Kategori: Aqidah
Virus yang Mewabah di Tengah Ummat
Sungguh aneh bin ajaib kalau ada seseorang yang mengatakan bahwa pada saat ini dakwah yang menyerukan kepada tauhid dan mengingatkan pada syirik adalah sudah tidak relevan. Sebab di zaman yang modern seperti ini sudah banyak orang yang mempercayai adanya Tuhan dan sangat jarang ditemui ada orang yang menyembah patung, bintang, matahari, berhala dan sebagainya. Mereka juga mengatakan bahwa sekarang ini kita harus memfokuskan dan memperhatikan bagaimana kita harus melawan orang-orang kafir dan merebut kekuasaan.
Pandangan seperti ini muncul karena memang dangkalnya ilmu dan pemahaman yang ada pada orang tersebut, tidak faham apa itu pengertian tauhid dan syirik dengan benar, serta tidak faham dengan inti dakwah setiap rosul. Bukan berarti bahwa melawan orang kafir itu tidak penting. Tidak, sekali-kali tidak! Dengan tulisan ini semoga dapat mendudukkan masalah ini secara benar dan dapat menyadarkan kaum muslimin dari keterlenaannya.
Tauhid Bukan Sekedar Percaya Adanya Tuhan
Sebagian kaum muslimin yang beranggapan bahwa apabila seorang itu telah mengakui adanya Tuhan, maka dia sudah dikatakan bertauhid. Mereka lupa bahwa ini hanyalah bagian dari tauhid, bahkan hanya bagian kecil darinya. Dan belumlah seseorang itu dianggap bertauhid hanya dengan bagian yang ini saja. Sedangkan bagian tauhid yang lain bahkan yang paling pokok di antaranya justru tidak faham. Setiap orang wajib mengesakan Alloh dalam rububiyah, uluhiyah dan asma wa shifat-Nya. Jika ketinggalan satu saja dari ketiga tauhid tersebut belumlah dia dikatakan sebagai seorang yang bertauhid.
Lihatlah kaum musyrik quroisy, bukankah mereka juga mengakui adanya Alloh, bahkan bukankah mereka juga menyembah Alloh? Kenapa mereka masih diperangi oleh Rosululloh? Alloh berfirman: “Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab: ‘Alloh’. Maka katakanlah: ‘Mengapa kamu tidak betakwa (kepada-Nya)?” (Yunus: 31)
Syirik Bukan Sekedar Sujud Kepada Patung
Syirik adalah menyamakan selain Alloh dengan Alloh dalam perkara yang menjadi kekhususan atau hak bagi Alloh. Dari definisi ini, maka jelaslah bagi kita syirik itu tidak hanya sebatas menyembah dan sujud kepada berhala, patung, matahari dan lain-lain, namun lebih luas daripada ini.
Kita lihat juga kaum musyrik yang diperangi oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wassalam dulu, apakah mereka murni benar-benar menyembah atau sujud kepada berhala dan yang lainnya hanya karena mereka batu dan pohon? Ternyata tidak, Alloh menceritakan ucapan mereka: “Tidaklah kami menyembah mereka melainkan agar mereka dapat mendekatkan kami kepada Alloh dengan sedekat-dekatnya.” (Az-Zumar: 3). Mereka menyembah berbagai sesembahan tersebut dengan harapan akan memerantarai pada Alloh.
Syirik juga tidak terhenti di sini, ada juga syirik dalam ketaatan. Tatkala Rosululloh shollallohu ‘alaihi wassalam membacakan ayat: “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tandingan (tuhan) selain Alloh.” (At-Taubah: 31). Sahabat Adi bin Abi Hatim yang pada waktu itu baru masuk Islam menyanggah: “Tidaklah kami itu menyembah mereka”. Maka Rosululloh menjawab: “Bukankah mereka mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Alloh lalu kalian pun ikut mengharamkan, dan bukankah mereka menghalalkan apa yang diharamkan oleh Alloh lalu kalian pun ikut menghalalkan?” Maka Adi bin Abi Hatim pun menjawab: “Benar”. Rosululloh berkata: “Itulah peribadahan kepada mereka”. Lalu sekarang, betapa banyak kaum muslimin yang mereka ikut menghalalkan yang semestinya harom dengan landasan hawa nafsu? Na’udzu billah.
Syirik tidak hanya terbatas pada amalan badan, namun juga amalan hati dan lisan. Alloh berfirman: “Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Alloh; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Alloh. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Alloh.” (Al Baqoroh: 165)
Realita yang Ada di Masyarakat Sekarang Ini
Sungguh aneh masyarakat kita sekarang ini, mereka akan begitu sangat marah apabila ada orang non islam yang mempropagandakan agama mereka dan mengajak orang lain kepada agama mereka. Namun pada saat yang sama, dia telah membiarkan dirinya, anak-anaknya dan keluarganya untuk diseret dan dipengaruhi oleh kesyirikan dan dijauhkan dari aqidah yang lurus, yakni dengan membiarkan di rumahnya sebuah televisi yang tiap harinya selalu dijejali dengan acara-cara kesyirikan. Seolah-olah mereka mengatakan: “Mari silakan masuk, ajari dan pengaruhi keluarga kami dengan acara-acara syirik, bid’ah dan maksiat kalian”. Na’udzu billah!! Bukankah ini terjadi karena tidak fahamnya mereka terhadap apa itu syirik, ancaman dan bahayanya? Ataukah merasa juga telah merasa aman dan jauh akan terjatuh di dalamnya?
Anak-anak kita sudah terbiasa disuguhi dengan film tentang peri, hantu, dukun, sihir, jimat-jimat dan film misteri yang penuh kesyirikan. Sementara anak mudanya tenggelam dalam ramalan bintang/zodiak. Sadarlah wahai saudaraku! itu semua adalah termasuk amalan-amalan kesyirikan.
Dengan Dalih Budaya dan Adat Istiadat
Lebih ironi lagi, ternyata kita juga hidup disuatu masyarakat yang diantara adat istiadat dan budaya mereka merupakan amalan-amalan kesyirikan. Ketika kita mengingatkan mereka ternyata mereka malah balik menuduh bahwa kita adalah orang yang kaku dan tidak faham terhadap esensi dan transformasi nilai. Namun sayang ketika mereka berusaha untuk dijelaskan dan diajak untuk “sedikit” berpikir, hati mereka sudah diliputi oleh dua penyakit yaitu taqlid (ikut-ikutan) dan ta’ashshub (fanatik). Kalau begitu, bagaimana kebenaran ini akan sampai?
Alloh berfirman: “Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Alloh,’ mereka menjawab: ‘(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.’ (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” (Al-Baqoroh: 170)
Kita lihat di sana ada acara nyadran, sekaten, ngelarung, sedekah bumi/laut, suronan dan lain-lain, yang mana acara-acara itu di masyarakat kita sudah mendarah daging, bahkan sudah menjadi komoditi bisnis dan mata pencaharian. Sungguh ironi, mereka beralasan bahwa ini adalah budaya nenek moyang yang harus dilestarikan. Allohu akbar!! Inilah alasan yang menjadi jurus pamungkas kaum musyrikin zaman Rosululloh shollallohu ‘alaihi wassalam tatkala mulut mereka tidak mampu lagi menjawab hujjah Alloh, Na’udzu billah.
Mengingat akan parahnya keadaan ini, maka sudah menjadi tugas kita semua untuk saling mengingatkan dan terus untuk mengingatkan. “Dan tetaplah beri peringatan, karena peringatan itu memberikan manfaat terhadap orang-orang yang beriman.” (Adz-Dzariyat: 55)
***
Penulis: Yusuf Abu Hudzaifah
Artikel www.muslim.or.id
Kategori: Aqidah
Tempat Terlarang Menyembelih Binatang
Pada edisi yang lalu telah dibahas tentang terlarangnya menyembelih untuk selain Allah, karena menyembelih adalah termasuk ibadah maka tidak boleh ditujukan untuk selain Allah Ta’ala. Ada sebagian kaum muslimin yang sudah mengetahui bahwa hal ini ibadah, sehingga tidak ditujukan untuk selain Allah tetapi terjerumus dalam hal yang terlarang lainnya. Banyak diantara mereka yang menyembelih untuk Allah akan tetapi di tempat yang digunakan untuk menyembelih kepada selain Allah seperti di kuburan ‘wali’, tempat pemujaan kesyirikan dengan alasan bahwa sembelihan ini untuk Allah dan telah di ucapkan basmalah lalu bagaimana hukum hal ini? Bolehkah dilakukan?? Maka ikutilah pembahasan berikut ini -semoga Allah menganugerahkan ilmu yang bermanfaat kepada kita-
Kisah Masjid Dhiror
Allah Ta’ala berfirman yang artinya: “Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mu’min), untuk kekafiran dan untuk memecah-belah antara orang-orang mu’min serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah, ‘Kami tidak menghendaki selain kebaikan.’ Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). Janganlah kamu sholat dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalam masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (QS. At Taubah: 107-108)
Masjid yang dilarang sholat tersebut disebut Masjid Dhiror. Masjid ini dibangun tidak di atas dasar iman dan taqwa. Masjid tersebut dinamakan masjid Dhiror karena memberikan mudhorot (bahaya) dan memecah belah kaum muslimin. Allah berfiman tentang kaum munafiq yang artinya: “Maka berpalinglah dari mereka, karena sesungguhnya mereka itu adalah najis dan tempat mereka Jahannam, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (At Taubah: 95)
Adapun kaitannya dengan menyembelih di tempat yang dipergunakan untuk menyembelih hewan kepada selain Allah adalah karena sholat untuk Allah terlarang jika dilakukan di tempat yang dipakai untuk sholat demi selain Allah, maka demikian juga terlarang menyembelih untuk Allah di tempat penyembelihan untuk selain Allah. Sebagaimana Rosululloh SholAllahu ‘alaihi wa sallam melarang sholat ketika matahari terbit atau tenggelam, dikarenakan kedua waktu tersebut digunakan oleh orang kafir untuk menyembah matahari.
Tempat Menyembelih Harus Diperhatikan
Dalil yang lebih jelas akan hal ini sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rosululloh SholAllahu ‘alaihi wa salam; Ada seorang yang bernadzar akan menyembelih seekor unta di Buwanah (nama suatu tempat di sebelah selatan kota Mekkah sebelum Yalamlam, atau anak bukit sebelah Yanbu’) lalu orang itu bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi pun balik bertanya, “Apakah di tempat itu pernah ada berhala jahiliyah yang disembah?” Para sahabat menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya lagi, “Apakah di tempat itu pernah dilaksanakan salah satu perayaan hari raya mereka?” Mereka menjawab, “Tidak.” Maka Rosululloh ShollAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Penuhilah nadzarmu itu. Akan tetapi tidak boleh memenuhi nadzar yang menyalahi hukum Allah dan nadzar dalam perkara yang bukan milik seseorang.” (HR. Abu Dawud, dan isnadnya menurut persyaratan Bukhori dan Muslim. Dishohihkan oleh Syaikh Albani dalam Shohihul Jami)
Pertanyaan Nabi SholAllahu ‘alaihi wa salam tentang status dan keadaan tempat tersebut menunjukkan bahwa jika tempat tersebut adalah tempat berhala atau perayaan orang musyrik maka terlarang menyembelih untuk Allah di situ. Karena pada kedua jenis tempat tersebut biasa dipakai untuk menyembelih untuk selain Allah. Terlarangnya hal itu karena menyerupai perbuatan kaum musyrikin secara lahiriah walaupun niatnya ikhlas untuk Allah semata hal ini tetap terlarang. Adapun jika niatnya untuk selain Allah Ta’ala maka hal ini lebih parah sehingga menjerumuskan pelakunya kedalam kesyirikan pada Allah Ta’ala. Penyerupaan dalam lahiriah ini dapat menyebabkan dampak yang besar bagi kaum muslim yang melihatnya, sehingga mereka akan berpikiran bahwa perbuatan ini dibolehkan di dalam agama Islam sehingga tanpa sadar mereka telah berbuat kesyirikan.
Islam telah menutup segala pintu yang dapat menyebabkan seseorang melakukan kemaksiatan kepada Allah Ta’ala, sebagaimana Allah telah melarang segala perkara yang dapat mendekati zina dalam firmanNya yang artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’: 32). Maka terlebih lagi jalan menuju kesyirikan, di mana hal tersebut dapat mengantarkan seseorang ke dalam neraka selama-lamanya, maka wahai saudaraku berhati-hatilah terhadap jalan-jalan yang menghantarkan kepada kesyirikan Adapun hukum nadzar untuk menyembelih di tempat yang seperti itu adalah termasuk nadzar maksiat dan nadzar maksiat terlarang untuk dilaksanakan.
Jangan Tasyabbuh
Hal lain yang menyebabkan terlarangnya tasyabbuh/menyerupai kaum musyrik segi lahiriah adalah mengingat kesamaan lahiriah akan membawa kepada kesamaan batiniah (keyakinan). Rosululloh SholAllahu ‘alaihi wa sallam telah melarang seseorang untuk menyerupai suatu kaum musrik dalam sabdanya yang artinya: “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia bagian dari kaum tersebut.” (HR. Abu Dawud dengan sanad yang hasan). Sehingga orang yang menyerupai kaum musyikin maka dia adalah bagian dari mereka. Atau memungkinkan adanya syetan yang akan membisikkan niat yang buruk sehingga berkeyakinan bahwa menyembelih di tempat ini lebih utama dari pada di tempat lainnya sehingga tanpa sadar dia akan terjerumus ke dalam jurang kesyirikan, ingatlah saudaraku bahwa syetan terkutuk tidaklah pernah berputus asa untuk menggoda manusia untuk selalu berbuat kemaksiatan sampai akhirnya berbuat syirik. Ingatlah bagaimana kisah seorang Ahli ibadat yang sedikit demi sedikit berbuat kemaksiatan sampai akhirnya melakukan kesyirikan.
Wahai saudaraku jangan sepelekan dosa walau sekecil apapun tapi ingatlah siapa yang kita durhakai yaitu Dzat yang telah menciptakan kita dan telah memberikan nikmat serta rizki sekian banyak pada kita, apakah nikmat tersebut akan kita gunakan untuk bermaksiat kepadaNya?
Semoga Allah menyelamatkan diri dan keluarga kita dari tindakan bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. WAllahu A’lam.
***
Penulis: Abu Abdillah Agus Hermawan
Artikel www.muslim.or.id
Awas Faktor Pemicu Kesyirikan!
Setan sebagai musuh utama anak Adam tidak akan henti-hentinya mendakwahkan kesesatan dan menjauhkan manusia dari jalan Alloh sejauh-jauhnya. Alloh berfirman yang artinya, “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Fathir: 6). Maka tidak selayaknya bagi makhluk yang berakal untuk lalai dari makar dan tipu daya mereka seperti bisikan, was-was, godaan, kerancuan dan menampakkan kebatilan dalam bentuk kebenaran.
Jurus Penyesatan Iblis
Ketahuilah, bahwa Iblis telah memasang berbagai jenis perangkap untuk menggiring manusia menuju neraka. Perangkap setan yang paling berbahaya ialah perangkap kesyirikan. Dari jalan inilah manusia di muka bumi ini banyak disesatkan. Alloh berfirman, “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Alloh, maka pasti Alloh mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” (Al Maidah: 72)
Berikut ini beberapa jalan yang akan menuntun seseorang ke dalam lembah kesyirikan. Wal ‘iyadzu billah.
Berlebih-Lebihan Terhadap Orang-Orang Shalih
Sikap ekstrim dengan mengagungkan orang shalih adalah fenomena yang amat lazim kita temui, baik dulu maupun sekarang. Awalnya manusia sejak terusirnya nabi Adam ke bumi adalah masih dalam keadaan Islam. Ibnu Abbas berkata, “Dalam rentang waktu di antara nabi adam dan Nuh itu ada sepuluh generasi. Semuanya masih dalam keadaan islam.” (HR. Hakim) Setelah itu menyebarlah kesyirikan di bumi untuk kali pertamanya dengan sebab sikap ekstrim tersebut. Maka Alloh mengutus Nuh ‘alaihis salam yang menyeru untuk beribadah hanya kepada-Nya dan melarang peribadahan kepada selain-Nya. Tetapi kaum nabi Nuh justru membantahnya. “Dan mereka berkata: ‘Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr’.” (Nuh: 23)
Inilah nama-nama orang sholih yang ada pada kaum nabi Nuh ‘alaihis salam. Tatkala mereka meninggal, setan membisikkan kepada kaum ini untuk membuat gambar dan patung orang-orang shalih tersebut pada tempat ibadah mereka kemudian menamainya sesuai nama-nama mereka. Mereka beralasan dengan melihat dan mengenang patung serta gambar tersebut, mereka dapat meningkatkan semangat ibadah kepada Alloh. Dalam fase ini mereka belum menyembahnya, sampai kemudian generasi ini meninggal dan bergantilah generasi selanjutnya serta orang tidak lagi mengenal ilmu tauhid, akhirnya patung-patung tersebut disembah.
Sesungguhnya setan mengajak untuk bersikap ekstrim terhadap orang-orang shalih dan mengajak untuk beribadadah kepada kubur. Mereka membisikkan ke dalam hati manusia bahwa sesungguhnya membuat bangunan di atas kubur dan beri’tikaf di dekatnya adalah salah satu tanda cinta terhadap para nabi dan orang shalih. Begitupula berdoa di samping kubur itu mustajab (akan terkabul). Setelah itu setan memindah mereka dari tingkatan ini menuju berdoa dan bersumpah kepada Alloh dengan nama penghuni kubur tesebut. Tatkala hal ini tertanam dalam benak mereka, setan menggiring mereka untuk berdoa dan meminta kepada penghuni kubur serta meminta syafaat kepada selain Alloh, mengambil kuburan sebagai berhala atau tempat bergantung, thowaf (mengelilingi) di kuburan, menciuminya dan menyembelih hewan di sisinya. Setelah tahap ini, setan kemudian menggiring mereka menuju tingkat keempat, yaitu menyeru kepada manusia untuk beribadah kepada kubur dan menjadikannya sebagai tempat perayaan. Setelah itu membisikkan pada mereka bahwa siapa saja yang melarang hal-hal di atas, berarti mencela para nabi dan orang shalih yang merupakan orang-orang mulia (Lihat Nurut Tauhid wa Zhulumatus Syirk karya Syaikh Sa’id bin Ali bin Wahf Al Qahthany).
Membangun Masjid di Atas Kubur dan Membuat Gambar di Dalamnya
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam mengingatkankan bahaya membangun masjid di atas kubur dan menjadikan kubur sebagai masjid (baca: tempat untuk beribadah), karena ibadah kepada Alloh di dekat kubur orang-orang shalih merupakan hal yang dapat menjerumuskan ke dalam peribadatan kepada mereka. Tatkala Ummu Habibah dan Ummu Salamah menceritakan kepada Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam tentang gereja yang ada di Habasyah (Ethiopia) yang di dalamnya terdapat gambar-gambar, beliau berkata, “Sesungguhnya mereka itu ketika seorang shalih di kalangan mereka meninggal, mereka membangun masjid di atas kuburnya, kemudian membuat gambar di dalamnya. Merekalah sejelek-jelek makhluk di sisi Alloh pada hari kiamat.” (HR. Bukhori, Muslim). Bahkan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam memperingatkan umatnya tatkala di akhir hayatnya. Beliau berkata, “Alloh melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani. Mereka menjadikan kubur para nabi mereka sebagai masjid”. Aisyah berkata, “Beliau memperingatkan dari perbuatan mereka.” (HR. Bukhori, Muslim). Beliau juga bersabda sebelum wafat, “Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menjadikan kubur para nabi dan orang shalih sebagai masjid (baca: tempat beribadah), maka sesungguhnya aku melarang kalian dari hal tersebut.” (HR. Muslim)
Menjadikan Kubur Sebagai Tempat Beribadah
Rosululloh mengingatkan umatnya agar tidak menjadikan kubur beliau sebagai berhala yang disembah selain Alloh, terlebih lagi apabila kubur itu kubur selain beliau. Beliau berkata, “Ya Alloh janganlah Kau jadikan kuburku sebagi berhala yang disembah. Sungguh besar kemurkaan Alloh terhadap orang yang menjadikan kubur nabi mereka sebagai masjid.” (HR. Malik, Abu Nu’aim)
Bandingkan dengan realita kaum muslimin sekarang ini. Mereka lebih senang untuk membaca Al Quran di kuburan, akan tetapi di rumahnya sendiri kosong dari bacaan Al Quran. Bukankah Rosululloh bersabda, “Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan…” (HR. Abu Daud, Ahmad)
Menerangi Kubur (Memberinya Lentera, Lilin dll) dan Membangun Kubah di Atasnya
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam memperingatkan umatnya bahaya menerangi kubur. Hal ini karena mendirikan bangunan dan memberi penerangan di atas kubur, mengapur, memberi tulisan dan menjadikannya sebagai masjid adalah termasuk perkara-perkara yang dapat menjerumuskan ke dalam kesyirikan. Ibnu Abbas radhiyallohu ‘anhuma berkata, “Rosululloh melaknat para wanita yang banyak berziarah ke kubur, orang-orang yang menjadikannya sebagai masjid dan orang yang memberi penerangan di atasnya.” (HR. An Nasai, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah)
Rosululloh membersihkan bumi ini dari perkara-perkara yang menjerumuskan ke dalam kesyirikan. Beliau pun telah mengutus beberapa sahabatnya untuk merobohkan kubah-kubah tinggi yang ada di atas kubur dan menghancurkan gambar-gambar ataupun. Abu Al Hayyaj Al Asady berkata, Ali bin Abi Tholib berkata kepadaku, “Maukah engkau kuutus membawa tugas seperti Rosululloh telah mengutusku, yaitu janganlah engkau biarkan gambar atau patung kecuali engkau hancurkan, dan janganlah engkau biarkan kubur yang tinggi kecuali engkau ratakan.” (HR. Muslim). Wallohu A’lam bish Showab.
***
Penulis: Abu Yusuf Johan Lil Muttaqin
Artikel www.muslim.or.id
Dahsyatnya Syirik
Setiap muslim pasti mengetahui bahwa syirik hukumnya adalah haram. Namun, apakah kita telah mengetahui hakikat syirik serta seberapa besar tingkat keharaman dan bahayanya? Boleh jadi ada yang berkata, “Syirik itu haram, harus ditinggalkan!”, namun dalam kesehariannya justru bergelimang dalam amalan kesyirikan sedangkan ia tidak menyadarinya. Oleh karena itu ada baiknya kita kupas permasalahan ini agar tidak terjadi kerancuan di dalamnya.
Makna Syirik
Alloh memberitakan bahwa tujuan penciptaan kita tidak lain adalah untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimana firman Alloh, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz Dzariyat: 56). Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Alloh baik berupa perkataan atau perbuatan, yang lahir maupun yang batin. Ibadah disini meliputi do’a, sholat, nadzar, kurban, rasa takut, istighatsah (minta pertolongan) dan sebagainya. Ibadah ini harus ditujukan hanya kepada Alloh tidak kepada selain-Nya, sebagaimana firman Alloh Ta’ala, “Hanya kepadaMu lah kami beribadah dan hanya kepadaMu lah kami minta pertolongan.” (Al Fatihah: 5)
Barangsiapa yang menujukan salah satu ibadah tersebut kepada selain Alloh maka inilah kesyirikan dan pelakunya disebut musyrik. Misalnya seorang berdo’a kepada orang yang sudah mati, berkurban (menyembelih hewan) untuk jin, takut memakai baju berwarna hijau tatkala pergi ke pantai selatan dengan keyakinan ia pasti akan ditelan ombak akibat kemarahan Nyi Roro Kidul dan sebagainya. Ini semua termasuk kesyirikan dan ia telah menjadikan orang yang sudah mati dan jin itu sebagai sekutu bagi Alloh subhanahu wa ta’ala.
Kedudukan Syirik
Syirik merupakan dosa besar yang paling besar. Abdullah bin Mas’ud rodhiyallohu ta’ala ‘anhu berkata: Aku pernah bertanya kepada Rosululloh , “Dosa apakah yang paling besar di sisi Alloh?” Beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Engkau menjadikan sekutu bagi Alloh, padahal Dialah yang telah menciptakanmu.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Maka sudah selayaknya bagi kita untuk berhati-hati jangan sampai ibadah kita tercampuri dengan kesyirikan sedikit pun, dengan jalan mempelajari ilmu agama yang benar agar kita mengetahui mana yang termasuk syirik dan mana yang bukan syirik. Hendaklah kita merasa takut terjerumus ke dalam kesyirikan, karena samarnya permasalahan ini sebagaimana sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, “Wahai umat manusia, takutlah kalian terhadap kesyirikan, karena syirik itu lebih samar dari (jejak) langkah semut.” (HR. Ahmad)
Syirik Menggugurkan Seluruh Amal
Orang yang dalam hidupnya banyak melakukan amal sholeh seperti sholat, puasa, shodaqoh dan lainnya, namun apabila dalam hidupnya ia berbuat syirik akbar dan belum bertaubat sebelum matinya, maka seluruh amalnya akan terhapus. Alloh Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan jika seandainya mereka menyekutukan Alloh, maka sungguh akan hapuslah amal yang telah mereka kerjakan.” (Al- An’am: 88)
Begitu besarnya urusan ini, hingga Alloh Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya shollallohu ‘alaihi wa sallam, “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu Jika kamu mempersekutukan Alloh, niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (Az Zumar: 65). Para Nabi saja yang begitu banyak amalan mereka diperingatkan oleh Alloh terhadap bahaya syirik, yang apabila menimpa pada diri mereka maka akan menghapuskan seluruh amalnya, lalu bagaimana dengan kita? Apakah kita merasa aman dari bahaya kesyirikan?
Oleh karena itu beruntunglah orang-orang yang menyibukkan diri dalam mempelajari masalah tauhid (lawan dari syirik) dan syirik agar bisa terhindar sejauh-jauhnya, serta merugilah orang-orang yang menyibukkan dirinya dalam masalah-masalah yang lain atau bahkan menghalang-halangi dakwah tauhid!!
Pelaku Syirik Akbar Kekal di Neraka dan Dosanya Tidak Akan Diampuni Oleh Alloh Ta’ala
Alloh Ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Alloh tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia akan mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang Dia kehendaki.” (An-Nisa’: 48). Juga firman-Nya yang artinya, “Barangsiapa yang mensekutukan Alloh, pasti Alloh haramkan atasnya untuk masuk surga. Dan tempatnya adalah di neraka. Dan tidak ada bagi orang yang dhalim ini seorang penolongpun.” (Al-Ma’idah: 72).
Orang Musyrik Haram Dinikahi
Hal ini berdasarkan firman Alloh yang artinya, “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Alloh mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Alloh menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (Al-Baqarah: 221)
Sembelihan Orang-Orang Musyrik Haram Dimakan
Alloh Ta’ala berfirman, “Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Alloh ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.” (Al-An’am: 121)
Begitu besarnya bahaya syirik, maka sudah selayaknya bagi setiap orang untuk takut terjerumus dalam dosa ini yang akan menyebabkan ia merugi di dunia dan di akhirat. Bagaimana mungkin kita tidak takut padahal Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam saja takut terhadap masalah ini? Sampai-sampai beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam berdoa supaya dijauhkan dari perbuatan syirik. Beliau mengajarkan sebuah do’a yang artinya, “Ya Alloh, aku berlindung kepada-Mu dari mempersekutukan-Mu padahal aku mengetahui bahwa itu syirik. Dan ampunilah aku terhadap dosa yang tidak aku ketahui.” (HR. Ahmad)
Semoga Alloh Ta’ala menjaga kita semua dari kesyirikan. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita shollallohu ‘alaihi wa sallam, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.
***
Penulis: Ibnu Ali Sutopo Yuwono
Artikel www.muslim.or.id
Jimat, Gaya Hidup Modern?
Manusia modern biasanya mempunyai pola pikir yang rasional dan realistis. Namun di zaman yang serba modern ini sangat disayangkan masih banyak orang yang berpikir secara tidak rasional sehingga mereka banyak mempercayai hal-hal yang irasional, contoh konkretnya adalah jimat. Dalam budaya masyarakat Indonesia pada umumnya, jimat sangat populer dan lekat dengan kehidupan sehari-hari. Berbagai bentuk jimat kini marak di kolom-kolom iklan media cetak. Kalau hanya sekedar irasional, maka masalahnya tidak sebesar jika irasional ini sampai menjurus kepada kesyirikan.
Hakikat Jimat (Tamimah)
Tamimah (jimat) pada masa jahiliah adalah sesuatu yang dikalungkan pada anak kecil untuk menolak ain (suatu penyakit yang disebabkan oleh pandangan mata). Namun pengertian tamimah sekarang ini tidak terbatas pada bentuk dan kasus tertentu, tetapi mencakup semua benda dari bahan apapun, bagaimanapun cara pakainya dan tempat pakainya. Ada yang dari bahan kain, benang, kerang maupun tulang, baik dipakai dengan cara dikalungkan, digantungkan dan sebagainya. Tempatnya pun bervariasi baik di mobil, rumah, leher, kaki dan sebagainya. Contoh gampangnya seperti kalung, batu akik, cincin, sabuk (ikat pinggang), rajah (tulisan Arab yang ditulis per huruf dan kadang ditulis terbalik), selendang, keris atau benda-benda yang digantungkan pada tempat tertentu seperti di atas pintu di kendaraan, di pintu depan rumah, diletakkan pada ikat pinggang atau sebagai ikat pinggang, sebagai susuk, atau ditulis di kertas, dibakar lalu diminum dan lain-lain dengan maksud untuk mengusir atau tolak balak.
Dalil-Dalil Tentang Haramnya dan Kesyirikan Tamimah
Ketahuilah bahwa memakai tamimah hukumnya terlarang. Alloh berfirman:
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: Siapakah yang menciptakan langit dan bumi? Niscaya mereka menjawab: Alloh, Katakanlah: Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Alloh, jika Alloh hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Alloh hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmatNya? Katakanlah: Cukuplah Alloh bagiku. Kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri. (QS. Az Zumar: 38)
Berhalaberhala sesembahan orang musyrik tersebut tidak mampu memberikan manfaat atau menolak mudharat bagi penyembahnya karena memang berhala bukan merupakan sebab untuk mencapai maksud penyembahnya. Begitu pula dengan para pengguna tamimah yang telah mengambil sebab yang bukan merupakan sebab.
Dalam banyak hadits juga disebutkan hal yang serupa. Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam melihat seseorang yang memakai gelang kuningan di tangannya, maka beliau bertanya, Apa ini? Orang itu menjawab, Penangkal sakit. Nabi pun bersabda, Lepaskanlah, karena dia hanya akan menambah kelemahan pada dirimu. Jika kamu mati sedang gelang itu masih ada pada tubuhmu maka kamu tidak akan beruntung selama-lamanya. (HR. Ahmad). Nabi memerintahkan untuk melepas tamimah tersebut dan mengancam dengan ancaman yang sangat keras jika tidak dilepas hingga mati, menunjukkan tamimah dosa yang sangat besar. Dan ancaman tidak akan beruntung selama-lamanya hanya tertuju pada kesyirikan.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Hudzaifah, bahwa ia melihat seorang lakilaki di tangannya ada benang untuk mengobati sakit panas, maka dia putuskan benang itu seraya membaca firman Alloh taala,
Dan sebagian besar dari mereka itu beriman kepada Alloh, hanya saja mereka pun berbuat syirik (kepada Nya). (QS. Yusuf: 106)
Hudzaifah memahami bahwa tamimah merupakan kesyirikan oleh karena itu beliau membawakan firman Alloh di atas untuk mendalili kesyirikan tersebut. Nabi shollallohu alaihi wa sallam bersabda yang artinya, Barang siapa menggantungkan sesuatu barang (dengan anggapan bahwa barang itu bermanfaat atau dapat melindungi dirinya), niscaya Alloh menjadikan dia selalu bergantung kepada barang tersebut. (HR. Imam Ahmad dan At Tirmidzi). Hadits ini menunjukkan bahwa pengguna tamimah akan terlantar dan tidak mendapatkan pertolongan Alloh, ini bukti bahwa tamimah sangat tercela.
Nabi bersabda kepada Ruwaifi yang artinya, Hai Ruwaifi, semoga engkau berumur panjang. Untuk itu sampaikanlah kepada orang-orang bahwa siapa saja yang mengikat jenggotnya atau memakai kalung dari tali busur panah atau beristinja dengan kotoran binatang ataupun dengan tulang, maka sesungguhnya Muhammad berlepas diri dari semua itu. (HR. Ahmad). Berlepas dirinya Rosululloh dari pengguna tamimah bukti bahwa hal itu merupakan dosa besar.
Jenis dan Hukum Tamimah
Tamimah ditinjau dari wujudnya ada dua macam: (1) Tamimah berupa Al Quran (2) Tamimah bukan dari Al Quran. Jika tamimah itu berupa Al Quran (misalnya digantungkan dalam mobil untuk menolak bala) maka pendapat yang lebih kuat dalam hal ini adalah terlarang, meskipun hukumnya tidak syirik karena menggunakan Al Quran di sini berarti bersandar kepada kalamulloh bukan kepada makhluk. Hal tersebut terlarang karena keumuman dalil larangan tamimah. Jika tamimah dengan ayat diperbolehkan niscaya Rosululloh akan menjelaskannya seperti halnya ruqyah. Di samping itu pemakaian tamimah dengan Al Quran dapat menyebabkan terlecehkannya Al Quran seperti ketika dibawa ke kamar kecil.
Jika tamimah itu berupa non Al Quran maka hukumnya haram dan termasuk kesyirikan. Jika seseorang meyakini bahwa jimat itu hanya sebagai sebab semata dan tidak memiliki kekuatan sendiri maka ia terjatuh dalam syirik kecil. Adapun bila ia meyakini bahwa jimat tersebut dapat berpengaruh tanpa kehendak Alloh maka ia terjatuh dalam syirik akbar, karena hatinya telah bersandar kepada selain Alloh.
Hukum-Hukum Sebab
Dalam mengambil sebab maka harus diperhatikan tiga hal:
Pertama, sebab yang diambil harus yang terbukti secara syari atau qodari. Secara syari maksudnya sebab tersebut telah ditunjukkan oleh Al Quran atau As Sunnah dapat mengantarkan kepada maksud atau tujuan. Misalnya amal sholeh adalah sebab masuk surga. Adapun secara qodari maksudnya pengalaman atau penelitian menunjukkan bahwa sesuatu tersebut memang merupakan sebab yang mengantarkan kepada maksud. Contoh makan adalah sebab untuk kenyang, belajar adalah sebab untuk lulus ujian. Sebab qodari ini ada yang halal dan ada yang haram, contoh yang halal yaitu belajar agar menjadi pintar dan contoh yang haram yaitu korupsi agar cepat kaya.
Kedua, hati tetap bersandar kepada Alloh dan tidak bersandar kepada sebab. Maksudnya ketika mengambil sebab hatinya senantiasa bertawakal memohon pertolongan kepada Alloh demi berpengaruhnya sebab tersebut. Hatinya tidak condong kepada sebab tersebut sehingga merasa tenang kepada sebab. Jika seseorang telah memperhitungkan segala sesuatunya kemudian ia merasa pasti akan berhasil maka padanya ada indikasi telah bersandar kepada sebab. Begitu pula seseorang yang kecewa berat atas sebuah kegagalan padahal dia merasa sudah mengambil sebab sebaik-baiknya juga terdapat indikasi bahwa ia telah bersandar kepada sebab.
Ketiga, tetap memiliki keyakinan betapapun keampuhan sebuah sebab berpengaruh dan tidaknya hanya Alloh yang menaqdirkannya. Artinya jika Alloh menghendaki sebab itu berpengaruh maka sebab tersebut akan berpengaruh. Tetapi jika Alloh menghendaki untuk tidak berpengaruh maka tidak akan menghasilkan apaapa walaupun sebab tersebut sangat kuat. Contohnya yaitu api yang besar yang adatnya dapat membakar. Namun tatkala Alloh menghendaki lain justru api itu menjadi dingin seperti kisah Nabi Ibrahim. Demikianlah sekelumit hal-hal yang berkaitan jimat. Semoga dapat menjadikan diri kita semakin dekat dengan Alloh dengan menegakkan tauhid pada diri kita sendiri dan menjauhkan diri dair kesyirikan, besar dan kecilnya. Wallohu Alam Bish showab.
***
Penulis: Abu Abdirrohman Bambang (Alumni Mahad Ilmi)
Artikel www.muslim.or.id
Kategori: Aqidah
Ternyata Kesyirikan di Zaman Kita Lebih Parah
Para pembaca yang budiman, diantara musibah besar yang menimpa kaum muslimin dewasa ini adalah acuh terhadap urusan agama dan sibuk dengan urusan dunia. Oleh karena itu banyak diantara mereka yang terjerumus ke dalam hal-hal yang diharamkan Alloh karena sedikitnya pemahaman tentang permasalahan-permasalahan agama. Dan jurang terdalam yang mereka masuki yaitu lembah hitam kesyirikan.
Perbuatan dosa yang paling besar inipun begitu samar bagi kebanyakan manusia karena kejahilan mereka dan rajinnya setan dalam meyesatkan manusia sebagaimana yang dikisahkan Alloh tentang sumpah iblis, “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus.” (Al-A’rof: 16). Bahkan kesyirikan hasil tipudaya iblis yang terjadi pada masa kita sekarang ini lebih parah daripada kesyirikan yang terjadi pada zaman Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam…!! Kenapa bisa demikian ?
Kemusyrikan Zaman Dahulu Hanya di Waktu Lapang
Sesungguhnya orang-orang musyrik pada zaman Rosululloh melakukan kesyirikan hanya ketika dalam keadaan lapang saja. Namun tatkala mereka dalam keadaan sempit, terjepit, susah dan ketakutan mereka kembali mentauhidkan Alloh, hanya berdo’a kepada Alloh saja dan melupakan segala sesembahan selain Alloh. Hal ini sebagaimana dikabarkan oleh Alloh tentang keadaan mereka, “Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih.” (Al-Isra’: 67). “Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada Alloh) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: ‘Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka’.” (Az-Zumar: 8).
Itulah keadaan musyrikin zaman dahulu, lalu bagaimana keadaan musyrikin pada zaman kita ini? Ternyata sama saja bagi orang-orang musyrik zaman kita ini, baik dalam waktu lapang ataupun sempit tetap saja mereka menjadikan bagi Alloh sekutu. Tatkala punya hajatan (misalnya pernikahan, membangun rumah ataupun yang lainnya) mereka memberikan sesajen ke tempat-tempat yang dianggap keramat. Tatkala sesuatu ketika terkena musibah, mereka beranggapan bahwa mereka telah kuwalat terhadap yang mbaurekso (jin penunggu) kampungnya kemudian meminta ampun dan berdoa kepadanya agar menghilangkan musibah itu atau pergi ke dukun untuk menghilangkannya. Ini adalah bentuk kesyirikan kepada Alloh yang amat nyata. Alloh berfirman, “Hanya bagi Alloh-lah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan sesuatu yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan doa (ibadah) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.” (Ar-Ro’du: 14)
Sesembahan Musyrikin Dulu Lebih Mending Sholehnya
Orang-orang musyrik pada zaman Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wasallam menjadikan sekutu bagi Alloh dari dua kelompok, yang pertama adalah hamba-hamba Alloh yang sholeh, baik dari kalangan para nabi, malaikat ataupun wali. Dan yang kedua adalah seperti pohon, batu dan lainnya. Lalu bagaimana keadaan orang-orang musyrik zaman kita? Saking parahnya keadaan mereka, orang-orang yang telah mereka kenal sebagai orang suka berbuat maksiatpun mereka sembah dan diharapkan berkahnya. Lihat betapa banyak orang yang berbondong-bondong ngalap berkah ke makam Pangeran Samudro dan Nyai Ontrowulan di Gunung Kemukus, Sragen. Diceritakan bahwa mereka berdua adalah seorang anak dan ibu tiri (permaisuri raja) dari kerajaan Majapahit yang berselingkuh, kemudian mereka diusir dari kerajaan dan menetap di Gunung Kemukus hingga meninggal. Konon sebelum meninggal Pangeran Samudro berpesan bahwa keinginan peziarah dapat terkabul jika melakukan seperti apa yang ia lakukan bersama ibu tirinya. Sehingga sebagai syarat “mujarab” untuk mendapat berkah di sana, harus dengan berselingkuh dulu…!! Allohu Akbar!
Musyrikin Zaman Dahulu Tidak Menyekutukan Alloh Dalam Rububiyah-Nya
Tauhid Rububiyah adalah mengikrarkan bahwa Alloh lah satu-satunya pencipta segala sesuatu, yang memberikan rizki, yang menghidupkan dan mematikan serta hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Alloh. Ini semua diakui oleh orang-orang musyrik zaman dahulu. Dalilnya adalah firman Alloh, “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: ‘Alloh’, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Alloh )?.” (Az-Zukhruf: 87). Juga firman-Nya, “Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab: ‘Alloh.’ Maka katakanlah ‘Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?’.” (Yunus: 31)
Akan tetapi titik penyimpangan mereka yaitu kesyirikan dalam Tauhid Uluhiyah (mengikrarkan bahwa hanya Alloh sajalah yang berhak ditujukan kepada-Nya segala bentuk ibadah, seperti do’a, nadzar, menyembelih kurban dan lain-lain). Inilah yang diingkari oleh musyrikin zaman dulu. Mereka berdoa kepada patung atau penghuni kubur bukan dengan keyakinan bahwa patung itu bisa mengabulkan do’a mereka atau punya kekuasaan untuk mendatangkan keburukan, namun yang mereka maksudkan hanyalah supaya patung (sebagai perwujudan dari orang sholeh) atau penghuni kubur itu dapat menyampaikan do’a mereka kepada Alloh. Mereka berkeyakinan bahwa orang sholeh itu yang telah diwujudkan/dilambangkan dalam bentuk gambar/patung tersebut mempunyai kedudukan mulia di sisi Alloh. Sementara mereka merasa banyak berbuat dosa dan maksiat, sehingga tidak pantas meminta langsung kepada Alloh, tetapi harus melalui perantara. Inilah yang mereka kenal dengan meminta syafa’at pada sesembahan mereka Mereka (orang-orang musyrik) mengatakan, “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Alloh dengan sedekat- dekatnya.” (Az-Zumar: 3)
Lalu bagaimana keadaan musyrikin sekarang ini? Diantara mereka ada yang berkeyakinan bahwa yang memberikan jatah ikan bagi nelayan, yang mengatur ombak laut selatan adalah Nyi Roro Kidul. Sungguh tidak seorang pun dapat menciptakan seekor ikan kecil pun, ini adalah hak khusus Alloh dalam Rububiyah-Nya, tetapi mereka menisbatkannya kepada Nyi Roro Kidul. Allohu akbar! betapa keterlaluan dan lancangnya terhadap Pencipta alam semesta!!! Sehingga tidaklah heran pula jika banyak diantara masyarakat yang takut memakai baju hijau tatkala berada di pantai selatan, karena khawatir ditelan ombak yang telah diatur oleh Nyi Roro Kidul.
Lihatlah, betapa orang-orang musyrik zaman dahulu lebih berakal daripada orang-orang musyrik sekarang ini. Karena maraknya bentuk-bentuk kesyirikan dan samarnya hal tersebut sudah seharusnya setiap kita untuk mempelajari ilmu tauhid agar dapat menghindarkan diri sejauh-jauhnya dari segala macam bentuk kesyirikan. Sungguh betapa jahilnya orang yang mengatakan “Untuk apa belajar tauhid sekarang ini?”
Akhirnya kita memohon kepada Alloh agar memberikan kepada kita taufik dan menjauhkan diri kita dari berbagai macam bentuk kesyirikan yang merupakan sebab kehancuran di dunia maupun di akhirat. Wallohu A’lam.
***
Penulis: Ibnu ‘Ali Al-Barepany
Artikel www.muslim.or.id
Awas Syirik!!! (1)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabat dan seluruh pengikut mereka yang setia. Amma ba’du, sesungguhnya sebenar-benar ucapan adalah Kitabullah. Sebaik-baik jalan adalah jalan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek urusan adalah bid’ah. Dan setiap bid’ah pasti sesat.
Para pembaca yang budiman, Allah ta’ala berfirman di dalam kitabnya yang mulia,
إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik kepada-Nya dan Dia akan mengampuni dosa lainnya yang berada di bawah tingkatannya bagi siapa saja yang dikehendaki oleh-Nya.” (QS. An Nisaa’: 116)
Pengertian dan Ruang lingkup Syirik
Syirik adalah menyamakan antara selain Allah dengan Allah ta’ala dalam perkara yang termasuk kategori kekhususan yang hanya dimiliki oleh Allah ta’ala saja. Kekhususan Allah itu meliputi tiga hal utama, Pertama; hak rububiyah, seperti mencipta, mengatur alam, menguasainya, mengabulkan do’a dan lain-lain. Kedua; hak uluhiyah, seperti berhak untuk diibadahi, menjadi tujuan do’a, permintaan tolong, permintaan perlindungan, tujuan dalam melaksanakan persembahan atau sembelihan, menjadi tujuan harapan, rasa takut dan kecintaan yang disertai dengan ketundukkan. Ketiga, hak kesempurnaan Nama-nama dan Sifat-sifat, seperti menyandang nama Allah, Ar Rabb dan Ar Rahman, atau memiliki sifat mengetahui yang Gaib, Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Mengetahui, yang tidak ada sesuatupun yang menyamai-Nya. Jadi kesyirikan itu bisa terjadi dalam hal rububiyah, uluhiyah maupun nama dan sifat-Nya.
Syaikh Al Albani rahimahullah mengatakan, “Barang siapa yang bisa membersihkan diri dari ketiga macam syirik ini dalam penghambaaan dan tauhidnya kepada Allah, dia mengesakan Zat-Nya, beribadah hanya kepada-Nya dan mengesakan sifat-sifatNya, maka dialah muwahhid sejati. Dialah pemilik berbagai keutamaan khusus yang dimiliki oleh kaum yang bertauhid. Dan barangsiapa yang kehilangan salah satu bagian darinya maka kepadanyalah tertuju ancaman yang terdapat dalam firman Allah ta’ala, semacam, “Sungguh jika kamu berbuat syirik niscaya akan terhapus seluruh amalmu dan kamu benar-benar termasuk orang yang merugi”. Camkanlah perkara ini, sebab inilah perkara terpenting dalam masalah akidah…” (Al ‘Aqidah Ath Thahawiyah, Syarh wa Ta’liq, hal. 17-18) Adapun yang sering disebut dengan syirik saja oleh para ulama maka yang dimaksud adalah syirik dalam hal uluhiyah/ibadah, dan inilah yang akan kita bicarakan sekarang. Yaitu syirik dalam hal ibadah.
Dahsyatnya Bahaya Kesyirikan
Berikut ini beberapa dalil dari Al Quran maupun As Sunnah yang hendaknya kita perhatikan dengan seksama. Dalil-dalil itu akan menggambarkan kepada kita sebuah gambaran mengerikan dan sangat menakutkan tentang dahsyatnya bahaya kesyirikan. Semoga Allah menyelamatkan diri kita darinya.
Pertama, Dosa syirik tidak akan diampuni oleh Allah. Allah ta’ala berfirman,
إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik kepada-Nya, dan Dia akan mengampuni dosa lain yang berada di bawah tingkatan syirik bagi siapa saja yang dikehndaki oleh-Nya.” (QS. An Nisaa’: 48 dan 116)
Kedua, Allah mengharamkan surga dimasuki oleh orang yang berbuat syirik. Allah ta’ala berfirman,
إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّهُ عَلَيهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
“Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka sesungguhnya Allah telah mengharamkan surga baginya dan tempat kembalinya adalah neraka, dan tiada seorang penolongpun bagi orang-orang zhalim tersebut.” (QS. Al Maa’idah: 72)
Ketiga, seorang musyrik akan kekal berada di dalam siksa neraka. Allah ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُوْلَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dari kalangan ahli kitab dan orang-orang musyrik berada di dalam neraka Jahannam dan kekal di dalamnya, mereka itulah sejelek-jelek ciptaan.” (QS. Al Bayyinah: 6)
Keempat, dosa kesyirikan akan menghapuskan semua pahala amal shalih, betapapun banyak amal tersebut. Allah ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada para Nabi sebelum engkau, ‘Jika kamu berbuat syirik maka pastilah seluruh amalmu akan lenyap terhapus dan kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az Zumar: 65)
Kelima, syirik adalah kezhaliman yang paling zalim. Allah ta’ala berfirman,
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya syirik itu adalah kezhaliman yang sangat besar.” (QS. Luqman: 13)
Allah ta’ala juga berfirman,
لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ
“Sungguh Kami telah mengutus para utusan Kami dengan keterangan-keterangan, dan Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca supaya manusia menegakkan keadilan.” (QS. Al Hadiid: 25)
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Allah memberitakan bahwa Dia mengutus para Rasul-Nya, menurunkan kitab-kitabNya agar manusia menegakkan yaitu keadilan. Salah satu di antara keadilan yang paling agung adalah tauhid. Ia adalah pokok terbesar dan pilar penegak keadilan. Sedangkan syirik adalah kezaliman yang sangat besar. Sehingga syirik merupakan kezaliman yang paling zalim, sedangkan tauhid merupakan keadilan yang paling adil…” (Ad Daa’ wad Dawaa’, hal. 145)
Keenam, syirik merupakan dosa terbesar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada para sahabatnya yang artinya, “Maukah kalian aku kabarkan tentang dosa-dosa yang paling besar?” (beliau ulangi pertanyaan itu tiga kali) Maka para sahabat menjawab, “Mau ya Rasulullah.” Lalu beliau bersabda, “Berbuat syirik terhadap Allah dan durhaka kepada kedua orang tua…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketujuh, orang yang berbuat syirik sehingga murtad maka menurut ketetapan syariat Islam dia berhak dihukum bunuh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Tidak halal menumpahkan darah seorang muslim kecuali dengan satu di antara tiga penyebab: seorang yang sudah menikah tapi berzina, seorang muslim yang membunuh saudaranya (seagama) atau orang yang meninggalkan agamanya sengaja memisahkan diri dari jama’ah (murtad dari Islam).” (HR. Bukhari dan Muslim). Beliau juga bersabda, “Barang siapa yang mengganti agamanya maka bunuhlah dia.” (HR. Ahmad dan Bukhari)
Kedelapan, amal yang tercampur dengan syirik akan sia-sia dan sirna sebagaimana debu-debu yang beterbangan disapu oleh angin. Allah ta’ala berfirman,
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاء مَّنثُوراً
“Dan Kami akan hadapi semua amal yang pernah mereka amalkan (sewaktu di dunia) kemudian Kami jadikan amal-amal itu sia-sia seperti debu-debu yang beterbangan.” (QS. Al Furqan: 23)
Kesembilan, orang yang berbuat syirik dalam beramal maka dia akan ditelantarkan oleh Allah. Allah ta’ala berfirman dalam sebuah hadits qudsi yang artinya, “Aku adalah Zat yang Maha Kaya dan paling tidak membutuhkan sekutu, oleh sebab itu barang siapa yang beramal dengan suatu amalan yang dia mempersekutukan sesuatu dengan-Ku di dalam amalnya itu maka pasti Aku akan telantarkan dia bersama kesyirikannya itu.” (HR. Muslim)
Kesepuluh, bahaya syirik lebih dikhawatirkan oleh Nabi daripada bahaya Dajjal. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Maukah kalian aku beritahukan tentang sesuatu yang paling aku khawatirkan mengancam kalian dalam pandanganku dan lebih menakutkan daripada Al Masih Ad Dajjal?” Maka para sahabat menjawab, “Mau (ya Rasulullah).” Beliau pun bersabda, “Yaitu syirik yang samar. Apabila seseorang mendirikan shalat sambil membagus-baguskan shalatnya karena dia melihat ada orang lain yang memperhatikan shalatnya.” (HR. Ahmad)
Kesebelas, syirik kecil adalah dosa yang sangat dikhawatirkan terjadi pada generasi terbaik yaitu para sahabat radhiallahu ‘anhum. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda yang artinya, “Sesuatu yang paling aku khawatirkan menimpa kalian adalah syirik kecil.” Maka beliau pun ditanya tentangnya. Sehingga beliau menjawab, “Yaitu riya’/ingin dilihat dan dipuji orang.” (HR. Ahmad, dishahihkan Al Albani dalam Ash Shahihah no. 951 dan Shahihul Jami’ no. 1551)
Kedua belas, Syirik adalah bahaya yang sangat dikhawatirkan oleh bapak para Nabi yaitu Ibrahim ‘alaihis salam akan menimpa pada dirinya dan pada anak keturunannya. Allah ta’ala mengisahkan doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim di dalam ayat-Nya,
رَبِّ اجْعَلْ هَـذَا الْبَلَدَ آمِناً وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ الأَصْنَامَ
“Dan jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari penyembahan kepada arca-arca.” (QS. Ibrahim: 35)
Ibrahim At Taimi mengatakan, “Lalu siapakah orang selain Ibrahim yang bisa merasa aman dari ancaman bencana (syirik)?!” Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata, “Maka tidak ada lagi yang merasa aman dari terjatuh dalam kesyirikan kecuali orang yang bodoh tentangnya dan juga tidak memahami sebab-sebab yang bisa menyelamatkan diri darinya; yaitu ilmu tentang Allah, ilmu tentang ajaran Rasul-Nya yaitu mentauhidkan-Nya serta larangan dari perbuatan syirik terhadapnya.” (Fathul Majid, hal. 72).
Ketiga belas, orang yang mati dalam keadaan masih musyrik maka pasti masuk neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Barang siapa yang menjumpai Allah (mati) dalam keadaan mempersekutukan sesuatu dengan-Nya maka pasti masuk neraka.” (HR. Muslim)
Keempat belas, orang yang berbuat syirik maka amalnya tidak akan diterima. Allah ta’ala berfirman,
فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً
“Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya hendaklah dia beramal shalih dan tidak mempersekutukan apapun dengan Allah dalam beribadah kepada tuhannya itu.” (QS. Al Kahfi: 110)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata sembari menukilkan ayat, “[Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya] artinya barangsiapa yang menginginkan pahala dan balasan kebaikan dari-Nya, [maka hendaklah dia beramal shalih], yaitu amal yang sesuai dengan syariat Allah. [dan dia tidak mempersekutukan apapun dalam beribadah kepada kepada Tuhannya] Artinya dia adalah orang yang hanya mengharapkan wajah Allah saja dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Inilah dua buah rukun diterimanya amalan. Suatu amal itu harus ikhlas untuk Allah dan benar yaitu berada di atas tuntunan syariat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Tafsir Ibnu Katsir, 5/154). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda yang artinya, “Barang siapa yang mendatangi paranormal kemudian menanyakan sesuatu kepadanya maka shalatnya tidak akan diterima selama 40 malam.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Kelima belas, seorang mujahid, da’i atau ahli baca Quran serta dermawan yang terjangkiti kesyirikan maka akan diadili pertama kali pada hari kiamat dan kemudian dibongkar kedustaannya lalu dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan wajahnya tertelungkup dan diseret oleh Malaikat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Sesungguhnya orang pertama kali diadili pada hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan kemudian ditampakkan kepadanya nikmat-nikmat yang diberikan kepadanya maka dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apa yang kamu lakukan dengannya?” Dia menjawab, “Aku berperang untuk-Mu sampai aku mati syahid.” Allah berfirman, “Engkau dusta, sebenarnya engkau berperang karena ingin disebut sebagai pemberani. Dan itu sudah kau dapatkan.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka. Kemudian ada seseorang yang telah mendapatkan anugerah kelapangan harta. Dia didatangkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang diperolehnya. Maka dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apakah yang sudah kamu perbuat dengannya?” Dia menjawab, “Tidaklah aku tinggalkan suatu kesempatan untuk menginfakkan harta di jalan-Mu kecuali aku telah infakkan hartaku untuk-Mu.” Allah berfirman, “Engkau dusta, sebenarnya engkau lakukan itu demi mendapatkan julukan orang yang dermawan, dan engkau sudah memperolehnya.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka. Kemudian seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya dan juga membaca Al Quran. Dia didatangkan kemudian ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sudah didapatkannya dan dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apakah yang sudah kau perbuat dengannya ?” Maka dia menjawab, “Aku menuntut ilmu, mengajarkannya dan membaca Al Quran karena-Mu.” Allah berfirman, “Engkau dusta, sebenarnya engkau menuntut ilmu supaya disebut orang alim. Engkau membaca Quran supaya disebut sebagai Qari’.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim)
Keenam belas, orang yang berbuat syirik akan merasa kecanduan dengan sesembahannya dan ditelantarkan oleh Allah. Abdullah bin ‘Ukaim meriwayatkan secara marfu’ (sampai kepada Nabi) bahwasanya beliau bersabda, “Barang siapa yang menggantungkan sesuatu (jimat dan semacamnya, red) maka dia akan dibuat bersandar dan tergantung kepadanya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi, dinilai hasan Al Arna’uth dalam Takhrij Jami’ul Ushul 7/575)
Ketujuh belas, orang yang menyembah selain Allah adalah orang paling sesat sejagad raya. Allah ta’ala berfirman,
وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّن يَدْعُو مِن دُونِ اللَّهِ مَن لَّا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَومِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَن دُعَائِهِمْ غَافِلُ وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاء وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ
“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyeru kepada sesembahan-sesembahan selain Allah, sesuatu yang jelas-jelas tidak dapat mengabulkan doa hingga hari kiamat, dan sesembahan itu juga lalai dari doa yang mereka panjatkan. Dan apabila umat manusia nanti dikumupulkan (pada hari kiamat) maka sesembahan-sesembahan itu justru akan menjadi musuh serta mengingkari peribadatan yang dilakukan oleh para pemujanya.” (QS. Al Ahqaf: 5-6)
Kedelapan belas, orang yang berbuat syirik adalah sosok-sosok manusia yang sangat dungu lagi tidak mau mengambil pelajaran. Allah ta’ala berfirman,
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّن نَّزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ مِن بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka; Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?” Tentu mereka akan menjawab, “Allah”, Katakanlah, “Segala puji bagi Allah.” tetapi kebanyakan mereka tidak memahaminya.” (QS. Al ‘Ankabut: 63)
Allah juga berfirman,
أَيُشْرِكُونَ مَا لاَ يَخْلُقُ شَيْئاً وَهُمْ يُخْلَقُونَ وَلاَ يَسْتَطِيعُونَ لَهُمْ نَصْراً وَلاَ أَنفُسَهُمْ يَنصُرُونَ
“Apakah mereka itu mau mempersekutukan (dengan Allah) sesuatu yang tidak bisa menciptakan apa-apa dan mereka sendiri pun sebenarnya diciptakan, mereka juga tidak sanggup memberikan sedikitpun pertolongan dan tidak bisa pula menolong diri mereka sendiri.” (QS. Al A’raaf: 191-192)
Allah jalla wa ‘ala juga berfirman,
وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِن قِطْمِيرٍ إِن تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ
“Dan sesembahan-sesembahan selain-Nya yang kalian seru itu tidak bisa menguasai setipis kulit ari sekalipun. Jika kalian menyeru mereka (berhala), maka mereka itu tidak bisa mendengar doa kalian. Dan seandainya mereka itu bisa mendengar maka mereka juga tidak akan bisa mengabulkan permintaan kalian, dan pada hari kiamat nanti mereka akan mengingkari perbuatan syirik kalian, dan tiada yang bisa menyampaikan kepadamu tentang hakikat segala hal sebagaimana (Allah) Zat yang maha mengetahui.” (QS Faathir: 13-14)
Kesembilan belas, orang yang berbuat syirik adalah orang yang berkepribadian rendah dan tidak yakin dengan kemahakuasaan Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Thiyarah (menganggap sial karena melihat, mendengar atau mengetahui sesuatu) adalah syirik. Thiyarah adalah syirik…” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, hadits hasan shahih, lihat Al Jadid, hal. 259)
Kedua puluh, amalan orang yang berbuat syirik atau mengangkat thaghut (sesuatu yang disembah, ditaati atau diikuti sehingga menjadi sosok tandingan bagi Allah) akan berubah menjadi penyesalan abadi di akhirat kelak. Allah ta’ala berfirman,
إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُواْ مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُواْ وَرَأَوُاْ الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الأَسْبَابُ وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُواْ لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّؤُواْ مِنَّا كَذَلِكَ يُرِيهِمُ اللّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ وَمَا هُم بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ
“(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan ketika segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti; “Seandainya kami dapat kembali ke dunia, pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami.” Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluardari api neraka.” (QS. Al Baqarah: 166-167)
Kedua puluh satu, orang yang berbuat syirik sehingga mencintai sesembahan atau pujaannya sebagai sekutu dalam hal cinta ibadah maka dia tidak akan bisa merasakan manisnya iman. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Ada tiga ciri, barang siapa yang memilikinya maka dia akan bisa merasakan manisnya iman: (1) Apabila Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai olehnya daripada segala sesuatu selain keduanya. (2) Apabila dia bisa mencintai seseorang hanya karena Allah saja. (3) Apabila dia merasa begitu benci untuk kembali dalam kekafiran setelah Allah selamatkan dirinya darinya sebagaimana orang yang tidak mau dilemparkan ke dalam kobaran api.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua puluh dua, orang yang berbuat syirik maka tidak akan diberikan kecukupan oleh Allah. Allah ta’ala berfirman,
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً
“Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah (bertauhid dan tidak menyandarkan hatinya kepada selain Allah) maka Allah akan mencukupinya. Sesungguhnya Allah akan menyelesaikan urusannya, dan Allah telah menentukan takdir dan ketentuan waktu bagi segala sesuatu.” (QS. Ath Thalaq: 3)
Kedua puluh tiga, celakalah budak harta benda dan pemuja mode busana. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Binasalah hamba dinar, hamba dirham, hamba Khamishah, hamba Khamilah. Jika dia diberi maka dia senang tapi kalau tidak diberi maka dia murka. Binasalah dan rugilah dia…” (HR. Bukhari)
Khamishah adalah kain dari bahan sutera atau wol yang bercorak, sedangkan Khamilah adalah kain beludru (lihat Al Jadid, hal. 330 dan Fathul Majid, hal. 365).
Syaikh Muhammad bin Abdul ‘Aziz Al Qar’awi mengatakan, “Hadits itu menunjukkan bahwasanya barang siapa yang menjadikan (kesenangan) dunia sebagai tujuan akhir kehidupan serta puncak cita-citanya maka sesungguhnya dia telah menyembahnya dan mengangkatnya sebagai sekutu selain Allah.” (Al Jadid, hal. 332).
Kedua puluh empat, orang yang berbuat syirik pasti akan tertimpa bencana atau siksa yang sangat pedih dan menyakitkan. Allah ta’ala berfirman,
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah merasa takut orang-orang yang menyelisihi urusan Rasul kalau-kalau mereka itu akan tertimpa fitnah (bala/bencana) atau siksa yang sangat pedih.” (QS. An Nuur: 63)
-bersambung, insya Allah-
***
Penulis: Abu Muslih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
Awas Syirik!!! (2)
Syirik Akbar
Syirik akbar adalah perbuatan atau keyakinan yang membuat pelakunya keluar dari Islam. Bentuknya ialah dengan memaksudkan salah satu peribadatan (lahir maupun batin) kepada selain Allah, seperti berdoa kepada selain Allah, berkorban untuk jin, dan sebagainya. Apabila ia meninggal dan belum bertaubat maka akan kekal berada di dalam neraka.
Macam-Macam Syirik Akbar
Pertama, Syirik dalam hal doa. Yaitu perbuatan memanjatkan permohonan kepada selain Allah di samping kepada Allah. Allah ta’ala berfirman,
فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
“Apabila mereka menaiki kapal (dan terombang-ambing di tengah samudera) maka mereka pun berdoa kepada Allah dengan ikhlas (tidak syirik sebagaimana ketika dalam kondisi tentram di darat). Kemudian tatkala Kami selamatkan mereka ke daratan maka merekapun berbuat syirik.” (QS. Al ‘Ankabuut: 65)
Termasuk kategori syirik ini adalah meminta perlindungan (isti’adzah) kepada selain Allah dalam perkara yang hanya dapat dilakukan oleh Allah, meminta pertolongan (isti’anah) kepada selain Allah, meminta dihilangkan bala (istighatsah) kepada selain Allah, dan lain-lain.
Kedua, syirik dalam hal niat dan keinginan. Yaitu melakukan suatu amal ibadah dengan niat karena selain Allah. Seperti orang yang beramal akhirat semata-mata untuk meraih keuntungan duniawi. Allah ta’ala berfirman,
مَن كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لاَ يُبْخَسُونَ أُوْلَـئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلاَّ النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُواْ فِيهَا وَبَاطِلٌ مَّا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
“Barang siapa yang mengharapkan kehidupan dunia dan perhiasannya maka Kami akan penuhi keinginan mereka dengan membalas amal itu di dunia untuk mereka dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Mereka itulah orang-orang yang tidak meraih apa-apa ketika di akhirat melainkan siksa neraka dan lenyaplah semua amal yang mereka perbuat selama di dunia dan sia-sialah segala amal usaha mereka.” (QS. Huud: 15-16)
Ketiga, syirik dalam hal ketaatan. Yaitu menaati selain Allah untuk berbuat durhaka kepada Allah. Seperti contohnya mengikuti para tokoh dalam hal mengharamkan apa yang dihalalkan Allah atau menghalalkan apa yang diharamkan Allah. Allah ta’ala berfirman,
اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَاباً مِّن دُونِ اللّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُواْ إِلاَّ لِيَعْبُدُواْ إِلَـهاً وَاحِداً لاَّ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Mereka telah menjadikan para pendeta (ahli ilmu) dan rahib (ahli ibadah) mereka sebagai sesembahan-sesembahan selain Allah, begitu pula (mereka sembah) Al Masih putra Maryam. Padahal mereka itu tidak disuruh melainkan supaya menyembah sesembahan yang satu. Tidak ada sesembahan yang hak selain Dia, Maha suci Dia (Allah) dari segala bentuk perbutan syirik yang mereka lakukan.” (QS. At Taubah: 31)
Keempat, syirik dalam hal kecintaan. Yaitu mensejajarkan selain Allah dengan Allah dalam hal kecintaan. Allah ta’ala berfirman,
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللّهِ أَندَاداً يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللّهِ وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَشَدُّ حُبّاً لِّلّهِ
“Dan di antara manusia ada orang yang mengangkat sekutu-sekutu selain Allah yang mereka cintai sebagaimana kecintaan mereka kepada Allah.” (QS. Al Baqarah: 165)
Kalau mensejajarkan saja sudah begitu besar dosanya, lalu bagaimana lagi jika seseorang justru lebih mencintai pujaannya lebih dalam daripada kecintaannya kepada Allah? Lalu bagaimana lagi orang yang sama sekali tidak menaruh rasa cinta kepada Allah?! Laa haula wa laa quwwata illa billaah (lihat At Tauhid li Shaffits-Tsaalits Al ‘Aali, hal. 10-11)
Syirik Ashghar
Syirik ashghar (kecil) yaitu perbuatan atau keyakinan yang mengurangi keutuhan tauhid. Apabila seseorang terjerumus di dalamnya maka dia menanggung dosa yang sangat besar, bahkan dosa besar yang terbesar di bawah tingkatan syirik akbar dan di atas dosa-dosa besar lain seperti mencuri dan berzina. Namun orang yang melakukannya tidak sampai keluar dari Islam, tapi hampir-hampir saja keluar. Dan apabila meninggal dalam keadaan berbuat syirik ashghar ini maka pelakunya termasuk orang yang diancam tidak diampuni dosanya dan terancam dijatuhi siksa di neraka, meskipun tidak akan kekal di sana. Syirik ashghar ini terbagi menjadi syirik zhahir (tampak) dan syirik khafi (tersembunyi/samar).
Pertama, syirik zhahir. Jenis ini meliputi ucapan dan perbuatan fisik yang menjadi sarana menuju syirik akbar. Bisa juga diartikan dengan ucapan dan perbuatan yang disebut sebagai syirik oleh dalil-dalil syariat akan tetapi tidak mencapai tingkatan tandid/persekutuan secara mutlak. Contohnya adalah bersumpah dengan menggunakan selain nama Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang bersumpah dengan menyebut selain nama Allah maka dia telah kafir atau berbuat syirik.” (HR. Tirmidzi, beliau (Tirmidzi) menghasankannya, dan dishahihkan juga oleh Al Hakim). Contoh lainnya adalah mengatakan,
مَا شَاءَ اللهُ ثًمَّ شِئْتَ
“Apa pun yang Allah kehendaki dan yang kamu inginkan.”
Ketika ada seseorang yang mengatakan ucapan itu kepada beliau, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam marah dan bersabda, “Apakah engkau hendak menjadikan aku sebagai sekutu bagi Allah?! Katakanlah Apa pun yang Allah kehendaki, cukup itu saja.” (HR. Nasa’i)
Atau mengatakan, “Seandainya bukan karena dokter maka saya tidak akan sembuh”, dan lain sebagainya. Adapun yang berupa perbuatan fisik ialah seperti memakai jimat untuk tolak bala apabila meyakininya sebagai sebab perantara saja untuk mewujudkan keinginannya. Akan tetapi jika dia meyakininya sebagai faktor utama penentu tercapainya tujuan maka status perbuatan itu berubah menjadi syirik akbar dan mengeluarkan pelakunya dari lingkaran Islam.
Kedua, Syirik kafi (tersembunyi). Jenis ini terletak di dalam gerak-gerik hati manusia. Ia dapat berujud rasa ingin dilihat dan menginginkan pujian orang dalam beramal (riya’) atau ingin didengar (sum’ah). Seperti contohnya: membagus-baguskan gerakan atau bacaan shalat karena mengetahui ada orang yang memperhatikannya. Contoh lainnya adalah bersedekah karena ingin dipuji, berjihad karena ingin dijuluki pemberani, membaca Quran karena ingin disebut Qari’, mengajarkan ilmu karena ingin disebut sebagi ‘Alim, dan lain-lain. Dengan catatan dia masih mengharapkan keridhaan Allah dari perbuatannya itu. Amal yang tercampuri syirik semacam ini tidak akan diterima oleh Allah. Dan apabila ternyata dia hanya mencari tujuan-tujuan hina itu maka perbuatan yang secara lahir berupa amal shalih itu telah berubah menjadi syirik akbar, sebagaimana halnya riya’ yang dimiliki oleh orang munafik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda yang artinya, “Sesuatu yang paling aku khawatirkan menimpa kalian adalah syirik kecil”. Maka beliau pun ditanya tentangnya. Sehingga beliau menjawab, “Yaitu riya’/ingin dilihat dan dipuji orang.” (HR. Ahmad, dishahihkan Al Albani dalam Ash Shahihah no. 951 dan Shahihul Jami’ no. 1551). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Binasalah hamba dinar, hamba dirham, hamba Khamishah, hamba Khamilah. Jika dia diberi maka dia senang tapi kalau tidak diberi maka dia murka. Binasalah dan rugilah dia…” (HR. Bukhari) (lihat At Tauhid li Shaffits Tsalits Al ‘Aali, hal. 11-12).
Cara-Cara untuk Membentengi Diri dari Syirik
- Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah ‘azza wa jalla dengan senantiasa berupaya memurnikan tauhid.
- Menuntut ilmu syar’i.
- Mengenali dampak kesyirikan dan menyadari bahwasanya syirik itu akan menghantarkan pelakunya kekal di dalam Jahanam dan menghapuskan amal kebaikan.
- Menyadari bahwasanya syirik akbar tidak akan diampuni oleh Allah.
- Tidak berteman dengan orang-orang yang bodoh yang hanyut dalam berbagai bentuk kesyirikan.
Maka berhati-hatilah saudaraku dari syirik dengan seluruh macamnya, dan ketahuilah bahwasanya syirik itu bisa berbentuk ucapan, perbuatan dan keyakinan. Terkadang satu kata saja bisa menghancurkan kehidupan dunia dan akhirat seseorang dalam keadaan dia tidak menyadarinya. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kalian tahu apa yang difirmankan Rabb kalian?” Mereka (para sahabat) mengatakan, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu”. Beliau bersabda, “Pada pagi hari ini ada di antara hamba-Ku yang beriman dan ada yang kafir kepada-Ku. Orang yang berkata, ‘Kami telah mendapatkan anugerah hujan berkat keutamaan Allah dan rahmat-Nya maka itulah yang beriman kepada-Ku dan kafir terhadap bintang. Adapun orang yang berkata, ‘Kami mendapatkan curahan hujan karena rasi bintang ini atau itu, maka itulah orang yang kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang.’” (Muttafaq ‘alaih) (lihat sebuah buku kecil berjudul ‘Isyruuna ‘uqbatan fii Thariiqil Muslim).
Buku-Buku Tentang Tauhid dan Syirik
Para pembaca yang budiman bisa mengkaji lebih dalam lagi tentang hakikat tauhid dan syirik berdasarkan dalil-dalil Al Quran maupun Al Hadits beserta keterangan dari para ulama yang terpercaya melalui buku-buku atau kitab-kitab berikut ini:
- Tsalatsatul Ushul (Tiga Landasan Utama) karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
- Qawa’idul Arba’ (Empat Kaidah Penting) karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
- Kitab Tauhid Alladzi Huwa Haqqullahi ‘Alal ‘Abiid karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
- Kasyfu Syubuhaat karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
- Dalaa’ilut Tauhid (50 tanya jawab akidah) karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
- Tanbihaat Muhtasharah Syarh Al Wajibaat (Penjelasan hal-hal yang harus diketahui oleh setiap muslim dan muslimah) karya Syaikh Ibrahim bin Syaikh Shalih Al Khuraishi
- Syarah Tsalatsatul Ushul (Penjelasan Tiga Landasan Utama) karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
- Hasyiyah Tsalatsatul Ushul karya Syaikh Abdurrahman bin Qasim Al Hanbali An Najdi rahimahullah
- Taisirul Wushul ila Nailil Ma’muul karya Syaikh Nu’man bin Abdul Karim Al Watr
- Hushulul Ma’mul bi Syarhi Tsalatsatil Ushul karya Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan
- Thariqul Wushul ila Idhaahi Tsalatsatil Ushul karya Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali hafizhahullah
- Syarah Kitab Tsalatsatul Ushul karya Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh hafizhahullah
- Syarah Qawa’idul Arba’ karya Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh
- Fathul Majid Syarah Kitab Tauhid (Membongkar akar kesyirikan) karya Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah
- Qaulus Sadid fi Maqashidi Tauhid (Penjabaran sistematik kitab tauhid) karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah
- Qaulul Mufid Syarah Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
- Ibthalut Tandiid bi Ikhtishaari Syarhi Kitabit Tauhid karya Syaikh Hamad bin ‘Atiq rahimahullah
- Al Mulakhkhash fi Syarhi Kitabit Tauhid karya DR. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah
- Al Jadid fi Syarhi Kitabit Tauhid (Cara mudah memahami tauhid) karya Syaikh Muhammad bin Abdul ‘Aziz Al Qar’awi
- At Tamhid li Syarhi Kitabit Tauhid karya Syaikh Shalih bin Abul ‘Aziz Alusy Syaikh hafizhahullah
- Syarah Kasyfu Syubuhaat karya Syaikh Shalih Al Fauzan
- Syarah Kasfyu Syubuhaat karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin
- Syarah Kasyfu Syubuhaat karya Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh
- At Taudhihaat Al Kasyifaat ‘ala Kasfi Syubuhaat karya Syaikh Muhammad bin Abdullah bin Shalih Al Habdan
- Ad Dalaa’il wal Isyaraat ‘ala Kasyfi Subuhaat karya Syaikh Shalih bin Muhammad Al Asmari
- Minhaaj Al Firqah An Najiyah karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
- Kitab ‘Aqidah Ath Thahawiyah karya Imam Abu Ja’far Ath Thahawi rahimahullah
- Syarah ‘Aqidah Thahawiyah karya Imam Ibnu Abil ‘Izz Al Hanafi rahimahullah
- ‘Aqidah Thahawiyah Syarh wa Ta’liq karya Syaikh Al Albani rahimahullah
- Ta’liq ‘Aqidah Thahawiyah karya Syaikh Shalih Al Fauzan
- Al Minhah Al Ilahiyah fi Tahdzib Syarh Thahawiyah karya Syaikh Abdul Akhir Hammad Al Ghunaimi
- Dan lain-lain
Kitab Tauhid 1, 2 dan 3 karya Syaikh Shalih Al Fauzan dan para ulama lainnya
Memurnikan Tauhid dari Kotoran Syirik
Syaikh Abdurrahman bin Hasan mengatakan bahwa makna merealisasikan tauhid ialah memurnikannya dari kotoran-kotoran syirik, bid’ah dan maksiat (lihat Ibthaalu Tandiid hal. 28) Sehingga untuk bisa merealisasikan tauhid seorang muslim harus:
- Meninggalkan syirik dalam semua jenisnya: Syirik akbar, syirik ashghar, dan syirik khafi.
- Meninggalkan seluruh bentuk bid’ah.
- Meninggalkan seluruh bentuk maksiat. (At Tamhiid, hal. 33)
Tauhid benar-benar akan terrealisasi pada diri seseorang apabila di dalam dirinya terkumpul tiga perkara, yaitu:
- Ilmu, karena tidak mungkin seseorang mewujudkan sesuatu yang tidak diketahuinya. Allah berfirman yang artinya, “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan yang hak selain Allah.” (QS. Muhammad: 19)
- Keyakinan (I’tiqad). Karena orang yang mengetahui tauhid tanpa meyakininya adalah orang yang sombong. Maka orang seperti ini tidak akan bisa merealisasikan tauhid. Hal itu sebagaimana keadaan orang musyrikin Quraisy yang paham makna tauhid tapi justru menolaknya, sebagaimana dikisahkan oleh Allah di dalam ayat-Nya yang artinya, “(mereka berkata) Apakah dia (Muhammad) akan menjadikan tuhan-tuhan yang banyak itu menjadi satu sesembahan saja. Sungguh, ini adalah perkara yang sangat mengherankan !” (QS. Shaad: 5)
- Ketundukan terhadap aturan (Inqiyad). Orang yang telah mengetahui hakikat tauhid dan meyakininya akan tetapi tidak mau tunduk terhadap konsekuensinya bukanlah orang yang merealisasikan tauhid. (lihat Al Qaul Al Mufid ‘ala Kitab At Tauhid, jilid 1 hal. 55).
Balasan Bagi Orang yang Bersih Tauhidnya
Allah ta’ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُواْ وَلَمْ يَلْبِسُواْ إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُوْلَـئِكَ لَهُمُ الأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al An’aam: 82)
Syaikh Hamad bin ‘Atiq rahimahullah mengatakan, “Mereka itu adalah orang-orang yang mentauhidkan Allah dan tidak menodai tauhidnya dengan kesyirikan. Mereka itulah yang mendapatkan keamanan. Sedangkan keamanan itu ada dua macam (1) keamanan mutlak dan (2) keamanan muqayyad/tidak mutlak. Yang pertama itu ialah keamanan dari tertimpa azab. Keamanan ini diperuntukkan bagi orang yang meninggal di atas tauhid dan tidak terus menerus berkubang dalam dosa-dosa besar. Adapun yang kedua berlaku bagi orang yang meninggal di atas tauhid akan tetapi dia masih dalam keadaan berkubang dalam dosa-dosa besar. Maka dia akan memperoleh keamanan dari hukuman kekal di dalam neraka.” (Ibthalu Tandiid, hal. 19).
Semoga Allah ‘azza wa jalla menjadikan kita termasuk di antara hamba-hamba-Nya yang benar-benar memurnikan tauhid dari sampah-sampah syirik. Alhamdulillaahi Rabbil ‘aalamiin.
***
Penulis: Abu Muslih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
Bahaya Syirik
Segala puji itu hak Allah zat yang telah mengutus rasul-Nya dengan membawa ilmu yang manfaat serta amal shalih untuk memenangkan agama-Nya atas semua agama dan cukuplah Allah sebagai saksi.
Aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan diri-Nya semata, tiada sekutu bagi-Nya. Hal ini saya ucapkan sebagai ikrar atas keesaan-Nya.
Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya yang mengajak manusia untuk menuju ridha-Nya dengan mengesakan-Nya.
Semoga Allah menyanjungnya, keluarganya dan semua sahabatnya serta memberi tambahan keselamatan.
Wahai orang-orang yang beriman, para hamba Allah, bertakwalah kalian kepada Allah. Siapa yang bertakwa kepada Allah maka Allah akan menjaganya dan membimbingnya untuk melakukan kebaikan dalam semua urusan baik urusan agama ataupun urusan dunia. Ketahuilah bahwa takwa adalah melakukan ketaatan kepada Allah karena beriman kepada Allah dan berharap pahala dari-Nya dan meninggalkan perbuatan maksiat karena beriman kepada Allah dan merasa takut dengan siksaan-Nya.
Menjadi kewajiban setiap muslim untuk hidup di dunia ini dalam keadaan merasa khawatir jika melakukan suatu hal atau suatu dosa yang menyebabkan Allah marah dan murka.
Perkara paling penting yang seorang hamba itu wajib merasa takut dengannya sehingga dia bersemangat untuk menjaga diri darinya dan memaksa jiwanya untuk menjauhinya adalah kemusyrikan. Memang merasa takut untuk melakukan kemusyrikan adalah sebuah tujuan agung yang wajib diwujudkan oleh setiap muslim.
Kemusyrikan adalah dosa yang paling besar, paling berbahaya, merupakan tindakan kezaliman yang paling zalim, kejahatan yang paling besar dan dosa yang tidak bakal terampuni.
Menyekutukan Allah adalah perbuatan menghancurkan rububiyyah dan melecehkan uluhiyyah Allah serta berburuk sangka dengan pencipta alam semesta.
Kemusyrikan adalah menyamakan makhluk dengan Allah yang hal ini berarti menyamakan makhluk yang tidak sempurna dan tidak punya apa-apa dengan zat yang agung serta kaya raya.
Kemusyrikan adalah sebuah dosa yang rasa takut kita dengannya harus lebih besar dibandingkan rasa takut kita dengan hal selainnya.
Terdapat banyak dalil dalam al Qur’an dan sunah yang jika direnungkan dan ditelaah oleh seorang hamba akan menyebabkan timbulnya rasa takut di dalam hati terhadap kemusyrikan sehingga dia akan mewaspadainya dan menjaga diri jangan sampai terjerumus ke dalamnya.
Renungkanlah firman Allah yang terdapat dalam dua ayat dalam surat an Nisa
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
Yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS an Nisa: 48)
Dalam ayat ini terdapat penjelasan yang sangat jelas bahwa orang yang berjumpa Allah dalam keadaan musyrik maka tidak ada harapan baginya untuk mendapatkan ampunan Allah karena tempat kembalinya adalah neraka dan dia akan kekal di dalamnya. Di dalamnya dia tidak akan mati tidak pula ada keringanan siksa untuknya. Sebagaimana firman Allah,
وَالَّذِينَ كَفَرُوا لَهُمْ نَارُ جَهَنَّمَ لا يُقْضَى عَلَيْهِمْ فَيَمُوتُوا وَلا يُخَفَّفُ عَنْهُمْ مِنْ عَذَابِهَا كَذَلِكَ نَجْزِي كُلَّ كَفُورٍ (٣٦)وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ (٣٧)
Yang artinya, “Dan orang-orang kafir bagi mereka neraka Jahannam. mereka tidak dibinasakan sehingga mereka mati dan tidak (pula) diringankan dari mereka azabnya. Demikianlah Kami membalas Setiap orang yang sangat kafir. Dan mereka berteriak di dalam neraka itu: “Ya Tuhan Kami, keluarkanlah Kami niscaya Kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah Kami kerjakan”. dan Apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun.” (QS Fathir: 36-37)
Di antara faktor penyebab timbulnya rasa takut di dalam hati orang yang beriman dengan kemusyrikan adalah merenungkan keadaan orang-orang shalih dan para nabi yang merasa demikian takut terhadap dosa yang sangat besar ini.
Cukuplah dalam kesempatan ini kita renungkan bersama doa pemimpin orang-orang yang bertauhid, sang kekasih Allah, Ibrahim. Beliau adalah seorang yang telah Allah angkat sebagai kekasih-Nya. Beliau hancurkan patung-patung berhala dengan tangannya. Beliau berdakwah mengajak manusia untuk mentauhidkan Allah dan telah melakukan hal yang luar biasa untuk itu. Renungkanlah doa beliau sebagaimana yang terdapat dalam al Qur’an,
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الأصْنَامَ (٣٥)رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي وَمَنْ عَصَانِي فَإِنَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (٣٦)
Yang artinya, “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. Ya Tuhanku, Sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia. Maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku. Dan barangsiapa yang mendurhakai Aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Ibrahim 35-36)
Renungkanlah pemimpin orang-orang yang bertauhid berdoa kepada Allah agar dirinya dan anak keturunannya dijauhkan dari penyembahan terhadap berhala. Artinya beliau meminta agar dirinya dan keturunannya diletakkan di posisi yang jauh dan tidak dekat dengan kemusyrikan dengan bahasa lain tidak terjerumus dalam jaring-jaring dan berbagai sarana pengantar menuju kemusyrikan.
Salah seorang ulama salaf, Ibrahim at Taimi namanya, suatu ketika membaca ayat ini lantas berkomentar, “Siapa berani merasa terjamin selamat dari kemusyrikan setelah Ibrahim?”
Artinya jika Ibrahim sang kekasih Allah saja merasa khawatir melakukan kemusyrikan dan berdoa kepada Allah agar selamat darinya maka bagaimana mungkin orang selainnya berani merasa aman darinya?
Nabi kita setiap pagi berdoa sebanyak tiga kali. Demikian pula setiap sore. Beliau berdoa, “Ya Allah aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kekafiran dan dari kefakiran dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari siksa kubur.”
Diantara doa Nabi sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim adalah, “Ya Allah, aku hanya pasrah kepada-Mu, beriman kepada-Mu, bertawakal kepada-Mu dan kembali kepada-Mu. Hanya karena-Mu aku mendebat. Aku memohon perlindungan dengan kemuliaan-Mu yang tiada sesembahan yang pantas disembah melainkan diri-Mu agar engkau tidak menyesatkanku. Engkau adalah zat yang hidup dan tidak mati. Sedangkan jin dan manusia mati.”
Di antara doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah, “Ya Allah, aku memohon hidayah dan sikap yang benar kepada-Mu.”
Hadits-hadits seputar hal ini banyak sekali. Bahkan Ummu Salamah mengatakan bahwa mayoritas doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah “Wahai zat yang membolak-balikkan hati palingkanlah hati kami untuk tetap mentaatimu.” Aku yaitu Ummu Salamah bertanya, “Wahai Nabi, apakah hati itu bisa berubah-ubah?” Nabi bersabda, “Memang, semua hati itu diantara dua jemari Allah. Dia membolak-balikkannya sebagaimana yang Dia kehendaki. Jika Dia mau maka Dia akan mengarahkan hati tersebut pada kebenaran dan jika Dia mau maka Dia akan menyesatkan hati tersebut.”
Di antara dalil dalam permasalahan ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam al Musnad dan yang lainnya. Suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat, “Sesungguhnya hal yang paling aku khawatirkan pada kalian adalah syirik kecil.” Para sahabat lantas bertanya tentang apa yang dimaksud dengan syirik kecil. “Riya’”, jawab Nabi.
Para ulama mengatakan jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja mengkhawatirkan para sahabat terjerumus dalam kemusyrikan kecil padahal mereka adalah mereka dalam masalah ketaatan dan tauhid lantas bagaimana dengan orang yang levelnya sangat jauh di bawah para sahabat bahkan tidak ada sepersepuluh dengan para sahabat dalam masalah tauhid dan ibadah?
Terdapat riwayat dalam kitab al Adab al Mufrod yang kualitas sanadnya adalah hasan mengingat banyaknya riwayat pendukung, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh kemusyrikan di tengah-tengah kalian itu lebih samar dari pada langkah semut.”
Salah seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bukankah kemusyrikan adalah mengangkat tandingan untuk Allah padahal Dia adalah sang pencipta?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya sungguh kemusyrikan di tengah-tengah kalian itu lebih samar dibandingkan dengan langkah semut.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah kutunjukkan kepada kalian suatu kalimat yang jika kalian ucapkan maka Allah akan menghilangkan dari kalian dosa kemusyrikan baik sedikit ataupun banyak.”
“Tentu”, jawab para sahabat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itulah ucapan Ya Allah kami memohon perlindungan kepada-Mu jangan sampai kami menyekutukan-Mu dalam keadaan kami mengetahuinya dan kami memohon ampunan kepada-Mu untuk dosa yang tidak kami ketahui.”
Menjadi kewajiban kita bersama untuk menghafalkan doa ini dan rutin membacanya.
Ya Allah kami memohon perlindungan kepada-Mu jangan sampai kami menyekutukan-Mu dalam keadaan kami mengetahuinya dan kami memohon ampunan kepada-Mu untuk dosa yang tidak kami ketahui.
Di antara hal yang menyebabkan timbulnya rasa khawatir dengan kemusyrikan adalah apa yang Nabi katakan dalam banyak hadits bahwa ada di antara umat beliau akan ada yang kembali menyembah berhala. Hal ini terdapat dalam beberapa hadits diantaranya adalah:
Terdapat dalam Sunan Abu Daud dan yang lainnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sehingga beberapa kabilah dari umatku bergabung dengan orang-orang musyrik dan beberapa kabilah dari umatku menyembah berhala.”
Dalam hadits yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi hingga pantat para wanita dari suku Daud bergoyang di hadapan Dzul Kholashoh.” Dzul Kholashoh adalah nama berhala.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Sungguh kalian akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sampai-sampai jika mereka masuk ke dalam lobang biawak gurun tentu kalian juga akan memasukinya.”
Semua hadits di atas Nabi sampaikan dalam rangka menghendaki kebaikan untuk umatnya dan untuk mengingatkan umatnya dari bahaya dosa yang sangat besar itu dan kejahatan yang sangat ngeri itu.
Semoga Allah melindungi kita semua darinya.
Di antara faktor yang mendorong kita untuk memiliki kekhawatiran dengan kemusyrikan adalah orang musyrik itu dekat dengan neraka. Tidak ada yang menghalangi untuk masuk neraka kecuali karena belum mati saja.
Renungkanlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terdapat dalam Sahih Bukhari, “Barang siapa mati dalam keadaan berdoa kepada selain Allah maka pasti akan masuk neraka.”
Para ulama mengatakan bahwa dalam hadits ini terdapat dalil bahwa neraka itu dekat dengan orang musyrik. Tidak ada penghalangnya dengan neraka melainkan karena belum mati.
Semua dalil di atas mendorong orang beriman untuk merasa sangat khawatir dengan kemusyrikan. Kemudian rasa khawatir tersebut menggerakkan hati untuk mempelajari dosa besar tersebut supaya bisa mewaspadainya dan menjaga diri darinya dalam hidup ini.
Oleh karena itu, dalam Sahih Bukhari Hudzaifah bin al Yaman mengatakan, “Para sahabat Nabi suka bertanya kepada Nabi tentang kebaikan sedangkan aku suka bertanya kepada beliau mengenai keburukan karena aku khawatir dengannya.”
Ya Allah, lindungi kami dari kemusyrikan wahai pemilik alam semesta. Ya Allah, lindungi kami dari kemusyrikan wahai zat yang memiliki keagungan dan kemuliaan.
Ya Allah kami memohon perlindungan kepada-Mu jangan sampai kami menyekutukan-Mu dalam keadaan kami mengetahuinya dan kami memohon ampunan kepada-Mu untuk dosa yang tidak kami ketahui.
Ya Allah, kami memohon kepada-Mu tauhid yang murni dan iman yang membaja.
Ya Allah kami memohon perlindungan kepada-Mu dari perbuatan menyesatkan orang lain ataupun disesatkan oleh orang lain wahai zat yang memiliki keagungan dan kemuliaan.
Ya Allah, aku memohon kepada-Mu hidayah, takwa, terjaganya kehormatan dan kecukupan rizki
Demikianlah yang aku sampaikan. Aku memohon ampunan untukku dan kalian serta seluruh kaum muslimin dari seluruh dosa.
Mohonlah ampunan kepada-Nya niscaya Dia akan mengampuni kalian sesungguhnya Dia maha pengampun lagi maha penyayang
Khutbah Kedua
Segala puji itu milik Allah. Dialah dzat yang memiliki kebaikan yang
sangat besar dan anugrah serta kedermawanan yang sangat luas.
Aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah semata, tanpa ada sekutu baginya.
Aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Semoga
Allah menyanjung dan memberi keselamatan untuknya, keluarganya dan
semua shahabatnya.
Terdapat banyak dalil dari al Qur’an dan sunah yang menunjukkan bahwa
kemusyrikan itu ada dua macam yaitu besar dan kecil. Dua macam
kemusyrikan ini berbeda pengertian dan konsekuensinya.
Pengertian syirik besar adalah menyamakan selain Allah dengan Allah baik dalam rububiyyah, nama dan sifat ataupun dalam uluhiyyah.
Siapa saja yang menyamakan selain Allah dengan Allah dalam salah satu hak khusus Allah maka dia telah menyekutukan Allah dengan syirik besar yang mengeluarkan palakunya dari agama Islam.
Sedangkan syirik kecil adalah segala perbuatan yang dicap sebagai kemusyrikan oleh dalil, akan tetapi belum sampai derajat syirik besar. Contohnya adalah bersumpah dengan Allah, ucapan ’sebagaimana kehendak Allah dan kehendakmu’, ’seandainya tidak demikian tentu yang terjadi adalah demikian dan demikian’ dan ucapan-ucapan semisal yang mengandung kemusyrikan akan tetapi orang yang mengucapkannya tidak memaksudkannya.
Sedangkan konsekuensi hukum dari dua macam kemusyrikan tersebut di Akherat tentu berbeda. Pelaku syirik besar itu kekal di dalam neraka selamanya, tidak mati tidak pula mendapatkan keringanan siksa.
Sedangkan syirik kecil dampaknya tidak sampai seperti itu. Meski pada asalnya syirik kecil itu dosa besar yang paling besar sebagaimana perkataan sahabat, Abdullah bin Mas’ud. Beliau berkata, “Sungguh jika aku bersumpah dengan menyebut nama Allah sedangkan isi sumpahku adalah dusta itu lebih aku sukai dari pada aku bersumpah dengan selain nama Allah meskipun isi sumpahku adalah benar.”
Bersumpah dengan selain nama Allah meski isi sumpahnya benar adalah kemusyrikan. Sedangkan bersumpah dengan nama Allah sedangkan isinya adalah dusta adalah melakukan dosa besar yaitu dusta. Dosa besar tidak bisa dibandingkan dengan kemusyrikan. Ini menunjukkan kepahaman para sahabat dengan agama ini.
Permasalahan kemusyrikan dan mengetahui bentuk-bentuknya adalah permasalahan yang sangat penting untuk diperhatikan mengingat banyak orang yang tidak mengetahui perkara agung ini.
Banyak orang yang melakukan berbagai amalan dan perkara yang merupakan kemusyrikan namun mereka tidak mengetahui bahwa itu adalah kemusyrikan. Bahkan sebagian orang tertipu dengan nama dan label sehingga tercegah dari ibadah yang murni untuk Allah akhirnya melakukan berbagai hal yang haram bahkan berbagai perbuatan kemusyrikan. Semoga Allah melindungi kita.
Kita memohon kepada Allah agar memahamkan kita semua dengan agama-Nya dan memberi taufik kepada kita semua untuk mengikuti sunah Nabi-Nya serta memberi hidayah kepada kita semua agar menita jalan-Nya yang lurus.
Hendaknya kalian mengucapkan sholawat dan salam untuk pemimpin orang-orang yang bertauhid dan teladan para sahabat, Muhammad bin Abdillah sebagaimana yang Allah perintahkan dalam kitab-Nya,
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Yang artinya, “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS al Ahzab: 56)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang bershalawat untukku sekali maka Allah akan bershalawat untuknya sebanyak sepuluh kali.”
Ya Allah, berikanlah shalawat-Mu untuk Muhammad dan untuk keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi shalawat untuk Ibrahim dan untuk keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau itu maha terpuji dan maha agung. Berilah berkah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi berkah untuk Ibrahim dan untuk keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau itu maha terpuji dan maha agung.
Ya Allah berikan ridho-Mu untuk empat khulafaur rasyidin yang mendapatkan hidayah yaitu Abu Bakr, Umar, Utsman dan Ali. Demikian pula ya Allah berikanlah ridho-Mu untuk semua shahabat dan tabiin serta semua orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari Kiamat nanti. Demikian juga berikanlah ridho-Mu untuk kami dengan anugrah, kemurahan dan kebaikan-Mu, wahai zat yang maha pemurah.
Ya Allah muliakanlah Islam dan kaum muslimin dan hinakanlah kemusyrikan dan orang-orang musyrik serta hancurkanlah semua musuh-musuh agama.
Ya Allah, tolonglah saudara-saudara kami para mujahid yang berjihad di jalan-Mu di semua tempat.
Ya Allah, jadikanlah diri-Mu sebagai penolong, penguat, pembantu dan penjaga mereka.
Ya Allah bereskanlah para musuh agama karena sesunguhnya mereka tidak akan mampu mengalahka-Mu.
Ya Allah, kami jadikan diri-Mu di leher-leher mereka dan kami memohon perlindungan kepada-Mu dari keburukan mereka.
Ya Allah, berikanlah rasa aman untuk kami di negeri kami sendiri dan perbaikilah para penguasa dan pemimpin kami.
Ya Allah, jadikanlah pemimpin kami adalah orang yang merasa takut dan bertakwa kepada-Mu serta mengikuti ridho-Mu wahai pemilik alam semesta.
Ya Allah bimbinglah penguasa kami untuk meniti hidayahMu dan jadikanlah amalnya adalah amal yang kau ridhoi.
Ya Allah, berikanlah kepada jiwa kami ketakwaan. Sucikanlah jiwa kami. Engkau adalah sebaik-baik yang mensucikan jiwa karena Engkau adalah zat yang mengatur jiwa manusia.
Ya Allah ampunilah dosa kami, dosa orang tua kami dan dosa seluruh kaum muslimin baik laki-laki maupun perempuan dan seluruh orang yang beriman baik laki-laki maupun perempuan, baik yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal dunia.
Ya Allah, ampunilah seluruh dosa kami baik yang kecil apalagi yang besar, yang dahulu ataupun belakangan, yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan.
Ya Allah sesungguhnya kami memohon ampun kepada-Mu. Sungguh Engkau adalah maha pengampun. Oleh karena itu turunkanlah hujan yang deras kepada kami.
Ya Allah turunkan hujan untuk kami, turunkan hujan untuk kami, turunkan hujan untuk kami.
Ya turunkanlah hujan yang manfaat, berlimpah dan penuh kebaikan kepada
kami. Janganlah Kau turunkan hujan yang membahayakan kami baik di masa
sekarang ataupun di masa yang akan datang.
Ya Allah suburkan hati kami dengan iman dan suburkanlah negeri kami dengan hujan
Ya Allah, kasih sayang-Mu yang kami harapkan maka janganlah Kau pasrahkan kami melainkan kepada diri-Mu.
Ya Allah, jangan Kau pasrahkan diri kami kepada kami sendiri meski hanya sekejap mata.
Tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Engkau.
Seruan kami yang terakhir adalah ucapan alhamdu lillahi rabbil ‘alamin.
Moga Allah memuji, memberi keselamatan, keberkahan dan nikmat untuk hamba Allah dan utusanNya yaitu nabi kita Muhammad, keluarga dan seluruh shahabatnya.
Khutbah Jumat Syaikh ‘Abdur Rozaq bin ‘Abdil Muhsin Al Abad Al Badr, pada tanggal 26 Syawal 1427 H.
***
Penerjemah: Ustadz Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id