl: 97)
Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعاً حَسَناً إِلَى أَجَلٍ مُسَمّىً وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu (di dunia) sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya (di akhirat nanti)” (Qs Huud: 3)
Dalam mengomentari ayat-ayat di atas, Ibnul Qayyim mengatakan, “Dalam ayat-ayat ini Allah Ta’ala menyebutkan bahwa Dia akan memberikan balasan kebaikan bagi orang yang berbuat kebaikan dengan dua balasan: balasan (kebaikan) di dunia dan balasan (kebaikan) di akhirat.” (Al Waabilush Shayyib, hal. 67, Cet. Darul Kitaabil ‘Arabi)
Oleh karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan ibadah shalat, yang dirasakan sangat berat oleh orang-orang munafik, sebagai sumber kesejukan dan kesenangan hati, dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وجعلت قرة عيني في الصلاة
“Dan Allah menjadikan qurratul ‘ain bagiku pada (waktu aku melaksanakan) shalat.” (HR. Ahmad 3/128, An Nasa’i 7/61 dan imam-imam lainnya, dari Anas bin Malik, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami’ish Shagiir, hal. 544)
Makna qurratul ‘ain adalah sesuatu yang menyejukkan dan menyenangkan hati. (Lihat Fatul Qadiir, Asy Syaukaani, 4/129)
Sikap seorang mukmin dalam menghadapi masalah
Dikarenakan seorang mukmin dengan ketakwaannya kepada Allah Ta’ala, memiliki kebahagiaan yang hakiki dalam hatinya, maka masalah apapun yang dihadapinya di dunia ini tidak membuatnya mengeluh atau stres, apalagi berputus asa. Hal ini disebabkan karena keimanannya yang kuat kepada Allah Ta’ala sehingga membuat dia yakin bahwa apapun ketetapan yang Allah Ta’ala berlakukan untuk dirinya maka itulah yang terbaik baginya. Dengan keyakinannya ini Allah Ta’ala akan memberikan balasan kebaikan baginya berupa ketenangan dan ketabahan dalam jiwanya. Inilah yang dinyatakan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya,
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa (seseorang) kecuali denga izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Qs At Taghaabun: 11)
Ibnu Katsir mengatakan, “Makna ayat ini: seseorang yang ditimpa musibah dan dia meyakini bahwa musibah tersebut merupakan ketentuan dan takdir Allah, sehingga dia bersabar dan mengharapkan (balasan pahala dari Allah Ta’ala), disertai (perasaan) tunduk berserah diri kepada ketentuan Allah tersebut, maka Allah akan memberikan petunjuk ke (dalam) hatinya dan menggantikan musibah dunia yang menimpanya dengan petunjuk dan keyakinan yang benar dalam hatinya, bahkan bisa jadi Dia akan menggantikan apa yang hilang darinya dengan yang lebih baik baginya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 8/137)
Inilah sikap seorang mukmin dalam menghadapi musibah yang menimpanya. Meskipun Allah Ta’ala dengan hikmah-Nya yang maha sempurna telah menetapkan bahwa musibah itu akan menimpa semua manusia, baik orang yang beriman maupun orang kafir, akan tetapi orang yang beriman memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh orang kafir, yaitu ketabahan dan pengharapan pahala dari Allah Ta’ala dalam mengahadapi musibah tersebut. Tentu saja semua ini akan semakin meringankan beratnya musibah tersebut bagi seorang mukmin.
Dalam menjelaskan hikmah yang agung ini, Ibnul Qayyim mengatakan, “Sesungguhnya semua (musibah) yang menimpa orang-orang yang beriman dalam (menjalankan agama) Allah senantiasa disertai dengan sikap ridha dan ihtisab (mengharapkan pahala dari-Nya). Kalaupun sikap ridha tidak mereka miliki maka pegangan mereka adalah sikap sabar dan ihtisab (mengharapkan pahala dari-Nya). Ini (semua) akan meringankan beratnya beban musibah tersebut. Karena setiap kali mereka menyaksikan (mengingat) balasan (kebaikan) tersebut, akan terasa ringan bagi mereka menghadapi kesusahan dan musibah tersebut. Adapun orang-orang kafir, maka mereka tidak memiliki sikap ridha dan tidak pula ihtisab (mengharapkan pahala dari-Nya). Kalaupun mereka bersabar (menahan diri), maka (tidak lebih) seperti kesabaran hewan-hewan (ketika mengalami kesusahan). Sungguh Allah telah mengingatkan hal ini dalam firman-Nya,
وَلا تَهِنُوا فِي ابْتِغَاءِ الْقَوْمِ إِنْ تَكُونُوا تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّهِ مَا لا يَرْجُونَ
“Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan.” (Qs An Nisaa’: 104)
Oleh karena itu, orang-orang mukmin maupun kafir sama-sama menderita kesakitan. Akan tetapi, orang-orang mukmin teristimewakan dengan pengharapan pahala dan kedekatan dengan Allah Ta’ala.” (Ighaatsatul Lahfan, hal. 421-422, Mawaaridul Amaan)
Hikmah cobaan
Di samping sebab-sebab yang kami sebutkan di atas, ada faktor lain yang tak kalah pentingnya dalam meringankan semua kesusahan yang dialami seorang mukmin dalam kehidupan di dunia, yaitu dengan dia merenungkan dan menghayati hikmah-hikmah agung yang Allah Ta’ala jadikan dalam setiap ketentuan yang diberlakukan-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Karena dengan merenungkan hikmah-hikmah tersebut dengan seksama, seorang mukmin akan mengetahui dengan yakin bahwa semua cobaan yang menimpanya pada hakikatnya adalah justru untuk kebaikan bagi dirinya, dalam rangka menyempurnakan keimanannya dan semakin mendekatkan diri-Nya kepada Allah Ta’ala.
Semua ini di samping akan semakin menguatkan kesabarannya, juga akan membuatnya selalu bersikap husnuzh zhann (berbaik sangka) kepada Allah Ta’ala dalam semua musibah dan cobaan yang menimpanya. Dengan sikap ini Allah Ta’ala akan semakin melipatgandakan balasan kebaikan baginya, karena Allah akan memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba tersebut kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam sebuah hadits qudsi:
أنا عند ظنّ عبدي بي
“Aku (akan memperlakukan hamba-Ku) sesuai dengan persangkaannya kepadaku.” (HSR al-Bukhari no. 7066 dan Muslim no. 2675)
Makna hadits ini: Allah akan memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba tersebut kepada-Nya, dan Dia akan berbuat pada hamba-Nya sesuai dengan harapan baik atau buruk dari hamba tersebut, maka hendaknya hamba tersebut selalu menjadikan baik persangkaan dan harapannya kepada Allah Ta’ala. (Lihat kitab Faidhul Qadiir, 2/312 dan Tuhfatul Ahwadzi, 7/53)
Di antara hikmah-hikmah yang agung tersebut adalah:
[Pertama]
Allah Ta’ala menjadikan musibah dan cobaan tersebut sebagai obat pembersih untuk mengeluarkan semua kotoran dan penyakit hati yang ada pada hamba-Nya, yang kalau seandainya kotoran dan penyakit tersebut tidak dibersihkan maka dia akan celaka (karena dosa-dosanya), atau minimal berkurang pahala dan derajatnya di sisi Allah Ta’ala. Oleh karena itu, musibah dan cobaanlah yang membersihkan penyakit-penyakit itu, sehingga hamba tersebut akan meraih pahala yang sempurna dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah Ta’ala (Lihat keterangan Ibnul Qayyim dalam Ighaatsatul Lahfan hal. 422, Mawaaridul Amaan). Inilah makna sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Orang yang paling banyak mendapatkan ujian/cobaan (di jalan Allah Ta’ala) adalah para Nabi, kemudian orang-orang yang (kedudukannya) setelah mereka (dalam keimanan) dan orang-orang yang (kedudukannya) setelah mereka (dalam keimanan), (setiap) orang akan diuji sesuai dengan (kuat/lemahnya) agama (iman)nya, kalau agamanya kuat maka ujiannya pun akan (makin) besar, kalau agamanya lemah maka dia akan diuji sesuai dengan (kelemahan) agamanya, dan akan terus-menerus ujian itu (Allah Ta’ala) timpakan kepada seorang hamba sampai (akhirnya) hamba tersebut berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak punya dosa (sedikitpun)” (HR At Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4023, Ibnu Hibban 7/160, Al Hakim 1/99 dan lain-lain, dishahihkan oleh At Tirmidzi, Ibnu Hibban, Al Hakim, Adz Dzahabi dan Syaikh Al Albani dalam Silsilatul Ahaadits Ash Shahihah, no. 143)
[Kedua]
Allah Ta’ala menjadikan musibah dan cobaan tersebut sebagai sebab untuk menyempurnakan penghambaan diri dan ketundukan seorang mukmin kepada-Nya, karena Allah Ta’ala mencintai hamba-Nya yang selalu taat beribadah kepada-Nya dalam semua keadaan, susah maupun senang (Lihat keterangan Ibnul Qayyim dalam Ighaatsatul Lahfan, hal. 424, Mawaaridul amaan) Inilah makna sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Alangkah mengagumkan keadaan seorang mukmin, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.” (HSR Muslim no. 2999)
[Ketiga]
Allah Ta’ala menjadikan musibah dan cobaan di dunia sebagai sebab untuk menyempurnakan keimanan seorang hamba terhadap kenikmatan sempurna yang Allah Ta’ala sediakan bagi hamba-Nya yang bertakwa di surga kelak. Inilah keistimewaan surga yang menjadikannya sangat jauh berbeda dengan keadaan dunia, karena Allah menjadikan surga-Nya sebagai negeri yang penuh kenikmatan yang kekal abadi, serta tidak ada kesusahan dan penderitaan padanya selamanya. Sehingga kalau seandainya seorang hamba terus-menerus merasakan kesenangan di dunia, maka tidak ada artinya keistimewaan surga tersebut, dan dikhawatirkan hamba tersebut hatinya akan terikat kepada dunia, sehingga lupa untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan yang kekal abadi di akhirat nanti (Lihat keterangan Ibnul Qayyim dalam Ighaatsatul Lahfan, hal. 423, Mawaaridul Amaan dan Ibnu Rajab dalam Jaami’ul ‘Uluumi wal Hikam, hal. 461, Cet. Dar Ibni Hazm). Inilah di antara makna yang diisyaratkan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
كن في الدنيا كأنك غريب أو عابر سبيل
“Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau orang yang sedang melakukan perjalanan.” (HSR Al Bukhari no. 6053)
Penutup
Sebagai penutup, kami akan membawakan sebuah kisah yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim tentang gambaran kehidupan guru beliau, Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah di zamannya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –semoga Allah merahmatinya–. Kisah ini memberikan pelajaran berharga kepada kita tentang bagaimana seharusnya seorang mukmin menghadapi cobaan dan kesusahan yang Allah Ta’ala takdirkan bagi dirinya.
Ibnul Qayyim bercerita, “Allah Ta’ala yang Maha Mengetahui bahwa aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih bahagia hidupnya daripada gurunya, Ibnu Taimiyyah. Padahal kondisi kehidupan beliau sangat susah, jauh dari kemewahan dan kesenangan duniawi, bahkan sangat memprihatinkan. Ditambah lagi dengan (siksaan dan penderitaan yang beliau alami di jalan Allah Ta’ala), yang berupa (siksaan dalam) penjara, ancaman dan penindasan (dari musuh-musuh beliau). Tapi bersamaan dengan itu semua, aku mendapati beliau adalah termasuk orang yang paling bahagia hidupnya, paling lapang dadanya, paling tegar hatinya serta paling tenang jiwanya. Terpancar pada wajah beliau sinar keindahan dan kenikmatan hidup (yang beliau rasakan). Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan takut yang berlebihan, atau timbul (dalam diri kami) prasangka-prasangka buruk, atau (ketika kami merasakan) kesempitan hidup, kami (segera) mendatangi beliau (untuk meminta nasehat), maka dengan hanya memandang (wajah) beliau dan mendengarkan ucapan (nasehat) beliau, serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang.” (Al Waabilush Shayyib, hal. 67, Cet. Darul Kitaabil ‘Arabi)
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 15 Rabi’ul awwal 1430 H
***
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim Al Buthoni, Lc.
Artikel www.muslim.or.id
Hadits-Hadits Seputar Iman
Khutbah Jum’at Syaikh Abdur Razzaq al-Badr -hafizhahullah-
Sesungguhnya segala puji adalah bagi Allah. Kita memuji, meminta
pertolongan, memohon ampunan, dan bertaubat kepada-Nya. Kita pun
berlindung kepada Allah dari keburukan hawa nafsu dan kejelekan
amal-amal kita. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak
ada yang dapat menyesatkannya. Dan barang siapa yang disesatkan
oleh-Nya maka tidak ada lagi yang dapat memberi petunjuk kepadanya. Aku
bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Allah semata,
tiada sekutu bagi-Nya. Aku bersaksi pula bahwa Muhammad adalah hamba
dan utusan-Nya, semoga salawat (pujian) selalu terlimpah kepadanya,
segenap pengikut dan para sahabatnya semua, demikian pula semoga
keselamatan sebanyak-banyaknya senantiasa tercurah kepada mereka.
Amma ba’du, -wahai orang-orang yang beriman, wahai hamba-hamba
Allah- bertakwalah kalian kepada Allah ta’ala, karena barang siapa yang
bertakwa kepada Allah maka Allah akan menjaga dirinya dan menunjukinya
kepada kebaikan urusan agama dan dunianya. Kemudian, ketahuilah -semoga
Allah merahmati kalian- sesungguhnya nikmat-nikmat dari Allah jalla wa
‘ala sangatlah banyak, tak terhingga bilangannya dan tak terbatasi
ukurannya. Allah berfirman (yang artinya), “Apabila kalian berusaha untuk menghitung nikmat Allah niscaya kalian tidak akan mampu menghingganya.” (Qs.
Ibrahim: 24). Sesungguhnya nikmat Allah jalla wa ‘ala yang paling
mulia, kenikmatan-Nya yang paling agung, dan pemberian-Nya yang paling
besar adalah kenikmatan iman. Itulah kenikmatan terbesar dan anugerah
teragung dari Allah tabaraka wa ta’ala kepada siapa saja yang Dia
kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Allah jalla wa ‘ala berfirman
(yang artinya), “Akan tetapi Allah itulah yang membuat iman terasa
menyenangkan bagi kalian, membuatnya tampak indah di dalam hati kalian,
dan yang membuat kalian benci kepada kekafiran, kefasikan, dan
kemaksiatan. Mereka itulah orang-orang yang lurus. Sebuah keutamaan dan
kenikmatan yang datang dari Allah, Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.” (Qs. al-Hujurat: 7-8)
Wahai hamba-hamba Allah, iman merupakan sebab untuk meraih kebahagiaan dunia dan di akhirat. Dengan iman itulah, seorang akan bisa merasakan ketenangan dan ketenteraman, keteguhan hati dan ketenangan jiwa. Ketenteraman jiwa dan kebahagiaan manusia akan diperoleh dengannya. Demikian pula, kelezatan dunia dan akhirat akan tergapai dengannya. Allah berfirman (yang artinya), “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik dari kalangan laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia adalah seorang mukmin, maka Kami akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik, dan Kami akan membalas mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang mereka lakukan.” (Qs. an-Nahl: 97)
Dengan iman itulah -wahai hamba-hamba Allah- akan didapatkan surga beserta segala kenikmatan agung, anugerah yang besar, dan pemberian yang melimpah ruah yang ada di dalam surga. Dengan iman itulah -wahai hamba-hamba Allah- akan tercapai keselamatan dari neraka dan segala siksaan yang sangat keras dan hukuman yang sangat menyakitkan yang terdapat di dalamnya. Dengan iman itulah -wahai hamba-hamba Allah- orang-orang yang beriman akan bisa merasakan nikmatnya memandang wajah Rabb Yang Maha Mulia subhanahu wa ta’ala, sementara kenikmatan itulah kenikmatan teragung yang akan didapatkan oleh orang-orang yang beriman. Allah berfirman (yang artinya), “Pada hari itu, wajah-wajah berseri, mereka memandang kepada Rabbnya.” (Qs. al-Qiyamah: 22-23). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dengan mengarahkan pembicaraannya kepada kaum yang beriman, “Sesungguhnya kalian pasti akan melihat Rabb kalian pada hari kiamat nanti sebagaimana kalian melihat bulan pada saat malam purnama, kalian tidak perlu berdesak-desakan untuk bisa melihatnya.”
Kenikmatan iman, faedah, dan pengaruhnya kepada orang yang beriman tidak terhitung jumlah dan ukurannya. Bahkan seluruh kenikmatan dan kebaikan yang diperoleh di dunia maupun di akhirat, maka itu semua adalah buah dan hasil dari keimanan. Sementara seluruh kejelekan dan bencana yang tersingkirkan dari manusia di dunia maupun di akhirat, maka itu semua merupakan buah dan hasil yang dipetik dari pohon keimanan. Oleh sebab itu -wahai hamba-hamba Allah- wajib bagi setiap mukmin yang telah mendapatkan kenikmatan iman dan diberi petunjuk oleh-Nya untuk memeluk agama ini, sudah semestinya dia semakin berpegang teguh, menjaga serta memeliharanya. Hendaknya dia meminta kepada Rabb Yang Maha Pemurah jalla wa ‘ala agar meneguhkan dirinya di atasnya hingga kematian tiba. Allah berfirman (yang artinya), “Allah akan meneguhkan diri orang-orang yang beriman dengan ucapan yang kokoh di dalam kehidupan dunia dan di akhirat. Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan Allah melakukan apa pun yang dikehendaki-Nya.” (Qs. Ibrahim: 27)
Kemudian -wahai hamba-hamba Allah- sesungguhnya keimanan itulah pemberian yang paling mulia dan paling agung sebagaimana diterangkan di dalam Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka barang siapa yang ingin mempelajari hakikat iman hendaknya dia mendalami Kitabullah al-’Aziz dan hadits-hadits Rasul yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan merujuk kepada keterangan-keterangan yang terkandung di dalam al-Kitab dan as-Sunnah serta mengikuti penjabaran yang ada di bawah naungan keduanya itulah dia akan bisa mempelajari keimanan. Allah jalla wa ‘ala berfirman kepada Rasul-Nya yang mulia ‘alaihis sholatu was salam (yang artinya), “Demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh dari perintah Kami, sebelumnya kamu tidak mengetahui apa itu Kitab, dan apa pula iman, akan tetapi Kami menjadikannya sebagai cahaya yang Kami gunakan untuk menunjuki siapa saja yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Sesungguhnya kamu benar-benar menunjukkan kepada jalan yang lurus.” (Qs. as-Syura: 52). Dengan al-Kitab dan as-Sunnah serta penjabaran yang berada di bawah naungan keduanya itulah seorang mukmin akan bisa mempelajari keimanan dengan benar. Maka sungguh besar kebutuhan kita -wahai hamba-hamba Allah- untuk mempelajari iman dan menimba ajaran-ajarannya sebagaimana yang terkandung dalam hadits-hadits Rasul yang mulia ‘alaihis sholatu was salam dan senantiasa mengikuti bimbingan firman-firman Allah tabaraka wa ta’ala.
Saya ingin mengajak kalian -wahai saudara-saudaraku- untuk merenung barang sejenak mengenai perkara yang sangat penting yang semestinya kita perhatikan melalui beberapa hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menerangkan perihal iman. Di antara hadits-hadits tentang iman itu -wahai hamba-hamba Allah- adalah hadits yang tercantum di dalam kedua kitab Shahih (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, pent) dari Umar bin al-Khatthab radhiyallahu’anhu di dalam kisah kedatangan Jibril ‘alaihis salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di dalam hadits itu disebutkan bahwa Jibril berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Beritahukanlah kepadaku tentang iman.” Kemudian beliau menjawab, “Yaitu kamu beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan kamu beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” Hadits yang agung ini menunjukkan bahwa iman itu memiliki pokok-pokok utama dan asas yang kokoh yaitu enam pokok keimanan; iman kepada Allah tabaraka wa ta’ala, kepada malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada para rasul-Nya, kepada hari akhir, dan kepada takdir yang baik dan yang buruk. Penjelasan mengenai pokok-pokok ini bisa ditemukan secara panjang lebar di dalam buku-buku aqidah.
Di antara hadits-hadits yang berbicara tentang iman -wahai hamba-hamba Allah- adalah hadits utusan Bani Abdu Qais yang tercantum di dalam dua kitab Sahih dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma yang menceritakan bahwa utusan dari Bani Abdu Qais datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka mengatakan, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya di antara daerah kami dengan daerah anda terdapat kabilah dari kalangan orang kafir Mudhar, sehingga itu membuat kami tidak bisa menemui anda kecuali hanya pada bulan haram, maka perintahkanlah kepada kami dengan pesan yang ringkas dan padat untuk kami kabarkan kepada orang-orang yang ada di belakang kami sehingga nantinya dengan itu kami bisa masuk ke dalam surga.” Maka Nabi ‘alaihis sholatu was salam bersabda, “Aku perintahkan kepada kalian untuk beriman kepada Allah.” Kemudian beliau bertanya kepada mereka, “Tahukah kalian, apa yang dimaksud dengan iman kepada Allah?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman kepada Allah itu adalah kamu bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah -sembari beliau menghitungnya satu dengan jarinya- dan mendirikan sholat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan hendaknya kalian menyerahkan seperlima dari hasil rampasan perang.”
Di dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menafsirkan iman dengan amal-amal lahir. Di dalam hadits Jibril beliau menafsirkan iman dengan keyakinan-keyakinan hati. Sedangkan, di dalam hadits utusan Abdu Qais ini beliau menafsirkan iman dengan amal-amal lahir. Ini menunjukkan bahwa kedua hadits tadi menggambarkan iman itu tersusun dari keimanan dan keyakinan yang benar yang tertanam di dalam hati, dan iman juga tersusun dari amal-amal anggota badan yang berupa amal-amal yang suci serta ketaatan yang akan bisa mendekatkan diri kepada Allah. Perkara terpenting di antara unsur keimanan yang tampak itu adalah mengucapkan dua buah kalimat syahadat, mendirikan sholat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan berhaji ke Baitullah al-Haram. Maka, ketahuilah -wahai hamba-hamba Allah- bahwa sholat adalah bagian dari iman, puasa bagian dari iman, menunaikan zakat bagian iman, haji juga bagian dari iman, bahkan seluruh perkara tadi yang meliputi rukun Islam yang lima semuanya adalah bagian iman sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam dibangun di atas lima hal; syahadat la ilaha illallah wa anna Muhammadar Rasulullah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, bepuasa Ramadhan, haji ke Baitullah al-Haram.”
Di antara keimanan yang wajib ada -wahai hamba-hamba Allah- adalah mencintai Rasul yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengedepankan kecintaan kepadanya di atas kecintaan kepada diri sendiri atau kecintaan kepada benda-benda berharga, demikian juga di atas kecintaan kepada orang tua, anak-anak, bahkan seluruh manusia. Hal itu sebagaimana tertera di dalam dua kitab sahih dari hadits Anas radhiyallahu’anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah beriman salah seorang dari kalian sampai aku lebih dicintainya daripada orang tua, anak-anaknya, dan seluruh umat manusia.” Di dalam Sahih Bukhari diceritakan bahwa Umar bin al-Khatthab radhiyallahu’anhu berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah sungguh anda lebih saya cintai daripada segala sesuatu kecuali diri saya sendiri.” Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak beriman salah seorang dari kalian sampai aku lebih dicintainya daripada dirinya sendiri.” Umar radhiyallahu’anhu pun mengatakan, “Demi Allah, sungguh anda sekarang lebih saya cintai daripada diri saya sendiri.” Kemudian beliau mengatakan, “Nah, sekarang baru benar wahai Umar.” Cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah sekedar ucapan yang dilontarkan dengan lisan, akan tetapi ia harus diwujudkan dengan ketaatan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam apa saja yang beliau perintahkan, senantiasa membenarkan apa yang beliau kabarkan, serta menahan diri dari segala hal yang beliau larang dan cegah, sebagaimana yang dijelaskan oleh Rabb Yang Maha Mulia di dalam firman-Nya tabaraka wa ta’ala (yang artinya), “Katakanlah: Jika kalian benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Ali Imran: 31)
Termasuk dalam keimanan yang wajib -wahai hamba-hamba Allah- yaitu anda mencintai kebaikan bagi saudaramu sesama mukmin sebagaimana apa yang anda sukai untuk dirimu. Maka perasaan dengki, hasad, dan dendam, itu semua merupakan perkara yang mengurangi keimanan. Sebaliknya, sudah seharusnya anda memakmurkan hati anda dengan perasaan mencintai kebaikan bagi saudara-saudaramu yang beriman. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda sebagaimana tercantum di dalam dua kitab Sahih dan kitab hadits lainnya dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah beriman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai bagi saudaranya apa yang dia cintai bagi dirinya.” Di dalam riwayat lain dengan tambahan, “Yaitu kebaikan.”
Termasuk dalam keimanan -wahai hamba-hamba Allah- adalah menjaga amanat. Terdapat riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Tidak sempurna iman pada diri orang yang tidak amanah.” Amanah -wahai hamba-hamba Allah- meliputi penjagaan terhadap ajaran-ajaran agama dengan senantiasa taat kepada Rabbul ‘alamin dan menjalankan perintah-perintah-Nya tabaraka wa ta’ala serta menjauhkan diri dari larangan-larangan-Nya. Amanah itu juga mencakup hak sesama hamba Allah, yaitu dengan menjaga hak-hak sesama, menyampaikan barang-barang titipan, menjauhi pengkhianatan, meninggalkan penipuan, dan meninggalkan berbagai jenis mu’amalah tidak benar yang lain.
Termasuk dalam keimanan pula -wahai hamba-hamba Allah- adalah meninggalkan hal-hal yang diharamkan dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan keji dan kemungkaran. Oleh sebab itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah berzina seorang pezina ketika dia berzina dalam keadaan imannya sempurna. Tidaklah mencuri seorang pencuri ketika dia mencuri dalam keadaan imannya sempurna. Tidaklah seorang meminum khamr dalam keadaan imannya sempurna ketika dia meminumnya. Tidaklah seorang merampas barang berharga sehingga membuat orang lain menyorotkan pandangan mata mereka kepadanya ketika dia melakukannya dalam keadaan imannya sempurna.” Hadits ini menunjukkan bahwa melarutkan diri dalam kemaksiatan-kemaksiatan ini dan melakukan dosa-dosa besar ini menyebabkan berkurangnya iman wajib. Sehingga tindakan meninggalkan zina, tidak meminum khamr, tidak merampas, tidak mencuri, itu semua merupakan bagian dari keimanan yang diwajibkan oleh Allah tabaraka wa ta’ala kepada hamba-hamba-Nya. Barangsiapa yang melakukan salah satu di antara perkara-perkara itu maka iman wajibnya telah berkurang sesuai dengan kadar dosa yang dia lakukan dan berbanding lurus dengan tingkat kemaksiatan yang dia kerjakan.
Termasuk di dalam keimanan pula -wahai hamba-hamba Allah- adalah bertaubat kepada Allah, inabah kepada Allah, dan kembali kepada Allah. Bahkan hal ini merupakan sesuatu yang dicintai oleh Allah jalla wa ‘ala untuk dilakukan oleh hamba-hamba-Nya. Allah membuka pintu taubat dan inabah untuk mereka. Dia lah Yang berfirman (yang artinya), “Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas kepada dirinya sendiri: Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni semua jenis dosa. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. az-Zumar: 53)
Perkara wajib yang lainnya bagi kita -wahai hamba-hamba Allah- adalah hendaknya kita menjaga keimanan ini dengan sekuat-kuatnya dan kita pelihara ia dengan sebaik-baiknya. Itulah perhiasan sejati dan keindahan hakiki. Salah satu doa yang sering dipanjatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah, “Ya Allah, hiasilah kami dengan perhiasan keimanan dan jadikanlah kami orang-orang yang memberikan petunjuk dan senantiasa berjalan di atas petunjuk.”
Aku ucapkan sebagaimana apa yang kalian dengarkan, dan aku meminta ampunan kepada Allah untuk diriku sendiri dan juga untuk segenap kaum muslimin dari segala dosa. Mintalah ampunan kepada-Nya, niscaya Dia akan mengampuni kalian. Sesungguhnya Dia lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah, Yang begitu besar kebaikannya dan begitu luas karunianya, Yang Maha Pemurah lagi Maha Memberikan kenikmatan. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa as-habihi ajma’in wa sallama tasliman katsiran.
Amma ba’du, -wahai hamba-hamba Allah- bertakwalah kepada Allah ta’ala. Selanjutnya, di antara hadits-hadits agung lainnya yang menjelaskan tentang iman adalah hadits tentang cabang-cabang keimanan. Sebuah hadits yang sangat agung dan memiliki kedudukan yang sangat mulia, sebagaimana yang tercantum di dalam dua kitab Sahih dan selain keduanya dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Iman itu tujuh puluh lebih cabang, yang tertinggi adalah ucapan la ilaha illallah dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu merupakan cabang dari keimanan.” Hadits yang agung ini -wahai hamba-hamba Allah- menunjukkan bahwa iman itu ada yang berada di dalam hati, ada juga yang berada di lisan, dan ada pula yang berada di dalam perbuatan anggota badan. Iman yang tertinggi adalah ucapan la ilaha illallah, kalimat itu diucapkan dengan hati dalam bentuk keyakinan, dan diucapkan dengan lisan dalam bentuk lafaz dan perkataan yang disertai dengan ilmu terhadap artinya, pemahaman tentang kandungan hukumnya, serta merealisasikan maksud yang terkandung di dalamnya. Maka syahadat inilah bagian iman yang terpenting dan yang tertinggi kedudukannya.
Termasuk keimanan pula, menyingkirkan gangguan dari jalan. Sebuah amal yang dicintai Allah jalla wa ‘ala dan pelakunya akan mendapatkan pahala dengan balasan sebesar-besarnya, terlebih lagi apabila di dalam hati pelakunya terdapat perasaan mencintai kebaikan bagi saudara-saudaranya sesama orang yang beriman. Terdapat riwayat di dalam Kitab Sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Ada seorang lelaki yang melewati sebuah cabang pohon yang berduri -yang tergeletak di jalan, pent- lalu dia mengatakan, ‘Aku tidak akan membiarkan benda ini tergeletak di jalan kaum muslimin agar mereka tidak tersakiti olehnya.’ Lalu dia pun menyingkirkan benda itu dari jalan, maka Allah berterima kasih atas perbuatannya itu, kemudian Allah memasukkannya ke dalam surga.”
Termasuk keimanan pula, perbuatan-perbuatan yang ada di dalam hati. Salah satu jenis perbuatan (amal) yang paling agung di dalam hati itu adalah rasa malu. Rasa malu merupakan cabang keimanan. Rasa malu yang terbesar adalah rasa malu kepada Rabbul ‘alamin dan Pencipta seluruh makhluk ini, Dzat Yang selalu melihat kamu ketika kamu dalam keadaan berdiri, Dzat Yang sama sekali tidak tersembunyi dari-Nya suatu perkara pun di bumi maupun di langit. Rasa malu kepada Allah jalla wa ‘ala, yaitu dengan menjaga kepala dan apa yang terpikir di dalamnya, menjaga perut dan apa yang masuk ke dalamnya, serta dengan mengingat kematian dan masa tua. Perasaan malu yang akan menjadikan anda selalu menjaga ketaatan kepada Allah dan menjauhkan diri dari apa-apa yang dilarang Allah tabaraka wa ta’ala kepadamu. Nabi ‘alaihis sholatu was salam bersabda, “Sesungguhnya salah satu perkara yang diperoleh manusia dari ajaran kenabian yang pertama-tama adalah adalah; apabila kamu tidak punya rasa malu maka berbuatlah sesukamu.” Apabila rasa malu ini ada pada diri manusia maka kebaikan masih ada. Apabila rasa malu itu telah tidak ada maka kebaikan pun sirna. Kita berlindung kepada Allah darinya. Renungkanlah -wahai hamba-hamba Allah- hadits-hadits tentang iman yang diriwayatkan dari Rasul yang mulia ‘alaihis sholatu was salam, bersungguh-sungguhlah dalam memahaminya, menerapkan dan beramal dengannya.
Sesungguhnya aku memohon kepada Allah jalla wa ‘ala dengan nama-nama-Nya Yang Terindah dan sifat-sifat-Nya Yang Maha tinggi untuk mewujudkan iman itu di dalam diriku dan diri kalian, semoga Allah memperindah diri kami dan diri kalian dengan perhiasan iman. Semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang bertakwa. Semoga Allah memperbaiki bagi kita agama kita, yang hal itu merupakan pokok penjaga urusan kita. Semoga Allah memperbaiki urusan dunia kita, yang dunia itu merupakan tempat penghidupan kita. Semoga Allah memperbaiki akhirat kita, yang ia merupakan tempat kembali kita. Semoga Allah menjadikan sisa hidup kita sebagai tambahan dalam segala kebaikan, dan menjadikan kematian sebagai peristirahatan bagi kita dari semua keburukan. Aku juga meminta kepada-Nya jalla wa ‘ala untuk meneguhkan kita di atas keimanan.
Ya Allah, kepada-Mu lah kami berserah diri, kepada-Mu lah kami beriman, kepada-Mu lah kami bertawakal, kepada-Mu lah kami bertaubat dan taat, dan karena pertolongan-Mu lah kami melawan musuh (agama). Kami berlindung dengan kemuliaan-Mu yang tidak ada sesembahan yang benar selain Engkau, janganlah Engkau sesatkan kami. Engkau Yang Maha Hidup dan tidak akan pernah mati, sedangkan jin dan manusia pasti mati. Sampaikanlah salawat -semoga Allah menjaga kalian- kepada imam seluruh manusia dan seorang da’i yang menyeru kepada iman, Muhammad bin Abdullah. Sebagaimana yang diperintahkan Allah kepada kalian di dalam Kitab-Nya, Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya mengucapkan salawat kepada Nabi, wahai orang-orang yang beriman sampaikanlah salawat kepadanya dan doakanlah baginya keselamatan yang sesungguhnya.” (Qs. al-Ahzab: 56). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Barang siapa yang bersalawat kepadaku sekali maka Allah akan bersalawat kepadanya sepuluh kali.”
Ya Allah, limpahkanlah pujian kepada Muhammad dan kepada pengikut Muhammad sebagaimana pujian yang Engkau limpahkan kepada Ibrahim dan para pengikut Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Berkahilah Muhammad dan para pengikut Muhammad sebagaimana keberkahan yang Engkau berikan kepada Ibrahim dan pengikut Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, ridailah khulafa’ur-rasyidin para imam yang berjalan di atas petunjuk, yaitu Abu Bakar as-Shiddiq, Umar al-Faruq, Utsman Dzu an-Nurain, dan ayah dari kedua keponakan Nabi yaitu Ali. Kemudian ridailah ya Allah, para sahabat seluruhnya, para tabi’in dan juga orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat tiba. Ridailah pula kami bersama dengan mereka, berkat anugerah, kemurahan, dan kebaikan dari-Mu, wahai Dzat Yang Paling mulia di antara sosok-sosok yang termulia.
Ya Allah, muliakanlah Islam dan kaum muslimin. Ya Allah, muliakanlah Islam dan kaum muslimin. Ya Allah, muliakanlah Islam dan kaum muslimin. Hinakanlah syirik dan orang-orang musyrik, hancurkanlah musuh-musuh agama ini dan jagalah keutuhan wilayah agama ini, wahai Rabb alam semesta. Ya Allah, curahkanlah keamanan bagi negeri kami. Ya Allah, perbaikilah para pemimpin kami dan pemegang urusan-urusan kami dan jadikanlah pemerintah yang menguasai kami sebagai orang-orang yang senantiasa takut kepada-Mu dan bertakwa kepada-Mu serta mencari keridaan-Mu, wahai Rabb alam semesta. Ya Allah, berikanlah taufik kepada pemimpin urusan kami kepada apa yang Engkau cintai dan Engkau ridai, bantulah dia dalam kebaikan dan ketakwaan dan luruskanlah dia di dalam ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan, wahai Dzat pemilik keagungan dan kemuliaan. Ya Allah, berikanlah taufik kepada segenap pemerintah kaum muslimin untuk melaksanakan Kitab-Mu dan mengikuti Sunah Nabi-Mu Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ya Allah, berikanlah kepada jiwa-jiwa kami ketakwaan dan sucikanlah ia, sesungguhnya Engkau adalah penguasa dan pemelihara atasnya. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu petunjuk dan ketakwaan, terjaganya kesucian, dan kecukupan.
Ya Allah, ampunilah seluruh dosa kami, yang kecil maupun yang besar, yang dulu maupun yang terakhir, yang tampak maupun yang tersembunyi. Ya Allah, ampunilah kami, ampunilah kedua orang tua kami, kaum muslimin dan muslimat, orang-orang mukmin lelaki dan perempuan, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Ya Allah, ampunilah dosa para pelaku dosa dari kalangan kaum muslimin dan terimalah taubat dari orang-orang yang bertaubat. Tetapkanlah kesehatan, kekuatan, dan keselamatan bagi keseluruhan kaum muslimin. Ya Allah, lepaskanlah kesedihan dari jiwa orang-orang yang dilanda duka di antara kaum muslimin. Bebaskanlah kesusahan orang-orang yang terlilit kesulitan, tunaikanlah hutang orang-orang yang terjerat hutang, sembuhkanlah orang-orang yang sakit di antara kami dan orang-orang sakit di kalangan kaum muslimin yang lain. Curahkanlah kasih sayang-Mu kepada orang-orang yang telah meninggal di antara kami dan kaum muslimin yang telah meninggal lainnya.
Ya Allah, damaikanlah persengketaan yang ada di antara kami, satukanlah hati-hati kami, tunjukilah kami jalan-jalan keselamatan, dan keluarkanlah kami dari berbagai kegelapan menuju cahaya. Berkahilah pendengaran dan penglihatan kami, makanan, harta, istri, dan anak keturunan kami. Jadikanlah kami senantiasa diberkahi di mana saja kami berada. Wahai Rabb kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan jagalah kami dari siksa neraka. Wahai hamba-hamba Allah, ingatlah kepada Allah niscaya Allah mengingat kalian. Bersyukurlah kepada-Nya atas nikmat-nikmat Nya niscaya Dia akan menambahkan nikmat kepada kalian. Dan sesungguhnya mengingat Allah itu adalah perkara yang terbesar. Allah Maha Mengetahui apa pun yang kalian kerjakan.
***
Penerjemah: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
Iman, Bertambah dan Berkurang
Sesungguhnya segala puji adalah bagi Allah. Kita memuji, meminta pertolongan, ampunan dan bertaubat kepada-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari keburukan hawa nafsu kita dan dari keburukan amal-amal kita. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya. Barang siapa yang disesatkan oleh-Nya maka tidak ada lagi yang bisa menunjukinya. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Aku pun bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, orang yang dikasihi dan dicintai-Nya, orang yang dipercaya oleh-Nya untuk menyampaikan wahyu dan syari’at-Nya kepada umat manusia. Semoga salawat dan keselamatan terlimpah kepada beliau dan juga kepada para pengikutnya, serta para sahabatnya semua, semoga keselamatan sebanyak-banyaknya selalu tercurah kepada mereka.
Amma ba’du.
Wahai hamba-hamba Allah,
Aku wasiatkan kepada kalian dan juga kepada diriku untuk senantiasa bertakwa kepada Allah. Karena barang siapa yang bertakwa kepada Allah maka Allah akan menjaganya dan membimbingnya menuju kebaikan agama dan dunianya. Kemudian, ketahuilah -semoga Allah merahmati kalian- sesungguhnya perkara paling penting yang harus diperhatikan oleh setiap hamba di dalam kehidupan ini adalah keimanan. Itulah perkara paling utama yang digapai oleh jiwa dan dirasakan oleh hati. Dengan iman itulah seorang hamba akan mendapatkan ketinggian derajat di dunia dan di akhirat. Bahkan semua kebaikan di dunia dan di akhirat bergantung pada iman yang benar. Maka iman itu merupakan cita-cita terbesar, tujuan yang teragung, dan target yang paling utama. Dengan iman itulah -wahai hamba-hamba Allah- seorang hamba akan merasakan kehidupan yang baik di dua alam (dunia dan akhirat) dan akan terselamatkan dari bebagai perkara yang dibenci, keburukan, dan perkara-perkara yang berat dan menyusahkan. Dengan iman itulah akan diperoleh pemberian yang terindah dan anugerah yang maha luas. Dengan iman itulah akan diraih pahala di akhirat dan memasukkan diri ke dalam surga yang lebarnya sebagaimana lebarnya langit dan bumi. Di dalamnya terdapat kenikmatan yang belum pernah terlihat oleh mata, belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah terbetik di dalam hati manusia. Dengan iman itulah -wahai hamba-hamba Allah- seorang hamba akan selamat dari neraka yang siksanya sangat keras dan jurangnya sangat dalam, panasnya sangat menyakitkan. Dengan iman itulah seorang hamba akan bisa mendapatkan keberuntungan menggapai keridaan Rabbnya Yang Maha Suci, sehingga Allah tidak akan murka kepadanya selama-lamanya yang dengannya dia akan merasakan kelezatan pada hari kiamat dengan memandang wajah-Nya yang mulia tanpa ada kesempitan yang menyulitkan dan tanpa fitnah yang menyesatkan. Dengan iman itulah hati merasa tenteram, jiwa menjadi tenang, dan hati merasa ringan. Allah berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah, ingatlah sesungguhnya dengan mengingat Allah maka hati akan menjadi tenteram.” (Qs. ar-Ra’d: 28). Betapa banyak manfaat agung dan pengaruh yang penuh berkah, buah yang elok dan kebaikan yang senantiasa mengalir dari keimanan, ketika di dunia maupun kelak di akhirat. Manfaatnya begitu banyak sehingga tidak bisa kita hitung dan tidak bisa diliputi selain Alllah saja. Allah berfirman (yang artinya), “Tidaklah ada satu jiwa yang mengetahui kenikmatan yang disembunyikan dari mereka berupa kesenangan yang akan menyejukkan hati sebagai balasan atas apa yang dahulu mereka kerjakan.” (Qs. as-Sajdah: 17)
Wahai hamba-hamba Allah
Sesungguhnya iman merupakan sebuah pohon yang diberkahi, manfaatnya
sangat besar dan faidahnya sangat melimpah serta buahnya sangat lebat.
Ia memiliki tempat untuk ditanami dan mata air untuk mengairinya. Ia
memilki pokok dan cabang-cabang serta buah-buahan. Adapun tempat iman
itu adalah di dalam hati seorang mukmin, di dalamnya diletakkan
benih-benihnya dan tumbuh darinya pokok-pokoknya, dan darinya tumbuhlah
cabang dan rantingnya. Adapun mata air yang akan mengairinya adalah
wahyu yang terang yaitu Kitabullah dan Sunah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Melalui mata air itulah pohon iman yang diberkahi ini akan disirami.
Tidak akan ada kehidupan dan pertumbuhan baginya kecuali dengan air
tersebut. Adapun pokoknya -wahai hamba-hamba Allah- adalah pokok-pokok
keimanan yang enam; iman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
para rasul-Nya, hari akhir, dan iman kepada takdir yang baik maupun
yang buruk. Sedangkan pokok yang tertinggi dari pokok-pokok ini adalah
keimanan kepada Allah, maka itulah pokok yang paling mendasar bagi
pohon yang diberkahi ini. Adapun cabang-cabangnya adalah amal-amal
salih dan ketaatan yang beraneka ragam serta berbagai amal yang
mendekatkan diri kepada Allah yang dilakukan oleh seorang mukmin berupa
sholat, zakat, haji, puasa, berbuat baik, ihsan, dan lain sebagainya.
Sedangkan buah-buahannya adalah semua kebaikan dan kebahagiaan yang
diperoleh seorang mukmin ketika di dunia maupun di akhirat, maka itu
semua merupakan buah dari keimanan dan hasil darinya. Allah berfirman
(yang artinya), “Barang siapa yang melakukan amal salih baik dari
kalangan lelaki maupun perempuan sedangkan dia adalah orang yang
beriman, maka Kami akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik dan
Kami akan membalas mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa
yang telah mereka lakukan.” (Qs. an-Nahl: 97)
Wahai hamba-hamba Allah
Manusia itu bertingkat-tingkat dalam hal keimanan dengan perbedaan yang
sangat bervariasi tergantung dengan keberagaman mereka dalam mewujudkan
sifat-sifat ini, kuat maupun lemahnya, bertambah atau berkurangnya.
Oleh sebab itu sudah semestinya seorang hamba muslim yang ingin
mendapatkan kebaikan bagi dirinya untuk bersungguh-sungguh dalam
memahami sifat-sifat ini dan memperhatikannya kemudian menerapkannya di
dalam kehidupannya agar dia semakin bertambah iman dan menguat
keyakinannya dan kebaikan-kebaikannya semakin melimpah. Sebagaimana
pula sudah semestinya -wahai hamba-hamba Allah- agar menjaga dirinya
dari terjerumus dalam perkara-perkara yang mengurangi keimanan dan
melemahkan agama, hal itu supaya nantinya dia bisa terselamatkan dari
akibat buruknya dan kerugiannya yang menyakitkan.
Wahai hamba-hamba Allah
Ada banyak sebab yang bisa meningkatkan keimanan dan mengokohkannya.
Yang terpenting di antaranya adalah dengan mempelajari ilmu yang
bermanfaat, membaca al-Qur’an dan merenungkan isinya, mengenal
nama-nama Allah yang terindah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi serta
memperhatikan keelokan agama Islam yang hanif ini serta mempelajari
sejarah perjalanan hidup Nabi kita yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan sejarah para sahabatnya yang mulia. Dan dengan memperhatikan dan
meneliti alam raya yang luas ini dan berbagai penunjukan yang jelas di
dalamnya serta hujjah-hujjah yang gamblang dan bukti-bukti yang terang.
“Wahai Rabb kami, sama sekali Engkau tidak menciptakan ini semua
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka jagalah kami dari siksa neraka.”
(Qs. Ali Imran). Sebagaimana pula iman itu bertambah dengan kesungguhan
dan usaha keras dalam melakukan ketaatan kepada Allah serta menjaga
perintah-perintah-Nya dan memelihara waktu di dalam ketaatan kepada-Nya
serta melakukan hal-hal yang bisa mendekatkan diri kepada-Nya. “Orang-orang
yang bersungguh-sungguh di atas jalan Kami maka Kami akan tunjukkan
kepadanya jalan-jalan menuju keridaan Kami. Sesungguhnya Allah bersama
dengan orang-orang yang berbuat baik.” (Qs. al-’Ankabut: 69)
Wahai hamba-hamba Allah
Sesungguhnya di sisi lain ada juga perkara-perkara lain yang dapat
mengurangi dan melemahkan keimanan. Wajib bagi setiap hamba yang
beriman untuk melindungi dirinya agar tidak terseret ke sana dan
berusaha berhati-hati untuk tidak terjerumus di dalamnya. Salah satu
sebab utamanya adalah karena kebodohan tentang agama Allah, kelalaian,
berpaling dari ketaatan, melakukan kemaksiatan-kemaksiatan, berkubang
dosa, menuruti keinginan nafsu yang mengajak kepada keburukan, bergaul
dengan orang-orang fasik dan gemar berbuat dosa, mengikuti hawa nafsu
dan syaitan, tertipu oleh kesenangan dunia dan terfitnah olehnya
sehingga hal itu membuat dunia itulah yang menjadi puncak angan-angan
seorang manusia dan tujuan hidupnya yang paling utama.
Wahai hamba-hamba Allah
Ketika para pendahulu umat ini dan generasi pertamanya beserta
orang-orang pilihan di antara mereka menyadari keagungan iman ini dan
merasakan betapa besar kebutuhan mereka kepadanya lebih daripada
kebutuhan kepada makanan dan minuman serta udara untuk bernafas maka
perhatian mereka kepadanya juga sangat besar dan lebih didahulukan
daripada semua urusan. Dahulu mereka berusaha sekuat tenaga untuk
memelihara iman mereka, memeriksa amal-amal mereka, dan saling
menasihati di antara mereka. Umar bin al-Khatthab radhiyallahu’anhu mengatakan kepada para sahabatnya, “Marilah, kita berkumpul sejenak untuk meningkatkan iman.” Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan, “Duduklah bersama kami sejenak, kita akan menambah keimanan.” Beliau juga sering mengatakan di dalam doanya, “Ya Allah, tambahkanlah kepada kami iman, keyakinan, dan kepahaman.” Abdullah bin Rawahah radhiyallahu’anhu memegang tangan sekelompok orang dari para sahabatnya seraya mengatakan, “Marilah,
kita beriman barang sejenak. Marilah, kita mengingat Allah dan menambah
keimanan dengan ketaatan kepada-Nya semoga Allah mengingat kita dengan
ampunan-Nya.” Abud Darda’ radhiyallahu’anhu mengatakan, “Salah satu bukti kepahaman seorang hamba adalah ketika dia mengetahui apakah dia sedang menambah atau mengurangi.” Maksudnya adalah iman. “Dan bukti kepahaman seseorang ialah tatkala dia mengetahui dari manakah datangnya bujukan syaitan kepadanya.” Umair bin Habib al-Khazhami radhiyallahu’anhu mengatakan, “Iman itu bertambah dan berkurang.” Maka ada orang yang bertanya kepada beliau, “Apa yang dimaksud dengan bertambah dan berkurangnya?” Beliau menjawab, “Apabila
kita mengingat Allah ‘azza wa jala dan memuji-Nya dan menyucikan-Nya
maka itulah pertambahannya. Dan apabila kita lalai, menyia-nyiakan dan
lupa maka itulah berkurangnya.” Nukilan-nukilan dari mereka tentang perkara ini banyak sekali.
Wahai hamba-hamba Allah
Oleh karena itulah, sesungguhnya seorang hamba beriman yang diberi
taufik akan senantiasa berusaha di dalam hidupnya untuk mewujudkan dua
perkara yang agung dan tujuan yang mulia. Pertama: memperkuat keimanan dan cabang-cabangnya serta menggapainya dengan sungguh-sungguh dalam bentuk ilmu maupun amalan. Dan yang kedua:
berusaha sekuat tenaga untuk menyingkirkan hal-hal yang dapat
meniadakan atau membatalkan serta menguranginya berupa fitnah-fitnah
yang tampak maupun yang tersembunyi dan berusaha untuk mengobati
kekurangannya pada perkara yang pertama (kekurangan dalam memperkuat
iman) serta mengobati perkara yang telah dilanggarnya dari perkara yang
kedua (menepis pengikis keimanan) dengan cara bertaubat dengan tulus
dan murni, mengejar amal sebelum waktunya lenyap, dan menghadapkan diri
kepada Allah jalla wa ‘ala dengan sepenuhnya dan hati yang jujur ingin
kembali taat kepada-Nya, jiwa yang merendah dan penuh ketenangan, patuh
secara penuh kepada Allah, mengharapkan rahmat Allah dan takut akan
hukuman-Nya. Maka kita meminta kepada Allah Yang Maha Mulia dengan
nama-nama-Nya yang terindah dan sifat-sifat-Nya yang maha tinggi semoga
Allah menganugerahkan kepada kita semua untuk bisa merealisasikan itu
semua dan menyempurnakannya sebagaimana yang diridai oleh-Nya bagi
kita. Semoga Allah melimpahkan kepada kita semua rezeki berupa keimanan
yang jujur dan keyakinan yang sempurna, taubat yang tulus. Dan semoga
Allah mengampuni kita, kedua orang tua kita, kaum muslimin lelaki dan
perempuan, kaum mukminin lelaki dan perempuan. Sesungguhnya Allah
adalah Dzat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi
Allah. Yang telah memberikan kebaikan yang sangat besar dan keutamaan
yang sangat luas, yang maha pemurah lagi mencurahkan kenikmatan. Aku
bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Allah semata
tiada sekutu bagi-Nya. Aku pun bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya semoga salawat tercurah kepadanya dan kepada pengikutnya,
para sahabatnya semua, beserta keselamatan sebanyak-banyaknya semoga
terlimpah kepada mereka.
Amma ba’du.
Wahai hamba-hamba Allah, aku wasiatkan kepada kalian dan diriku untuk tetap bertakwa kepada Allah. Karena sesungguhnya ketakwaan kepada Allah jalla wa ‘ala adalah asas keberhasilan dan alamat kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Ketakwaan kepada Allah jalla wa ‘ala yaitu dengan cara seorang hamba melakukan amal ketaatan di atas cahaya dari Allah dan mengharapkan pahala dari Allah serta dengan meninggalkan kemaksiatan ke[ada Allah di atas cahaya dari Allah karena takut akan hukuman Allah. Wahai hamba-hamba Allah, al-Hakim di dalam Mustadrak-nya dan at-Thabrani di dalam Mu’jam Kabir-nya meriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin al-’Ash radhiyallahu’anhuma, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya iman akan usang di rongga salah seorang dari kalian sebagaimana halnya pakaian, maka mintalah kepada Allah agar memperbaharui iman di dalam hati kalian.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan sifat iman itu bisa usang sebagaimana halnya pakaian, maksudnya ia bisa menjadi usang dan lemah dan bisa dimasuki oleh kekurangan akibat perbuatan apa saja yang dilakukan oleh manusia, yang berupa kemaksiatan, dosa serta apa pun yang ditemui olehnya di dalam kehidupan ini berupa hal-hal yang melalaikan yang beraneka ragam, fitnah-fitnah yang besar, sehingga dapat menghilangkan kekuatan iman, kehidupannya, dan kekokohannya, sehingga memperlemah keindahan, keelokan, dan kemegahannya. Oleh sebab itulah maka Nabi ‘alaihis sholatu was salam membimbing kita di dalam hadits yang agung ini agar selalu menjaga dan memelihara keimanan dan amal agar kuat dan meminta kepada Allah tabaraka wa ta’ala untuk menambahkan iman itu dan menetapkannya. Allah jalla wa ‘ala berfirman (yang artinya), “Akan tetapi Allah lah yang membuat kalian senang kepada iman dan memperindahnya di dalam hati kalian, dan membuat kalian benci kepada kekafiran, kefasikan dan kemaksiatan. Mereka itulah orang-orang yang lurus.” (Qs. al-Hujurat). Maka termasuk kebaikan -wahai hamba-hamba Allah- termasuk kebaikan bagi seorang hamba yang beriman untuk menasihati dirinya sendiri demi kebaikan imannya yang itu merupakan harta paling berharga padanya dan sesuatu yang paling mahal miliknya, itulah bekal terbaik untuk berjumpa dengan Allah.
Orang yang cerdik -wahai hamba-hamba Allah- adalah orang yang menundukkan nafsunya dan beramal untuk menyambut apa yang akan terjadi setelah kematian. Sedangkan orang yang tidak mampu itu adalah orang yang membiarkan diri memperturutkan hawa nafsunya dan mengangankan berbagai keinginan kepada Allah. Ucapkanlah salawat dan salam kepada Muhammad bin Abdullah sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah kepada kalian di dalam Kitab-Nya, Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya mengucapkan salawat kepada Nabi, hai orang-orang yang beriman ucapkanlah salawat kepadanya dan doakanlah keselamatan untuknya.” (Qs. al-Ahzab). Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Barang siapa yang bersalawat kepadaku sekali maka Allah akan mengucapkan salawat kepadanya sepuluh kali.” Terdapat pula perintah dan dorongan dari beliau ‘alaihis sholatu was salam untuk memperbanyak salawat dan doa keselamatan untuknya pada malam Jum’at dan di siang hari Jum’at, maka perbanyaklah pada hari yang cerah dan diberkahi ini dengan mengucapkan salawat dan doa keselamatan bagi Rasulullah. Ya Allah, curahkanlah pujian kepada Muhammad dan kepada pengikut Muhammad sebagaimana Engkau telah memuji Ibrahim dan pengikut Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Berkahilah Muhammad dan pengikut Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim dan pengikut Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Dan ridailah ya Allah, para khulafa’ur rasyidin para iman yang berjalan di atas petunjuk yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Dan ridailah ya Allah, seluruh para sahabat dan para tabi’in serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat dan ridailah kami bersama mereka dengan karunia-Mu dan kemurahan serta kebaikan dari-Mu wahai Dzat Yang Termulia di antara sosok-sosok yang paling mulia. Ya Allah, muliakanlah Islam dan kaum muslimin. Ya Allah, muliakanlah Islam dan kaum muslimin. Ya Allah, muliakanlah Islam dan kaum muslimin. Ya Allah, muliakanlah Islam dan kaum muslimin. Hinakanlah syirik dan kaum musyrikin dan hancurkanlah musuh-musuh agama. Ya Allah, tolonglah orang-orang yang menolong agama ini. Ya Allah belalah agama-Mu ini, Kitab-Mu, dan Sunah nabi-Mu Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ya Allah tolonglah saudara-saudara kami kaum muslimin di semua tempat. Ya Allah tolonglah mereka yang ada di Palestina dan di mana saja mereka berada. Ya Allah, tolonglah mereka dengan sekuat-kuatnya. Ya Allah, jagalah mereka dengan penjagaan dari-Mu dan kuatkanlah mereka dengan kekuatan-Mu dan peliharalah mereka dengan bimbingan dari-Mu dan perhatian-Mu wahai Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri sendiri. Ya Allah, hukumlah Yahudi yang telah merampas negeri kaum muslimin, yang melanggar batas, sesungguhnya mereka sama sekali tidak bisa melawan diri-Mu. Ya Allah, porak-porandakanlah mereka dengan sehancur-hancurnya. Ya Allah, buatlah hati mereka saling memusuhi dan rusakkanlah persatuan mereka, dan jadikanlah untuk mereka kekalahan yang buruk wahai Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri, wahai Yang Maha Perkasa. Ya Allah, berikanlah keamanan di negeri-negeri kami dan perbaikilah para pemimpin kami dan orang-orang yang menguasai urusan-urusan kami dan berikanlah tampuk pemerintah kami kepada orang-orang yang takut kepada-Mu dan bertakwa kepada-Mu serta mengikuti keridaan-Mu wahai Rabb alam semesta. Ya Allah, berikanlah taufik kepada pemegang urusan kami untuk melakukan apa yang Engkau cintai dan ridai, dan bantulah dia untuk melakukan kebaikan dan takwa dan luruskanlah dia di dalam ucapan-ucapan dan amal-amalnya, dan anugerahkanlah kepadanya kesehatan dan keselamatan, berikanlah kepadanya rezeki berupa pembantu-pembantu yang baik yang menunjukkannya kepada kebaikan dan menolongnya untuk itu. Ya Allah, berikanlah taufik kepada segenap para pemimpin kaum muslimin untuk melaksanakan isi Kitab-Mu dan mengikuti Sunah Nabi-Mu Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan jadikanlah mereka lembut dan mengasihi hamba-hamba-Mu yang beriman. Ya Allah, berikanlah ketakwaan kepada jiwa-jiwa kami. Sucikanlah ia, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik penyuci baginya. Engkau lah penguasa dan penjaganya. Ya Allah, kami meminta kepada-Mu iman yang jujur, keyakinan yang kokoh, taubat yang tulus. Ya Allah, sesungguhnya kami meminta kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, kehormatan, dan kecukupan diri. Ya Allah, perbaikilah bagi kami agama kami yang itu merupakan penjaga bagi urusan kami. Perbaikilah dunia kami yang itu merupakan tempat penghidupan kami. Perbaikilah bagi kami akhirat kami yang itu merupakan tempat kembali kami dan jadikanlah kehidupan yang masih tersisa sebagai tambahan bagi kami dalam semua kebaikan, dan jadikanlah kematian sebagai perhentian bagi kami dari semua keburukan. Ya Allah, sesungguhnya kami meminta kepada-Mu surga dan hal-hal yang dapat mendekatkan diri ke sana berupa ucapan maupu perbuatan. Dan kami berlindung kepada-Mu dari neraka dan apa saja yang menyeret ke sana berupa ucapan maupun perbuatan. Ya Allah, damaikanlah perselisihan yang ada di antara kami, satukanlah hati-hati kami, dan tunjukilah kami jalan-jalan keselamatan dan keluarkanlah kami dari berbagai kegelapan menuju cahaya. Berkahilah harta-harta kami, waktu-waktu kami, istri-istri kami, anak-anak keturunan kami dan jadikanlah kami diberkahi di mana saja kami berada. Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami semuanya, yang kecil maupun yang besar, yang awal maupun yang akhir, yang tersembunyi maupun yang tampak. Ya Allah, ampunilah kesalahan yang dulu telah kami lakukan dan belum kami lakukan, yang kami sembunyikan maupun yang kami tampakkan dan kesalahan-kesalahan lainnya yang engkau tentu lebih mengetahui tentangnya daripada kami. Engkaulah Yang mendahulukan dan engkaulah Yang mengakhirkan. Tidak ada sesembahan yang benar selain Engkau. Ya Allah, ampunilah dosa orang-orang yang melakukan dosa dan terimalah taubat orang yang bertaubat dan tetapkanlah kesehatan, keselamatan, dan kebaikan bagi keseluruhan kaum muslimin. Ya Allah, berikanlah jalan keluar bagi kesedihan orang yang dilanda duka di antara kaum muslimin dan lepaskanlah kesulitan orang-orang yang tertimpa kesulitan, dan tunaikanlah hutang orang-orang yang terlilit hutang, dan sembuhkanlah orang-orang yang sakit di antara kami dan yang sakit di antara kaum muslimin yang lain. Wahai Rabb kami, sesungguhnya kami telah menganiaya diri kami sendiri maka apabila Engkau tidak mengampuni dan menyayangi kami niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi. Wahai Rabb kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan jagalah kami dari siksa neraka.
Wahai hamba-hamba Allah
Ingatlah kepada Allah Yang Maha Agung niscaya Dia akan mengingat
kalian. Dan bersyukurlah kepada-Nya atas nikmat-ikmat yang
diberikan-Nya kepada kalian niscaya Dia akan menambahkan nikmat kepada
kalian. Sungguh mengingat Allah itulah yang terbesar. Allah Maha
Mengetahui apa pun yang kalian kerjakan.
خطبة الجمعة ليوم 9/5/1428هـ
بعنوان: الإيمان وأسباب زيادته ونقصان
Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-’Abbad
***
Penerjemah: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id