قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﺻﻼﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻼﻡ : قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً .
Dari Anas bin Mâlik radhiallahu'anhu , beliau berkata: Aku telah mendengar Rasulullah shollallahu 'alaihi wa salam bersabda, "Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman, 'Wahai, anak Adam! Sungguh selama engkau berdoa kapada-Ku dan berharap kepada-Ku, niscaya Aku ampuni semua dosa yang ada pada engkau, dan Aku tidak peduli. Wahai, anak Adam! Seandainya dosa-dosamu sampai setinggi awan di langit, kemudian engkau memohon ampunan kepada-Ku, niscaya Aku ampuni dan Aku tidak peduli. Wahai, anak Adam! Seandainya engkau menemui-Ku dengan membawa kesalahan sepenuh bumi, kemudian menemui-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan Aku sedikit pun, tentulah Aku akan memberikan pengampunan sepenuh bumi'."
TAKHRIJ HADITS 1
Hadits ini diriwayatkan dari dua sahabat Rasulullah shollallahu 'alaihi
wa salam , yaitu Anas bin Mâlik radhiallahu'anhu dan Abu Dzar
al-Ghifâri radhiallahu'anhu .
Hadits Anas bin Mâlik radhiallahu'anhu diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dalam Sunan-nya no. 3540 (dalam Tuhfah 9/487-488), dan Imam at-Tirmidzi rahimahullah menilainya sebagai hadits hasan. Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albâni t menyatakan, para perawinya (hadits Anas) tsiqah, kecuali Katsîr bin Fâ`id yang hanya direkomendasikan oleh Ibnu Hibbân rahimahullah .
Dalam kitab at-Taqrîb, Ibnu Hajar rahimahullah menyebut Katsîr bin Fâ`id hanyalah perawi yang maqbûl.2hasan
sebagaimana pendapat Imam at-Tirmidzi, karena memiliki hadits penguat
dari sahabat lainnya, yaitu hadits Abu Dzar al-Ghifâri radhiallahu'anhu
.
Hadits Abu Dzar al-Ghifâri radhiallahu'anhu diriwayatkan oleh ad-Dârimi dalam Sunan-nya (2/322) dan Ahmad bin Hambal rahimahullah dalam Musnad-nya (5/172). Adapun al-Hâkim rahimahullah dalam al-Mustadrak (4/241) meriwayatkan hadits ini secara ringkas, dan adz-Dzahabi rahimahullah menyetujuinya.
Syaikh Muhammad
Nashiruddin al-Albâni rahimahullah juga menyatakan, ada hadits dari
sahabat lainnya yang menguatkan hadits-hadits di atas. Yaitu
sebagaimana diriwayatkan ath-Thabrâni rahimahullah di dalam kitab Mu'jam, dari Ibnu 'Abbas radhiallahu'anhu dan sudah ditakhrij dalam kitab ar-Raudh an-Nadhîr (432). Syaikh al-Albani rahimahullah memasukkan hadits ini ke dalam kitab Shahîh Sunan at-Tirmidzi. Sedangkan hadits Ibnu 'Abbas radhiallahu'anhu ini diriwayatkan ath-Thabrani t dalam Mu'jamul-Kabîr no. 12346 dan Mu'jamush-Shaghîr no. 820.
Wallahu a'lam.
MUFRADÂT HADITS3
- Pernyataan إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي , bermakna selama kamu berdoa dan berharap kepada-Ku.
- Pernyataan غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ , bermakna Aku memberi ampunan atas semua kemaksiatan walaupun berulang-ulang dan banyak.
- Pernyataan وَلَا أُبَالِي , bermakna Aku tidak meremehkan permohonan ampunanmu kepada-Ku, walaupun dosa yang engkau miliki besar atau banyak. Sedangkan Imam ath-Thibii rahimahullah memberi makna, tanpa dengan menanyakan apa yang ia kerjakan.
- Pernyataan عَنَانَ السَّمَاءِ , bermakna awan. Tetapi ada juga yang menyatakan, maknanya adalah semua yang menutupi langit atau yang tampak bagimu dari langit apabila engkau mengangkat kepala ke langit.
- Pernyataan بِقُرَابِ الْأَرْضِ , bermakna yang hampir sepenuhnya.
- Pernyataan لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا , bermakna meninggal dalam keadaan bertauhid.
{mospagebreak}
FAIDAH HADITS
Setiap orang pasti berbuat salah, dan betapa banyak kesalahan dan dosa
yang diperbuat anak keturunan Adam. Seandainya Allah Ta'ala membalas
dengan keadilan-Nya, niscaya setiap dosa dan kesalahan manusia tidak
ada yang selamat dari siksaan-Nya. Namun rahmat Allah 'Azza wa jalla
sangat luas memenuhi seluruh makhluk-Nya.
Di antara wujud rahmat
Allah Ta'ala tersebut, yaitu pengampunan dosa dan kesalahan yang
diperbuat hamba-hamba-Nya. Dalam hadits yang mulia ini, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan ada tiga faktor yang menjadi
penyebab dosa manusia mendapat ampunan.
Faktor pertama, yaitu doa dengan mengharap ampunan Allah Tabaraka wa Ta'ala.
Sebagimana dijelaskan dalam sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam :
يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلَا أُبَالِي
Wahai, anak Adam! Sungguh selama engkau berdoa kapada-Ku dan berharap kepada-Ku, niscaya Aku ampuni semua dosa yang ada pada engkau, dan Aku tidak peduli. Doa dengan mengharap ampunan Allah Ta'ala diperintahkan dan dijanjikan akan dikabulkan, sebagaimana firman Allah Ta'ala :
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
Dan Rabbmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu". (Qs Al Mu'minun/40:60).
Juga
dijelaskan dalam hadits an-Nu'mân bin Basyir radhiallahu'anhu , ia
mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ ثُمَّ قَرَأَ ( وَقَالَ رَبُّكُمْ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ ) رواه الترمذي
"Do'a
itu adalah ibadah," kemudian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam
membaca firman Allah: Dan Rabbmu berfirman: 'Berdo'alah kepada-Ku,
niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam
keadaan hina dina'." (Qs Al Mu'minun/40:60).
Bahkan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan doa seorang muslim itu
mustajab, sebagaimana sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam :
مَا عَلَى الْأَرْضِ مُسْلِمٌ يَدْعُو اللَّهَ بِدَعْوَةٍ إِلَّا آتَاهُ اللَّهُ إِيَّاهَا أَوْ صَرَفَ عَنْهُ مِنْ السُّوءِ مِثْلَهَا مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ إِذًا نُكْثِرُ قَالَ اللَّهُ أَكْثَرُ
"Tidak
ada seorang muslim di muka bumi ini berdoa kepada Allah dengan sebuah
doa, kecuali Allah mengabulkannya, atau diselamatkan dari kejelekan
seperti itu selama tidak berdoa dengan amalan dosa atau memutus
kekerabatan". Seorang dari engkau berkata: "Kalau begitu kita
perbanyak," Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Allah
lebih banyak lagi (mengabulkannya)".4
Demikianlah,
Allah Ta'ala menganugerahkan rahmat-Nya kepada hamba yang berdoa
memohon untuk dipenuhi kebutuhannya berupa masalah duniawi, lalu Allah
Ta'ala alihkan darinya dan menggantinya dengan yang lebih baik.
Terkadang dengan diselamatkan dari keburukan, atau dijadikan sebagai
simpanan bagi dirinya di akhirat. Atau Allah Ta'ala mengampuni dosanya
dengan doa tersebut. Telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam dalam sabda beliau:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلَا قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلَاثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنْ السُّوءِ مِثْلَهَا قَالُوا:' إِذًا نُكْثِرُ' قَالَ: ) اللَّهُ أَكْثَرُ ) رواه أحمد.
"Tidak
ada seorang muslim yang berdoa dengan satu doa yang tidak ada amalan
dosa dan memutus tali kekerabatan, kecuali Allah memberikan salah satu
dari tiga hal. Adakalanya doanya segera dikabulkan, atau dijadikan
sebagai simpanan untuknya di akhirat, atau ia diselamatkan dari
keburukan yang semisalnya". Mereka berkata: "Jika begitu, kami akan memperbanyak (untuk berdoa)?" Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Allah lebih banyak lagi (mengabulkannya)". 5
Kesimpulannya,
berdoa memohon ampunan dengan berharap kepada Allah Ta'ala menjadi
penyebab seseorang itu mendapat ampunan Allah Ta'ala , walaupun dosanya
sangat besar, sebab ampunan Allah Ta'ala lebih besar lagi. Oleh karena
itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk
meminta semua kebutuhan kepada Allah Ta'ala , seperti sabda beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam :
إِذَا دَعَا أَحَدُكُمْ فَلَا يَقُلْ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي إِنْ شِئْتَ وَلَكِنْ لِيَعْزِمْ الْمَسْأَلَةَ وَلْيُعَظِّمْ الرَّغْبَةَ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَتَعَاظَمُهُ شَيْءٌ أَعْطَاهُ. رواه مسلم.
Apabila salah seorang dari kalian berdoa, jangan mengatakan, "wahai Allah, ampunilah aku jika Engkau suka," namun bersungguh-sungguhlah dalam meminta, dan mintalah yang terbaik. Karena benar-benar tidak ada sesuatu yang berat untuk Allah berikan. 6Semua dosa hamba itu masih kecil dibandingkan dengan ampunan Allah 'Azza wa jalla . Oleh karena itu ada yang berkata:
يَا رَبِّ إِن عَظُمَت ذُنُوبِى كَثرَةً فَلَقَد عَلِمتُ بِأَنَّ عَفوَكَ أَعظَـمُ
(Wahai, Rabbku! Walaupun dosaku sangat besar, namun aku yakin bahwa ampunan-Mu lebih besar lagi).إِن كَانَ لا يَرجُوكَ إِلا مُحسِـنٌ فَمَن الَّذِى يَدعُو وَيرجو المُجرِمُ
(Bila tidak berharap kepada-Mu kecuali orang yang baik, maka orang jahat berdoa dan memohon kepada siapa?)مَا لِى إِلَيكَ وَسِيلَةٌ إِلاَّ الـرَّجَـا وَجَمِيلُ عَفوِكَ ثُمَّ إِنِّى مُسـلـمُ
(Aku hanya memiliki wasilah harapan mendapatkan ampunan-Mu yang indah, kemudian sesungguhnya aku seorang yang berserah diri). Faktor kedua, yaitu istighfar.Sebagaimana dijelaskan dalam sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam :
يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِي
Wahai, anak Adam! seandainya dosa-dosamu sampai setinggi awan di langit, kemudian engkau memohon ampunan kepada-Ku, niscaya Aku ampuni dan Aku tidak peduli.Hadits ini menjelaskan, bahwa istighfar menjadi salah satu faktor dosa-dosa terampuni, walaupun dosa tersebut setinggi awan di langit atau sepanjang mata memandang. Pengertian ini didukung dengan hadits lainnya yang berbunyi:
لَوْ أَخْطَأْتُمْ حَتَّى تَمْلَأَ خَطَايَاكُمْ مَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتُمْ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَغَفَرَ لَكُمْ رواه أحمد.
Seandainya kalian melakukan kesalahan hingga kesalahan kalian memenuhi antara langit dan bumi, kemudian kalian memohon ampunan (istighfar) kepada Allah Ta'ala , tentu Allah Ta'ala akan mengampuni kalian.7{mospagebreak}Pengertian Istighfar.
Kata اسْتَغْفَرَ (istighfar), dalam bahasa Arab bermakna meminta maghfirah (طَلَبُ الْمَغْفِرَة ). Dan المَغْفِرَة , memiliki makna perlindungan dari keburukan dosa, atau penghapusan dari dosa, dan menggantikannya.
Pengampunan dosa ada dua jenis.
اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
Bertakwalah kepada Allah di manapun engkau berada, dan ikutilah kejelekan dengan kebaikan yang menghapusnya, dan pergaulilah manusia dengan akhlak mulia.2. Penggantian, sebagaimana firman Allah Ta'ala :
إِلاَّ مَنْ تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ عَمَلاً صَالِحًا فَأُوْلَئِكَ يُبَدِّلُ اللهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
(kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih; maka kejahatan mereka itu diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang). –Qs al-Furqân/25 ayat 70- dan inilah yang disebut dengan tingkatan maghfirah (ampunan).Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: "Kata الإسْتِغْفَارَ dalam bahasa Arab mempunyai makna meminta maghfirah ( طَلَبُ الْمَغْفِرَةِ ). Dan kata المَغْفِرَة , bermakna perlindungan dari kejelekan dosa.
Kata al-maghfirah ( المَغْفِرَة ) mempunyai makna tambahan dari kata السَّتْرُ , karena kata المَغْفِرَة
bermakna perlindungan dari kejelekan dosa, sehingga seorang hamba tidak
disiksa lagi. Orang yang diampuni dosanya tidak akan disiksa. Sedangkan
jika sekedar ditutupi (dosa tersebut), maka masih ada kemungkinan
disiksa dalam batin, dan orang yang masih disiksa dalam batin atau
lahiriahnya, berarti ia belum diampuni.8
Jenis Istighfar.
Jenis istighfar yang terbaik, ialah memulainya dengan memuji Allah
Ta'ala, kemudian mengakui dosa, kemudian memohon ampunan kepada Allah
Ta'ala . Demikianlah yang disampaikan dalam hadits Syaddad bin 'Aus
radhiallahu'anhu yang berbunyi:
عَنْ النَّبِيِّ ﺻﻼﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻼﻡ : [سَيِّدُ الِاسْتِغْفَارِ أَنْ تَقُولَ اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ] رواه البخارى.
Dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau berkata: "Sayyidul-istighfar, yaitu ucapan 'Wahai Allah, Engkaulah Rabbku yang tiada sesembahan yang benar kecuali Engkau. Engkau telah menciptakanku dan aku adalah hambu-Mu, dan berada di atas perjanjian dan janji-Mu semampuku. Aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kejelekan perbuatanku. Aku mengakui semua kenikmatan yang Engkau anugerahkan kepadaku dan mengakui dosaku, maka ampunilah aku, karena tidak ada yang dapat mengampuni dosaku kecuali Engkau'." (HR Imam al-Bukhâri).
Ada beberapa jenis istighfar yang diajarkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam selain di atas, di antaranya sebagai berikut.
1. Ucapan أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيمَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّومَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ , sebagaimana tersebut dalam sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam :
[ مَنْ قَالَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيمَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا
هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّومَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ غُفِرَ لَهُ وَإِنْ كَانَ
فَرَّ مِنْ الزَّحْفِ] رواه أبو داود والترمذى.
Barang siapa yang mengucapkan: "Aku memohon ampunan kepada Allah yang Maha Agung, yang tiada sesembahan yang benar kecuali Dia yang Maha Hidup dan Maha Qayyum, dan aku bertaubat kepada-Nya," maka Allah akan mengampuninya walaupun dosa karena melarikan diri dari medan perang. 9
Ucapan رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الْغَفُورُ , sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu 'Umar radhiallahu'anhu yang berbunyi:كَانَ يُعَدُّ لِرَسُولِ اللَّهِ ﺻﻼﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻼﻡ فِي الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ مِائَةُ مَرَّةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَقُومَ: ( رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الْغَفُورُ ) رواه أبوداود والترمذي وأحمد.
Sebelum bangkit dalam sebuah majlis, dihitung sebanyak seratus kali Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (mengatakan) "Wahai, Rabbku! Ampunilah aku dan terimalah taubatku. Sesungguhnya Engkau Maha penerima taubat lagi Mahapengampun". 10
Dengan demikian jelaslah, bahwa istighfar menjadi obat penawar dosa. Oleh karena itu, al-Hasan al-Bashri mengatakan, perbanyaklah istighfar di rumah-rumah, hidangan-hidangan makanan, jalan-jalan, pasar dan di majlis-majlis kalian, serta di manapun kalian berada, karena kalian tidak mengetahui kapan ampunan Allah itu turun.11
Faktor ketiga, yaitu tauhid.
Sebagaiman dijelaskan dalam sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :
يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً
(Wahai,
anak Adam! Seandainya engkau menemui-Ku dengan membawa sepenuh bumi
kesalahan, kemudian menemui-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan Aku
sedikitpun, tentulah Aku akan memberikan pengampunan sepenuh bumi).
Syaikh 'Utsman bin 'Abdul-'Azîz bin Manshûr mengatakan, telah jelas
bagimu dengan hadits ini, bahwa di antara faktor penyebab ampunan Allah
Ta'ala , yaitu memurnikan tauhid dari kesyirikan, dan inilah faktor
yang paling agung dalam pengampunan dosa. Barang siapa yang kehilangan
faktor penyebab ini, maka ia kehilangan ampunan. Dan barang siapa yang
memilikinya, maka ia telah memiliki faktor yang agung bagi pengampunan
dosanya.
Allah Ta'ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa
yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (Qs an-Nisâ`/4:48).
Oleh karena itu, hadits ini secara jelas menerangkan bahwa seorang muwahhid
yang melakukan perbuatan dosa hampir memenuhi bumi, maka Allah Ta'ala
akan menjumpainya dengan memberikan ampunan sebesar hampir sepenuh bumi
juga. Namun ampunan ini dengan kehendak Allah Ta'ala . Apabila Allah
Tabaraka wa Ta'ala menghendakinya, maka akan mengampuninya. Begitu pula
jika Allah Ta'ala ingin, maka akan menyiksanya disebabkan oleh
dosa-dosanya. Kemudian akhirnya ia tidak kekal di neraka, bahkan akan
keluar darinya dan masuk surga. 12
Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan: "Apabila tauhid
seorang hamba dan keikhlasannya kepada Allah telah sempurna, dan ia
melaksanakan semua syarat-syaratnya dengan hati, lisan dan anggota
tubuhnya, atau dengan hati dan lisannya ketika menjelang kematian, maka
hal itu menjadi penyebab ampunan (Allah) terhadap semua dosa-dosanya
yang telah lalu dan mencegahnya masuk neraka. Barang siapa yang hatinya
terwujud dengan kalimat tauhid, maka kalimat tersebut akan
mengeluarkan obyek apapun selain Allah dari dirinya dalam masalah yang
berkait dengan kecintaan, pengagungan, penghormatan, rasa segan, takut
dan tawakkal. Ketika itu dosa-dosa dan kesalahannya terhapuskan,
walaupun seperti buih lautan".13
Pernyataan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا
merupakan syarat berat dalam janji mendapatkan ampunan. Yaitu selamat
dari kesyirikan, baik banyak maupun sedikit, besar maupun kecil.
Tidaklah selamat dari perbuatan syirik itu, kecuali orang yang Allah
Ta'ala selamatkan, dan itulah hati yang bersih, sebagaimana firman
Allah Ta'ala , yang artinya: (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih, (Qs asy-Syu'ara/26:88-89).14
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan pengertian hadits ini, bahwa orang-orang yang bertauhid
murni -tidak mencampurkannya dengan kesyirikan- (ia) dimaafkan dalam
hal-hal yang tidak dimaafkan bagi selain mereka. Seandainya seorang muwahhid
- yang sama sekali tidak menyekutukan Allah - menemui Rabbnya dengan
membawa hampir sepenuh bumi kesalahan, maka Allah l akan memberikan
ampunan sebesar itu juga, dan ini tidak didapatkan oleh orang yang tauhidnya kurang. Karena tauhid sejati tanpa tercampur dengan kesyirikan, tidak akan menyisakan dosa. Sebab tauhid
tersebut berisikan kecintaan, penghormatan, pengagungan, rasa takut dan
harapan kepada Allah 'Azza wa jalla yang menjadikanya bersih dari
dosa-dosa walaupun sebesar hampir sepenuh bumi.15
Dari
uraian tentang hadits ini, menunjukkan bahwa pahala tauhid itu sangat
besar. Begitu pula Allah Ta'ala memiliki keluasan sifat dermawan dan
rahmat-Nya kepada para hamba-Nya. Oleh karena itu, sudah seharusnya
kita memperhatikan perkara tauhid ini dan tidak meremehkannya.
Semoga Allah Ta'ala memberikan taufik-Nya kepada kita, dan menjadikan diri kita sebagai hamba-hamba-Nya yang bertauhid sejati.
Wallahu a'lam.
Maraji`:
- An-Nubadz al-Mustathâbah fil-Da'wah al-Mustajabah, Syaikh Salim bin 'Id al-Hilali, tanpa cetakan dan tahun, Dar Ibnul-Jauzi.
- Fathul-Hamîd fî Syarh at-Tauhîd, 'Utsmân bin 'Abdul-'Azîz bin Manshûr at-Tamîmi, Tahqiq: Sa'ud bin 'Abdil-'Aziz al-'Arifi dan Husain bin Julai'ib as-Sâ'idi, Cetakan Pertama, Tahun 1425 H, Dar 'Âlam al-Fawâ`id, Mekkah.
- Fathul-Majid li Syarhi Kitâb at-Tauhîd, Syaikh 'Abdur-Rahmân bin Hasan 'Alu Syaikh, Tahqiq: al-Walid bin 'Abdur-Rahmân bin Muhammad 'Alu Fariyân, Cetakan Kedua, Tahun 1417 H, Dar ash-Shumai'i, Riyadh.
- Silsilah al-Ahâdîts al-Shahîhah.
- Syarhu 'Aqîdah ath-Thahâwiyah, Ibnu 'Abil 'Izz, Tahqiq: Syu'aib al-Arnauth, Cetakan Kedua, Tahun 1413H, Muassasah ar-Risalah.
- Tuhfatul-Ahwadzi bi Syarhi Jâmi' at-Tirmidzi, Syaikh Muhammad 'Abdur-Rahmân bin Abdur-Rahîm al-Mubarakfûri, Cetakan Pertama, Tahun 1419 H, Dar Ihya`ut-Turats al-'Arabi.
1 Lihat takhrîj Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albâni dalam Silsilah al-Ahâdits ash-Shahîhah, hadits no. 127 (1/250). Juga takhrij Syaikh al-Walid 'Alu Fariyân atas kita Fathul-Majîd (1/149).
2 Menurut Ibnu Hajar dalam kitab at-Taqrib, derajat maqbul sejajar dengan perawi majhûl-hâl, yang riwayatnya ditolak, bila tidak ada yang menguatkannya.
3 Diambil dari Tuhfatul-Ahwadzi bi Syarhi Jâmi' at-Tirmidzi (9/488).
4 HR at-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Syaikh Salim bin 'Id al-Hilali dalam Shahîh Kitab al-Adzkâr wa Dha'îfuhu dan kitab an-Nubadz al-Mustathâbah fid-Da'wah al-Mustajâbah, hlm. 16.
5 HR Ahmad dalam Musnad-nya (3/18), dan dishahihkan Syu'aib al-Arnauth dalam tahqiqnya atas kitab Syarhu 'Aqidah ath-Thahâwiyah, hlm. 682.
6 HR Muslim, kitab al-Dzikr wad-Du'a wat-Taubah wal-Istighfâr, Bab: al-'Azm bid-Du'a, no. 4838.
7 HR Ahmad dalam Musnad-nya (3/238) dan dishahihkan Syaikh al-Albâni dalam Silsilah al-Ahâdits al-Shahîhah, no. 1951.
8 Lihat Majmu’ Fatâwâ, Ibnu Taimiyyah (10/317).
9 HR Abu Dawud no. 1517, at-Tirmidzi no. 3577, dan dishahihkan Syaikh al-Albâni dalam Silsilah al-Ahâdits al-Shahîhah, no. 2727.
10 HR Ahmad dalam Musnad-nya 2/21, Abu Dawud dan at-Tirmidzi, dan dishahihkan Syaikh al-Albâni dalam Silsilah al-Ahâdits al-Shahîhah, no. 556
11 Diriwayatkan al-Baihaqi dalam Syu'abul-Imân. Dinukil dari kitab Fathul-Hamid fî Syarh at-Tauhîd, karya 'Utsmân bin 'Abdul-'Azîz at-Tamîmi (1/298).
12 Fathul-Hamid fî Syarh at-Tauhid, karya 'Utsman bin 'Abdul-'Aziz at-Tamimi (1/300).
13 Diringkas dari kitab Fathul-Majid, lihat 1/151.
14 Bada`i al-Fawa`id, Ibnul-Qayyim (2/133).
15 Dinukil Syaikh 'Abdur-Rahman 'Alu Syaikh dalam Fathul-Majid (1/151-152).